🌼 38. Wirda

6.3K 338 7
                                    

Cafe Swan Jewelry yang terletak di lantai satu cukup ramai pengunjung siang ini. Bukan tanpa alasan, para pengunjung yang rata rata adalah karyawan di sana, bertujuan lain, yaitu penasaran dengan istri pimpinan mereka yang tengah makan siang disana_karena pernikahan yang memang tidak mengundang para karyawan berujung menumbuhkan rasa penasaran akan siapa mempelai wanita dari pimpinan mereka. Dengar dengar pimpinan mereka hanya mengadakan pesta pernikahan dengan mengundang keluarga, teman teman kyai Abahnya dan para habaib saja, tidak lebih.

Wirda, duduk dengan anggunnya setelah memesan menu bersama Badar di sampingnya, tadi. Wanita anggun itu tersenyum lembut ke arah Sisi, bergantian ke arah Badar. Menahan rasa canggung demi menuntaskan rasa penasarannya akan dua manusia di depannya.

"Ning Sisi kenal Gus Badar sudah lama ya?" tanya Wirda tidak luput dari senyumnya.

Sisi yang tengah bergurau dengan Badar menghentikan aktifitasnya, dan beralih menatap Wirda yang melontarkan pertanyaan.

"Kalo tanya kenal lama, kita udah lama kenal ya Mas jatohnya," jawab Sisi seraya memegang tangan Badar yang berada di atas meja seraya menanyakan pendapat suaminya.

Atensi Wirda beralih ke tangan Sisi yang memegang tangan Badar mesra. Wirda masih menunggu, bagaimana Rekasi Badar saat Sisi memegang tangannya. Wirda menatap wajah tampan Badar.

Lagi...Binar mata itu kembali muncul. Binar mata yang tidak pernah Badar pancarkan sekalipun kepada keluarga tercintanya. Binar mata yang tidak pernah Wirda dapatkan. Hanya kepada satu wanita Badar memberikan reaksi itu. Kepada Sisi.

"Berapa tahun?" tanya Wirda lagi.

Sisi terlihat menghitung dengan jemarinya," berapa tahun ya Mas kalo dihitung?" Sisi malah menanyakan itu kepada Badar.

" Belasan tahun kayanya," jawab Badar, tersenyum ke arah waiter yang mengantarkan pesanan.

"Tidak tau pasti ustadzah Wirda, kurang lebih ya segitu, belasan tahun," ujar Sisi, tersenyum senang menerima strawberry yogurt dengan ice cream diatasnya_dari Badar.

Rahang Wirda mengeras. Masih bisa menahan senyumnya ," waah lama sekali ya ternyata kalian kenal."

"Iya. Ngomong ngomong Ustadzah Wirda ini ustadzah baru ya? Aku tidak pernah lihat," tanya Sisi seraya sedikit demi sedikit nyemilin ice cream yang terpupuk di atas strawberry yogurt miliknya.

"Iya, kurang lebih saya baru dua tahun di pesantren," jawab Wirda, tidak nafsu dengan lemon tea yang ia pesan.

"Ooh pantes ya, aku baru lihat ustadzah Wirda pas nikahan," celetuk Sisi.

Wirda hanya tersenyum kecut setelah mendengar celetukan Sisi yang barusan.

"Gus Gamal bagaimana Ning? Sepertinya akrab sekali ya sekarang," tanya Wirda lagi.

Alih alih Sisi, kini malah Badar yang buka suara, "Gamal suka sama Sisi bahkan sebelum kita menikah, jadi sudah tidak diragukan lagi seberapa lengketnya dia dengan Sisi. Iya kan, Si?"

Sisi mengangguk, fokus dengan minumannya. Sedangkan Wirda, jangan ditanyakan bagaimana keadaannya kini.

***

Wanita berjilbab pasmina putih gading dengan Malaysian style itu berjalan tergesah gesah menuju toilet. Bendungan di matanya benar benar tidak tahan lagi untuk tidak jebol.

Sesampainya di depan wastafel wanita itu menuntaskan keinginannya. Ia menangis deras tanpa suara, sesekali membasuh wajah ayunya dengan air dari keran wastafel supaya orang lain tidak memergokinya tengah menangis.

"Kurangku apa Ya Allah, aku tuntaskan pendidikan pesantrenku, aku emban amanahku sebagai ustadzah dengan benar di pesantren beliau, apapun perintah bunyai selalu kuikuti, kurangku apa?" tangis wanita itu.

"Jika memang yang beliau sukai adalah gadis biasa saja, ngaji tidak tuntas, mondok saja tidak, menutup aurat baru baru ini, untuk apa aku mati Matian melakukan semua yang aku lakukan selama ini? Kenapa susah sekali mendapatkan hati beliau. Padahal anaknya pun sudah akrab denganku, namun semenjak kedatangan dia Gus Gamal jadi tidak pernah lagi akrab denganku, bunyai, bahkan...orang yang aku cintai semuanya beralih kepadanya. Sisi benar benar merebut semuanya dariku, Sisi benar benar telah melenyapkan usahaku selama ini," tangis wanita itu tidak lepas dengan aktifitasnya membasuh wajah seraya bermonolog.

"Wirda?"

Wanita yang menangis didepan wastafel itu terkejut kala seseorang memanggil namanya. Dengan gerakan cepat ia mengusap air matanya dan menatap siapa gerangan yang memanggil namanya.

"Kamu nangis Wir?" tanya seorang tersebut yang tidak lain adalah Eniela.

Wanita penuh tangis itu adalah Wirda. Wanita patah hati yang akhir akhir ini bersahabat dengan tangisnya sendiri.

Wirda tersenyum," En, memangnya masih menjadi trend ya? Seorang Gus menikahi gadis biasa?" tanya Wirda menatap wajah Eniela yang kebingungan.

Eniela mengerutkan alisnya bingung, gadis ceria itu mencoba untuk mencerna apa yang Wirda maksud.

"Wir jangan bilang kamu...kamu masih nangisin Gus Badar? Astaghfirullah Wirdaaaaaa, aku kan sudah bilang tolong ikhlasin, kamu belum jodohnya, mau sampai Upin Ipin lulus TK pun kalau belum jodoh ya tidak akan bersatu Wirdaaaaa, astaghfirullah, nangis nangis ini dari tadi?" Eniela berjalan pelan menuju ke arah Wirda, gadis itu ingin sekedar menenangkan hati sahabatnya yang tengah patah itu. Eniela memeluk Wirda.

"Ning Sisi merebut semua dariku Eeen...bahkan tebakanku kali ini pasti betul, kamu juga akan direbut sama dia sebentar lagi En, lihat saja kamu pasti akan akrab dengan dia sebentar lagi karena di pandai sekali merebut kebahagiaanku, En.." tangis Wirda sesenggukan dalam pelukan Eniela.

"Astaghfirullah Wirda, istighfar Wir! Tidak boleh bicara seperti itu. Ning Sisi orang baik, jangan sampai karena dia istri Gus Badar kamu jadi membenci dia. Yang namanya rezeki itu larinya pasti ke orang yang tepat, jangan di sesali jangan ditangisi, rejeki jodohmu bukan di Gus Badar. Ikhlas Wir, ikhlaaaas." Eniela mengusap punggung Wirda supaya wanita itu tenang.

"Usahaku sia sia En."

"Tidak boleh bilang begituuu Wirda. Tidak ada Usaha yang sia sia, kamu sendiri yang sering bilang ke para santriwati bahwa tidak ada usaha sia sia, yang ada adalah usaha yang tidak pernah mengkhianati hasil. Jangan menjilat ludah sendiri dong. Di depan santriwati saja kamu ceramah ini itu, coba dong diamalin apa yang kamu ceramahin ke anak anak," omel Eniela seraya menjitak kepala Wirda agar wanita itu kapok dan tidak bicara ngawur lagi.

"Tapi aku cinta banget En sama Gus Badaaaaar." Masih dalam tangisnya, Winda sangat nelangsa sekarang.

"Jangan suami orang, Wirda. Tolong. Kamu terserah deh mau cinta sama siapa saja tapi tolong jangan suami orang."

"Tapi gimana En, aku terlanjur sayang banget, cinta banget, aku tidak tau lagi...apakah aku harus melajang saja? Aku tidak mungkin move on En dari beliau," tangis Wirda semakin pecah. Bagaimana mungkin Wirda akan move on dari Badar jika Mereka bertemu setiap hari.

" Minta sama Allah! Kenapa kamu bisa lupa sih kalo ada Allah! Allah itu solusi segalanya. Udah ah tidak usah galau."
.
.
.

Happy Reading!!!! Jangan lupa vote dan komen yang banyak💝

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang