🌼 30. DUA SYARAT

8.3K 398 11
                                    

Setelah heboh berfoto ria, Sisi dan Badar mulai memposting hasil foto mereka sesuai keinginan Sisi. Kemudian setelah selesai memposting foto couple mereka pun memutuskan untuk merebahkan tubuh mereka dikasur dan berencana untuk mulai tidur.

Sisi membaringkan tubuhnya dengan posisi miring menghadap ke arah Badar, sedangkan Badar menghadap lurus ke atas, kearah langit langit kamar.

"Gus," panggil Sisi.

"Hm?"

"Kenapa Gus Badar memilih aku untuk dijadiin istri? Kenapa Gus Badar memilih untuk mencintai aku daripada orang lain?" tanya Sisi. Sebenarnya pertanyaan ini sudah lama sekali ingin Sisi lontarkan, namun rasanya lumayan maju mundur dan takut akan segalanya, entah takut kecewa, sedih, tidak pantas, dan masih banyak hal lagi yang Sisi takutkan. Namun, dirasa pikiran Sisi sudah sangat penuh, akhirnya Sisi memberanikan diri untuk menanyakan hal ini kepada Badar.

Badar yang mendengar pertanyaan dari Sisi, merasa pertanyaan itu cukup serius, akhirnya Badar mengubah posisi tidurnya sama seperti Sisi. Badar menghadap ke arah Sisi. Jadi, mereka berdua kini saling berhadapan.

Badar diam seraya menatap Sisi.

"Kok diam? Kenapa Gus Badar maunya nikah sama aku?" tuntut Sisi yang merasa tidak sabar untuk mendengar jawaban dari Badar.

"Saya mau jawab, tapi ada syaratnya," balas Badar seraya mengeluarkan seringainya.

"Aku turutin deh semua persyaratannya. Ayok cepetan, apa syaratnya?" ucap Sisi. Demi mendengar jawaban yang sebenarnya, Sisi rela memenuhi semua syarat yang Badar ajukan.

"Yakin nih, mau menerima apapun syaratnya?" tanya Badar yang lagi lagi mengeluarkan seringainya. Sisi yang melihat seringai itu jadi ngeri sendiri.

"Iya ih, dibilangin jugaaaa. Apa syaratnya?"

"Syaratnya ada dua. Yang pertama...saya mau kamu jangan panggil saya Gus," pinta Badar dengan mengungkap persyaratan yang pertama.

Sisi mengerutkan keningnya," terus mau dipanggil apa kalau tidak dipanggil Gus?" tanya Sisi kebingungan.

"Terserah kamu mau panggil apa, tapi jangan panggil Gus."

Sisi berusaha untuk memikirkan, enaknya Badar dipanggil dengan panggilan apa. Syaratnya memang tidak sulit bagi Sisi, namun ini seperti syarat jebakan untuk Sisi. Sisi dibuat berfikir keras, ia bingung harus memanggil Badar dengan apa.

"Di panggil Kang, mau?" tanya Sisi.

Badar mengeluarkan wajah hambar," kamu samain saya dengan Kang santri, Si?"

Sisi tergelak kala menemukan wajah bete Badar yang dilihat lihat cukup menghibur.

"Yaudah ih, mau dipanggil apaaaaaa? Aku gatau mau panggil kamu apa Gus, di panggil Om nggak mau kan pastinya?"

"Sekali lagi panggil Om, saya cium kamu, Si."

Mata Sisi membola," iiiih mesuuum! Udah ih cepet minta dipanggil apaaa?"

"Saya juga bingung."

Sisi merotasikan bola matanya. Bisa bisanya Badar membuat persyaratan yang dia sendiripun bingung.

"Yaudah aku kasih opsi. Gus Badar pilih mau yang mana. Gus mau dipanggil Kang, suamiku, Abi, Mas, Darling, Honey?" Tawa Sisi meledak kala ia sampai pada kata Darling dan Honey, begitupula Badar. Mereka berdua sama sama geli mendengar dua kata itu. Darling dan Honey, euh.

"Saya pilih, Mas saja," celetuk Badar sebagai jawaban.

"Okeeee, Gus."

"Mas, Sisiii."

"Oiyaaaaa. Oke, Mas. Syarat keduanya apa?" tanya Sisi diiringi dengan deheman pereda rasa canggung karena aneh rasanya memanggil Badar dengan panggilan "Mas"

Badar kembali menyeringai," syarat kedua...." Badar menepuk nepuk kasur tepat di sebelah ia merebahkan tubuh," jangan berjauhan, kamu tidurnya sini deketan," ujar Badar.

Ya, Sisi dan Badar selama ini masih memangkas jarak yang jauh saat tidur. Mereka satu ranjang namun berasa masih musuhan.

Sisi terdiam, hatinya sudah kalang kabut sampai pipinya merona. Rasanya ingin sekali Sisi menghilang dari tempat ini, Badar pasti sudah melihat rona di pipi Sisi.

"Kenapa harus deketan?" tanya Sisi.

"Kamu istri saya, kalau kamu lupa."

Dengan gerakan ragu, Sisi beringsut mendekat ke arah Badar, tepat di sebelah Badar dengan jarak dua jengkal jari, Sisi berhenti beringsut.

"Istri pintar." Badar mengusak rambut Sisi gemas. Semakin kesini Sisi memang semakin menurut dengan Badar. Semoga saja selalu ada peningkatan dalam diri Sisi.

Sisi yang tidak berani menatap wajah Badar dengan jarak sedekat itu hanya bisa menatap dada Badar yang berbalut piyama kotak kotak berwarna ungu pastel.

"Udah semua kan? Yaudah cerita, kenapa Gus Badar...maksudnya, kenapa Mas maunya nikah sama aku," tuntut Sisi.

Sebelum Badar menjawab dan memulai ceritanya untuk Sisi, Badar mengelus elus kepala Sisi, yang jelas membuat Sisi lumayan berjengit karena kaget. Namun kekagetan Sisi tidak membuat Sisi melarang Badar untuk berhenti mengelus elus kepalanya. Entahlah, Sisi merasa suka saat Badar melakukan itu.

Tidur sedekat itu dengan Badar, ditambah dielus elus kepalanya sama Badar, nikmat mana lagi yang dapat didustakan. Itu yang ada di otak Sisi.

"Kamu percaya nggak Si, kalau saya suka sama kamu sejak kamu kecil?" ucap Badar memulai ceritanya.

Sisi tertegun," iyakah? Aku masih kecil? Tepatnya kapan?" tanya Sisi beruntun, yang kali ini ia mendongak dan berusaha menatap wajah Badar.

"Waktu kamu jadi murid saya di madrasah Diniyah."

"Hah?! Yang bener ih!" Sisi memukul kecil dada bidang milik Badar.

"Aduh, kok dipukul sih. Iya beneran, untuk apa saya bohong?" jawab Badar yang memang merasa sudah harus mengakui semuanya.

"Kamu nolak aku dibawah pohon mangga loh Mas, kalau kamu lupa," omel Sisi. Bagaimana tidak ngomel? Jelas jelas dulu Sisi ditolak mentah mentah di bawah pohon mangga dekat aula utama, bisa bisanya sekarang Badar bilang kalau dia menyukai Sisi sejak Sisi kecil?

"Kan ceritanya belum selesai Sisiii."

Sisi menatap wajah Badar kembali, masih tidak percaya manusia tampan yang serba bisa namun minim dalam hal dapur itu menyukainya sejak dulu. Tidak percaya campur bingung karena realitanya lelaki itu pernah memporak porandakan hati Sisi kecil.

"Yaudah lanjut," pinta Sisi.

"Tapi sebelumnya, saya mau, setelah kamu mendengar cerita ini kamu tidak akan menganggap Ummah dan Abah adalah orang tua yang buruk. Saya takut, setelah saya menceritakan ini kamu akan menilai Ummah dan Abah adalah orang tua yang buruk," pinta Badar yang sangat diluar prediksi Sisi.

Sisi menatap wajah tampan Badar. Merasa tidak percaya ternyata manusia sesempurna Badar bisa merahasiakan permasalahannya dengan orang tuanya. Sisi lihat mereka harmonis harmonis saja, namun ternyata tidak, ada sesuatu dibalik itu semua. Dan kini, Sisi juga merasa semakin dekat dengan Badar, karena sekarang Badar akan menceritakan salah satu rahasianya kepada Sisi.

"Iya Mas, aku nggak akan berfikir seperti itu," balas Sisi yang tanpa sadar kini tengah mengusap usap lengan Badar. Sisi reflek karena melihat sorot mata Badar yang berubah menjadi sedih dan tidak seperti biasanya.

Badar sendiri pun merasa mendapat tempat pulang dan rumah sesungguhnya kala Sisi mengusap lengannya saat perasaan Badar tertuju pada masa itu, masa dimana Badar sama sekali tidak punya tempat mengadu.
.
.
.

Haloooo, aku putus dulu yaaa perbincangan Sisi dan Badar nya , xixixi...

Nanti akan dilanjut di part berikutnya. Penasaran kan kenapa Badar mau menikahi Sisi?

Jangan lupa vote dan komen yang banyak pokoknya💝

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang