Sudah satu jam Gavin berada di sini duduk di tapi danau. Ia bolos sekolah. Ia memilih ke tempat yang sepi dan cukup membuatnya tenang. Sudah beberapa kali ia melempar batu kecil yang ada di dekatnya ke danau. Cukup untuk menjadikan pelampiasan dari masalahnya.
"Ego terlalu tinggi gak bakal bikin masalah kalian selesai." Ucap seseorang.
Gavin menoleh sesaat ke orang yang tiba-tiba datang.
"Buat apa lo peduli sama urusan gue?" Tanya Gavin.
Cowok itu ikut duduk di dekat Gavin. "Pasti gue bakal urus karena gue terlibat."
"Emang lo akar dari permasalahan gue dan Ayna."
"Makanya gue mau jelasin ke lo sebelum gue pulang besok ke Bandung. Gue mau selesain kesalahpahaman ini."
"Mending lo pergi dari sini. Gue mau sendiri."
Devan tidak peduli dan tetap mengajaknya ngobrol. "Kenapa lo gak percaya sama penjelasan Ayna?"
"Bukan urusan lo."
"Apa yang Ayna jelasin memang seperti itu. Gak mungkin kita ngelakuin hal yang seperti apa yang lo pikirin."
"Gak cukup untuk kalian yang ketemu diam diam di belakang gue? Terus pas pulang lanjut chattingan sok bahas masalah ini padahal itu cuma sebagai alasan." Gavin mulai emosi.
"Jangan asal nuduh. Ayna minta tolong ke gue buat jelasin ke lo tentang apa yang terjadi sebenarnya. Itu doang, selebihnya gak ada pembahasan lain. Ayna nangis semalam. Dan itu gara-gara lo."
"Kenapa salahin gue?"
"Karena lo lebih percaya sama si pengirim foto gak jelas itu daripada istri lo sendiri?"
"Kenapa lo bisa tau, Ayna istri gue?"
"Ayna ngasih tau gue semalam kalau kalian udah nikah muda."
"Bagus deh kalau lo tau. Sekarang lo bisa paham kan suami mana yang gak marah kalau istrinya mencium cowok lain."
"Istri mana juga yang gak sakit hati saat suaminya lebih percaya foto gak jelas asalnya daripada istrinya sendiri yang sudah berkata jujur."
Gavin terdiam membisu.
"Yang lo liat cuma foto. Sebuah foto yang gak jelas dikirim oleh siapa. Coba lo pikir-pikir lagi, bisa saja orang yang ngirim foto itu pengen bikin hubungan kalian berantakan. Setelah orang itu tau lo marah sama Ayna, dan berakibat hubungan kalian gak baik, terus ego lo makin tinggi sampai mau pisah akan membuat orang itu akan senang. Dan pada akhirnya lo akan menyesal karena gak percaya sama istri lo dari awal."
Lagi lagi Gavin terdiam. Ia baru sadar. Benaknya baru memikirkan tentang si pengirim foto itu. Perkataan Devan ada benarnya, bisa saja orang itu punya maksud tertentu dan tujuan untuk membuat hubungannya dengan Ayna renggang.
"Lo pengen biarin orang itu yang menang?"
Namun ego dan rasa cemburu lebih besar dari rasa percaya.
"Gue tetap gak percaya."
Devan menghela napas gusar. "Apa yang harus gue lakuin supaya lo percaya?"
"Saksi yang melihat kalian gak melakukan hal tersebut."
***
Hingga malam ini Ayna frustasi karena Gavin belum juga pulang.
"Kamu kemana sih, Gav?" Ayna tampak gelisah, apalagi sampai sekarang nomor suaminya belum juga aktif. Ia ingin keluar mencari, tapi tidak tau mencari kemana.
Karena lelah berpikir dan habis menangis ia pun mulai mengantuk. Tanpa sadar ia akhirnya tidur.
Beberapa jam kemudian seseorang membuka pintu kamar dan melangkah masuk yang tak lain adalah Gavin. Ia mendekat ke arah Ayna yang sedang tidur dengan posisi duduk di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVNA [Perjodohan] END
Teen FictionAyna tidak pernah menyangka akan menjadi seorang istri dari cowok yang akan dijodohkan dengannya, teman kelasnya waktu smp yang bernama Gavin. Gavin sendiri juga tak menyangka adanya perjodohan dari orangtuanya. Apalagi disuruh menikah di umur yang...