🌼 17. IBU RUMAH TANGGA BARU

9.4K 400 3
                                    

Badar kembali dari masjid ponpes, izin pulang terlebih dahulu dan tidak ikut dalam pembacaan sholawat nariyah yang biasanya rutin dibaca oleh para santri setelah melaksanakan sholat subuh. Badar memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, karena teringat pada Sisi yang masih tertidur lelap di kamar dan belum menunaikan sholat subuh.

Badar menatap tubuh mungil yang meringkuk di dalam selimut. Bibirnya berkedut saat mengingat kelakuan gadis itu kepadanya. Jujur, Badar masih tidak menyangka bahwa ia telah memperistri murid ngajinya dulu. Murid bandel yang jarang mengerjakan PR, murid bandel yang sering bolos kalau ditagih setor hafalan surat pendek, murid bandel yang suka maling mangga di pohon mangga depan aula utama Ponpes_sepulang dia ngaji, dan murid yang dengan lantang dan berani menyatakan perasaannya dibawah guyuran hujan. Ya, Badar mengingat itu semua.

Badar duduk di bibir ranjang dengan tenang, kemudian mengelus pundak Sisi pelan.

"Siii, sholat subuh dulu yuk," ucap Badar seraya mengelus pundak Sisi supaya gadis itu bangun.

Sisi yang dibangunkan dengan cara halus seperti itu malah tidak bergerak sama sekali. Gadis itu tetap lelap dalam tidurnya.

"Siii," ucap Badar lagi. Kali ini ia mengguncang pelan bahu Sisi.

Sisi yang merasa terganggu pun merengek dengan mata terpejamnya," iiih, masih ngantuuuk," ucap Sisi yang kini malah kembali mencari posisi ternyaman nya.

"Sholat subuh dulu." Badar kembali mengguncang tubuh Sisi.

"Aduuuh, lima belas menit lagi yaaa. Janji deh bakal bangun," balas Sisi dengan mata yang masih terpejam.

"Nggak, bangun sekarang," celetuk Badar.

Hening. Sisi sengaja tidak menjawab dan tetap melanjutkan tidurnya.

"Siii?"

Tak ada jawaban.

Badar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Badar baru tau ternyata membangunkan Sisi bisa sesusah itu.

"Si, ayok bangun."

"Gamau!"

"Gamau bangun beneran nih?"

"Hm."

"Cium nih."

Mata Sisi yang semula terpejam, kini terbuka sempurna, bahkan tubuhnya yang terbaring nyaman di kasur pun kini telah bangkit sempurna dengan posisi duduk tegap.

"Iiih, apaan sih! Gus Badar mesum!" Seloroh Sisi sebal seraya menabok lengan Badar.

"Aduh kok di tabok sih."

"Ya lagian, ngapain sih bilang cium cium gituuu, iiih."

Badar menyemburkan tawanya, reaksi Sisi kali ini sungguh membuat Badar ingin menjiwel pipi Sisi yang menggembung sebal itu.

"Ya makanya sholat, kalo nggak mau di cium. Lagian kenapa saya dikatain mesum sih? Kan kamu istri saya," jelas Badar yang belum usai dari tawanya.

Sisi yang bersungut sungut itu pun bangkit dari kasur dan mulai berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu," awas aja ya bilang gituan lagi!" ancam Sisi seraya mengacungkan telunjuknya kepada Badar dengan muka sebal. Tentu saja Badar hanya menanggapinya dengan sisa sisa tawanya.

***
Pagi ini, Sisi memasak telur balado, oseng oseng yang berisi kacang polong, buncis dan wortel yang diiris kotak kotak kecil, sambal terasi, dan juga tempe petis. Gadis itu juga memasak telur gulung ala Korea yang dicampur dengan banyak sayur untuk Gamal. Tidak ketinggalan, Sisi juga membuat beraneka gorengan dan juga fuyunghai. Sisi membuatnya dengan porsi yang lumayan banyak, karena ia berniat untuk membagikannya kepada Nenek dan juga Ummah Abah.

"Gus, sarapannya sudah siap!" ucap Sisi setengah berteriak karena kini Badar masih sibuk dengan pakaiannya di kamar dan Sisi yang sibuk dengan makanan di meja makan.

Gamal yang sudah rapih dengan seragam sekolahnya hanya bisa menatap telur gulung yang Sisi buat. Bocah itu terlihat penasaran dan ingin cepat mencoba makanan berwarna kuning dengan bercak bercak sayur di dalamnya itu. Aturan makan di keluarga Badar adalah, jika salah satu personil belum tiba di meja makan, maka prosesi makan belum boleh dimulai. Itu kenapa, Gamal hanya bisa menatap telur Gulung nya.

"Abi ayo cepet kesininya, Gamal sudah lapal!" ucap Gamal yang ikut ikutan berteriak untuk memanggil Abinya, seperti yang Sisi lakukan.

Badar keluar dari kamar dengan setelan jas dan juga tas kerja miliknya. Sisi yang melihat itu hanya bisa menatap bingung.

"Kamu kerja, Gus?" tanya Sisi aneh.

Pagi tadi Sisi hanya menurut saja saat diminta untuk menyetrika setelan Jas yang Badar maksud. Dan pertanyaan tadi, sebenarnya sudah ingin Sisi tanyakan sejak Badar memintanya menyetrika setelan itu. Namun ia urungkan karena harus mengejar waktu, agar Semuanya bisa beres pada pagi hari.

"Kalo saya tidak kerja, mana bisa saya menafkahi dan menyekolahkan anak saya," jawab Badar seraya duduk di kursi yang sudah tersedia. Badar menatap takjub makanan yang ada di meja makan kali ini. Biasanya, Badar dan Gamal hanya bisa makan makanan dari restoran yang Badar pesan, atau paling tidak ikut jatah dari dapur pondok yang memang selalu menyisihkan makanan untuk keluarga ndalem.

Jika ditanya, apakah dulu almarhumah Mutia juga bisa memasak bervariatif Sisi? jawabannya adalah tidak. Dulu, Mutia bukan tidak bisa memasak, hanya saja almarhumah bilang, dia keburu jika harus masak dulu dan harus menyiapkan pakaian untuk Badar berangkat ke kantor serta pekerjaan rumah yang ina inu banyaknya.

Bukannya Badar mau membanding bandingkan. Badar memaklumi itu semua kok, karena Badar tahu, menjadi ibu rumah tangga memang tidak mudah. Hanya saja, sekarang ini Badar dibuat takjub dengan hasil pekerjaan Sisi. Walau pun Sisi susah dibangunin, namun Sisi mampu menyiapkan pakaian kantor Badar, memandikan Gamal dan mengurusi printilan printilan sekolah Gamal, dan gadis itu juga dengan cepat bisa menyajikan makanan yang banyak di waktu sesingkat itu. Meskipun kali ini Sisi belum sempat mengurus dirinya sendiri, akan tetapi Sisi patut diacungi jempol.

Sisi dengan piyama Rilakuma nya ikut duduk di kursi meja makan. Dengan tangan yang cekatan, gadis itu mengambilkan sarapan untuk Badar," memangnya kamu kerja dimana?" tanya Sisi seraya menyendokkan nasi ke piring milik Badar.

"Di kantor."

"Ya iyaaa, kantor mana maksud akuuuu. Eh, mau gorengan nggak ini? Mau aja ya biar kenyang."

"Kantor Saya."

Sisi memutar bola matanya jengah," Ya Iya kantor kamuuu. Maksud aku, nama kantornya apa? Nggak mungkin kan, itu kantor punyamu sendiri."

"Itu memang kantor saya sendiri. Saya pendirinya."

Mata Sisi membola mendengar apa yang baru saja Badar ucapkan," Beneran?" tanya Sisi tidak percaya. Sisi menyerahkan sepiring makanan beserta lauk pauk yang ia buat di hadapan Badar.

"Buat apa saya bohong."

"Waaaah, selama ini mobil hitam yang wara wiri lewat depan rumah itu kamu, Gus?" tanya Sisi, yang kini giliran mengambilkan makanan untuk Gamal, bocah yang sudah kelaparan sejak tadi.

"Iya, karna mobil Abah kan yang warna putih."

Sisi pun menanggapi jawaban Badar dengan mengangguk mengerti. Ternyata selama ini, sebenarnya Sisi sering melihat mobil milik Badar berseliweran lewat depan rumahnya, namun Sisi tidak tau saja ternyata Badar lah yang ada di dalam mobil hitam itu.

Hening. Tidak ada satupun yang berbicara setelah pembahasan tadi selain suara dentingan sendok di meja makan. Gamal pun tidak rewel minta disuapin, anak itu dengan mandirinya makan makanannya sendiri dengan lahap tanpa bersuara.

Sebenarnya, sejak tadi berada di kamar, ada beberapa hal yang berkecamuk dipikiran Badar, dan ia ingin menanyakan hal itu kepada Sisi. Namun lumayan maju mundur. Akan tetapi, alangkah lebih baiknya mungkin harus ia tanyakan.

"Si."

"Hm?" Jawab Sisi dengan mulut penuh dengan makanan. Pipinya menggembung lucu sama seperti Gamal.

"Kamu...sudah tidak terpaksa kan, berumah tangga dengan saya?" tanya Badar yang kemudian disusul dengan Sisi yang batuk batuk karena keselek makanan yang belum sempat ia telan.
.
.
Happy reading everyone!!! Jangan lupa vote dan komeeeeen💖

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang