🌼 18. KIRAIN MARAH

8.8K 400 1
                                    

Sepulang menjemput Gamal dari sekolah, Sisi mengajak Gamal untuk berbelanja bahan bahan dapur. Kulkas di rumah Badar benar benar kosong, kemarin saja Sisi memasak untuk Badar dan Gamal dengan hasil minta bahan bahan ke Ummah dan Nenek. Sisi dengar dari Ummah, bahwa Badar memang jarang memasak, lelaki itu lebih sering memesan makanan dari luar atau minimal makan makanan yang dapur pondok berikan khusus untuk keluarga ndalem. Tidak heran jika kulkasnya kosong melompong.

Sebenarnya Sisi lebih suka berbelanja di pasar. Namun, karena hari sudah siang dan bahan bahan dipasar pasti sudah pada habis, maka Sisi memutuskan untuk belanja di supermarket saja.

Gamal duduk di dalam troli seraya menyenandungkan lagu baby shark dari pink fong dengan riang. Anak itu masih lengkap mengenakan seragamnya karena tepat jam pulang sekolah Sisi langsung membawa anak itu ke supermarket ini.

"Umi mau masak banyak?" tanya Gamal yang menghentikan aktifitas menyanyinya.

"Enggak, Umi nggak masak banyak banyak, Umi mau masak seperti biasa," balas Sisi. Tatapannya fokus kepada bahan bahan yang ia cari.

"Tapi kok belanjanya banyak?"

"Iyaaa, ini untuk persediaan hari hari selanjutnya, supaya Umi tidak perlu repot repot belanja lagi kalau mau masak. Paham, Nak?"

Gamal mengangguk riang, kemudian melanjutkan nyanyian Baby shark nya.

"Beli jamur ngga ya? Sekalian deh. Biar bisa masak Mashroom bordelaise atau Svamptoast. Gamal pasti suka," ucap Sisi bermonolog seraya memilah milih aneka jamur segar yang ada di hadapannya.

"Umi, itu temannya Umi! Om! Om temannya Umi Sisi!!!" Gamal yang sejak tadi anteng dengan lagu lagu pink fong yang ia nyanyikan tiba tiba heboh memanggil seseorang, kala bocah itu melihat lelaki yang pernah ia lihat beberapa waktu lalu.

Sisi yang menyadari kehebohan Gamal pun langsung mencari keberadaan lelaki yang Gamal maksud. Gamal sampai teriak teriak untuk memanggil orang itu, tentu saja membuat Sisi penasaran setengah mati.

Tidak butuh waktu lama, Sisi langsung bisa menemukan siapa lelaki yang Gamal maksudkan. Lelaki itu tengah berdiri mematung di depan rak berisikan buah buahan segar. Lelaki itu menatap intens ke arah Sisi yang membuat Sisi langsung bisa membaca tatapan apa yang lelaki itu layangkan kepadanya.

"Dion?" lirih Sisi.

Hati Sisi berdenyut sakit. Meskipun kisah mereka sudah dikatakan telah usai, namun hati Sisi untuk Dion belum benar benar usai.

Dion yang semula hanya menatap Sisi Lamat, kini mulai memberanikan diri untuk mendekat dan menghampiri gadis berbusana muslim serba mocca itu. Mata lelaki itu berkaca kaca, betapa merindunya ia pada gadis terkasihnya itu.

"Si." Itu adalah kata pertama yang terucap dari mulut Dion.

"Dion apa kabar?" balas Sisi yang berusaha mati matian agar air matanya tidak luruh di depan lelaki itu.

Dion menghela nafas berat," aku belum pulih, Si. Dan kini, malah ketemu sama kamu. Aku nggak tau lagi mau memulihkan lukaku ini bagaimana lagi," jawab Dion yang sukses menyayat hati Sisi.

"Sorry, Dion. Meskipun aku nggak tau apakah aku masih pantas mengucapkan kata maaf untuk kamu, Dion," balas Sisi yang hampir saja, satu air mata lolos dari mata indahnya.

Dion menunduk, tangannya mengepal kuat. Siapapun pasti tau bahwa lelaki itu tengah menahan tangisnya.

Gamal. Anak kecil itu kini malah kebingungan dan memilih untuk bungkam seraya menatap Sisi dan Dion secara bergantian.

"Boleh peluk untuk terakhir kalinya nggak, Si?" tanya Dion, dengan bibir bergetar.

Sisi yang mendengar itu lumayan terkejut dan ada rasa bingung di dalam hatinya. Ada perasaan bersedia untuk dipeluk yang sangat besar pada diri Sisi, namun disisih lain ada perasaan yang tidak membenarkan hal itu karena kini Sisi sudah bersuami.

"Please, Si. Aku janji ini yang terakhir," seloroh Dion, yang kini sukses meluncurkan buliran air dari mata sendunya.

Sisi pun yang melihat air mata Dion berjatuhan semakin deras, akhirnya merentangkan tangannya, siap untuk menerima pelukan Dion.

Dion yang melihat Sisi merentangkan tangannya pun langsung merengkuh tubuh mungil yang sangat ia rindukan itu. Dion memeluk Sisi erat seperti belum bisa merelakan Sisi seutuhnya. Dion menangis tanpa suara di dalam pelukan Sisi.

***
Sisi mengaduk kopi yang ia buat seraya melamun. Sisi teringat kejadian di minimarket tadi siang. Pertemuan tidak terduganya dengan Dion sang mantan kekasih. Ya, tadi siang Sisi resmi mendeklarasikan selesainya hubungannya dengan Dion. Begitu juga dengan Dion, lelaki itu sudah mengatakan kepada Sisi bahwa kini ia adalah masalalu bagi Sisi, dan Sisi tidak perlu lagi untuk menyelesaikan kisahnya bersama Dion karena siang tadi_ itu adalah resmi berakhirnya hubungan dua sejoli itu.

Sisi memindahkan cangkir kopi itu ke atas nampan. Mengangkat nampan berisi kopi itu, lalu berjalan menuju ruang kerja Badar yang berada di dalam kamar. Sebenarnya Badar tidak menyuruh Sisi membuatkan kopi, namun naluri Sisi sebagai seorang istri, meskipun belum berlandaskan dengan rasa cinta, Sisi berinisiatif untuk membuatkan Badar Kopi untuk teman lembur malam ini.

Saat Sisi hendak memasuki ruang kerja Badar yang tertutup, langkahnya berhenti kala ia mendengar gelak tawa Gamal di dalam sana. Namun, bukan gelak tawa anak itu yang membuat Sisi menghentikan langkahnya, akan tetapi pembicaraan mereka berdua yang membuat Sisi menghentikan langkahnya. Sisi memutuskan untuk tetap diam di depan pintu ruang kerja Badar yang masih tertutup dan membiarkan pembicaraan antara Abi dan anak itu selesai.

"Gamal tadi siang pergi kemana sama Umi?" tanya Badar kepada Gamal yang kini tawanya telah reda karena Badar sudah selesai menggelitik perut anak itu.

"Ke supel malket. Beli sayulan, buah sama apa ya? Gamal lupa hehe," balas Gamal.

"Terus ngapain lagi?"

"Telus ketemu sama teman Umi yang Om om di cafe nya Abi waktu itu. Umi sama Om itu belpelukan. Teman Umi nangis, telus Umi juga nangis."

Hening. Sisi tidak mendengar jawaban dari Badar.

"Mampus!!!! Kenapa Gamal pake cerita siiih ke Gus Badar Kalau aku habis ketemu sama Diooon. Aduuuh, marah ngga ya Gus Badar." Sisi yang masih setia berdiri didepan pintu kini terserang rasa panik dan was was. Ia takut jika Badar akan memarahinya.

"Ish! Bodo amat lah, kalo dimarahin ya dengerin aja," ucap Sisi bermonolog yang kemudian mengetuk pintu ruang kerja Badar pelan.

"Gus, aku masuk ya," izin Sisi.

"Iya."

Sisi yang sudah mendengar perizinan dari Badar pun memutuskan untuk masuk dan berjalan pelan ke arah meja kerja Badar. Disana ada Badar yang tengah sibuk dengan laptopnya dan Gamal yang asik berada dipangkuan Badar.

"Ini, Gus. Kopinya, biar semangat lembur, hehe," ucap Sisi canggung karena teringat pembahasan Gamal bersama Badar yang sempat ia dengar di balik pintu barusan. Sisi meletakkan kopi itu dengan hati hati di depan Badar.

"Makasih, Si," balas Badar yang kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya. Sedangkan Gamal, anak itu turun dari pangkuan Badar dan beralih nemplok sama Sisi.

Sisi masih berdiri pada posisinya, menunggu nasibnya yang sebentar lagi pasti akan habis karena amarah Badar. Sisi sudah menduga, dan ia sudah siap untuk dimarahin karena ketahuan bertemu bahkan berpelukan bersama Dion.

"Ada apa lagi, Si?" tanya Badar bingung seraya menatap wajah Sisi yang sama bingungnya.

"Gus Badar nggak ada yang mau diomongin ke aku?" tanya Sisi seraya menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuknya.

"Enggak."

"Beneran?"

"Beneran. Nanti kalau saya butuh bantuan pasti panggil kamu kok. Sekarang temani Gamal tidur saja. Sudah malam," ujar Badar yang tentu saja membuat Sisi terkejut sekaligus senang.

Terkejut karena Badar ternyata tidak marah, dan senang dengan alasan yang sama.

Sisi pun menggandeng Gamal keluar dari ruang kerja Badar. Sisi berjalan menuju kamar Gamal dengan perasaan bingung.

"Bisa bisanya dia nggak marah?"
.
.
.
Jangan lupa vote dan komen guys💖

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang