🌼 32. MASA LALU BADAR PT.2

7.5K 354 20
                                    

Malam harinya. Badar lagi lagi dipanggil secara pribadi oleh Ummah dan Abah. Entah hal serius apalagi yang akan disampaikan pada Badar kali ini. Badar menebak, pasti tidak jauh dari perbincangan penerus ponpes An-Nur.

"Badar, Ummah sudah memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan Ustadzah Mutia."

Badar terkesiap," maksud Ummah Badar harus menikah dalam waktu dekat? Ummah, umur Badar baru 22 tahun, belum umur matang untuk menikah, Ummah," sangkal Badar dengan luka yang lagi lagi menambah.

"Dengan menikahnya kamu dengan Ustadzah Mutia, kamu bisa keluar keluar rumah mengurusi perusahaan rintisanmu itu dan serahkan pondok ke Mutia. Ummah yakin Mutia sanggup dengan semua ini," jelas Ummah. Menurut Badar, ini ide yang menarik, Badar bisa leluasa mengepakkan sayap perusahannya. namun bagaimana mungkin Badar harus menikah dengan orang yang bukan pilihannya, sedangkan kedua kakaknya bisa dengan bebas memilih tambatan hati mereka, lagi lagi Badar merasa beda disini.

"Boleh Badar fikirkan sampai besok malam Ummah? Nanti kita bicarakan ini lagi disini, malam malam," pinta Badar. Badar mendadak pusing dan tidak berselera melakukan apapun.

"Iya, besok malam kita bahas hal ini lagi ya Bad. Ummah harap kamu bisa berfikir bijak."

***
Keesokan harinya, di sore hari yang mendung, Badar sama sekali tidak fokus dalam mengajar. Sore ini adalah pelajaran jurumiyah, yang harusnya fokus dalam menjelaskan, Badar malah melantur kemana mana.

Selesai kelas, guyuran hujan terlihat deras diluar sana, dan ada satu hal yang mengalihkan perhatian Badar. Gadis kecil dengan seragam ngaji lengkap basah kuyup di bawah pohon mangga dekat aula utama. Gadis kecil itu memanggil nama Badar dengan suara yang berlomba lomba dengan suara derasnya hujan.

"Sisi? kenapa hujan hujanan?" tanya Badar dari depan kelas dengan suara yang sedikit berteriak karena derasnya hujan. Badar yang merasa khawatir dengan anak kecil itu alias Sisi, segera menerima payung dari santrinya dan langsung menghampiri Sisi dengan payung itu. Mereka berdua berdiri dalam satu payung.

"Kenapa belum pulang? Ayo Saya antar. Nanti dicariin Nenek. Baju kamu basah, ntar masuk angin loh," ucap Badar menasihati Sisi. Sisi benar benar sudah tak berbentuk. Baju dan jilbabnya basah kuyup, dan wajah serta bibirnya pucat pasi. Tentu saja itu membuat Badar khawatir.

"Sisi nungguin Gus Badar," jawab Sisi polos dengan senyum lebarnya.

Badar merasa bingung," kenapa nunggu saya? Sisi mau ngumpulin PR yang belum dikerjain kemarin? Besok saja nggak papa loh, Si."

Sisi menggeleng.

"Gus Badar, Sisi cinta sama Gus Badar," ungkap Sisi tiba tiba dengan bibir pucatnya.

Badar tertegun, Badar yakin betul dan tidak salah lagi bahwa gadis kecil itu kini tengah mengutarakan isi hatinya. Ada rasa geli karena gadis dihadapannya ini adalah gadis berumur 10 tahun, dan ada rasa senang juga yang menyelimuti, karena Badar merasa diakui.

"Maksudnya, hormat? Bagus dong, seorang murid memang harus hormat kepada gurunya." Badar mengalihkan pembicaraan, bermaksud untuk mengutarakan pesan tersirat bahwa anak 10 tahun tidak bisa jika harus bersatu dengan lelaki dewasa seperti Badar.

"Ih bukaaaan. Maksud Sisi, Sisi cinta sama Gus Badar, dan nanti kalau sudah gede mau nikah sama Gus Badar," ungkap Sisi dengan suara lantang karena derasnya hujan semakin menjadi. Kalau tidak berteriak, Sisi takut Badar akan salah tangkap lagi. Padahal, Badar bukan salah tangkap, Badar sengaja mengalihkan pembicaraan.

Badar yang mendengar itu malah menertawakan Sisi. Siapa sih yang tidak akan tertawa jika mendapat pernyataan cinta dari anak umur 10 tahun yang masih comel comelnya, sedangkan dirinya sudah berumur 22 tahun.

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang