Tidak terasa tiba hari ini berlangsungnya ujian di hari terakhir. Sebagian siswa siswi mungkin sudah mempersiapkan dengan matang di jauh-jauh hari dan ada juga baru semalam, atau ada juga yang sama sekali tidak belajar. Itu pun mungkin hanya buka buku lalu sekedar membaca tanpa masuk ke otak.
Saat ini ujian mata pelajaran yang mengerikan bagi sebagian siswa yang tidak menyukai mapel tersebut. Apa lagi kalau bukan matematika. Waktu ujiannya sudah dimulai lima menit yang lalu.
Farel yang kesulitan menyontek karena harus berpisah duduk dengan kedua temannya. Gavin berada di meja paling depan bagian pojok kanan dan Aska di meja bagian tengah barisan kedua. Sedangkan Farel di belakang. Hal itu membuat mereka bertiga susah menyontek satu sama lain.
Kertas kosong yang dibagikan untuk dipakai mencoret coret untuk menghitung malah dipakai menggambar. Siapa lagi kalau bukan Aska si ahli menggambar. Cowok itu malah menyoret nyoret sampai terbentuk gambar seseorang.
Lain lagi dengan Farel yang hanya menatap kertas itu bergantian dengan kertas soal ujiannya. Ia bingung ingin mencoret dan menjawab apa. Satu rumus saja pun tidak ada yang tersimpan di otaknya. Kapasitas otaknya tentang matematika sangat di bawah standar.
Tiba-tiba satu ide terlintas di otak Farel. Ia dengan sengaja melempar pulpennya hingga menggelinding sampai di meja Gavin.
"Apa itu?" Tanya pak pengawas saat mendengar ada suara.
"Pulpen saya jatuh, pak."
"Kenapa bisa sampai di meja depan?"
"Ya gak tau pak."
"Kamu pikir bapak gak tau kalau itu cuma alasan kamu. Pulpen jatuh kok sampai di depan."
"Saya saja bingung pak. Apa yang menurut bapak gak bisa bisa aja jadi bisa kalau kenyataan emang begitu."
"Bisa saja kamu bikin alasan ya. Kamu sengaja jatuhin sampai di depan karena mau nyontek punya teman kamu kan."
"Gak gitu pak. Memangnya bapak mau ambilin pulpen saya?"
"Kamu berani nyuruh bapak?"
"Cuma nanya aja pak."
"Yasudah ambil pulpen kamu. Makin panjang urusannya kalau ladenin kamu. Semuanya kembali fokus ujian!"
Farel pun beranjak untuk mengambil pulpennya di depan.
"Kenapa kamu malam diam di situ, Farel?"
"Maaf pak." Setelah itu ia kembali ke mejanya. Ia bersorak dalam hati karena berhasil mengintip sedikit jawaban Gavin. Farel mulai menyalin lima jawaban soal yang sempat ia intip. Selebihnya cap cip cup aja. Masalah benar atau tidaknya itu urusan belakang.
***
Ayna tampak serius mencoret coret kertas kosong di hadapannya. Sudah beberapa soal yang sudah ia kerjakan. Ayna lumayan pintar dalam matematika jadi ia tidak terlalu risau untuk mengerjakan. Begitupun Salma yang juga sedang fokus dengan soal ujiannya walaupun sesekali menguap karena semalaman belajar.
Sangat beruntung meja Ayna tepat di depan mejanya. Lebih beruntung lagi Ayna bukan tipe teman yang jika sedang ujian akan susah dimintai jawaban atau pelit, atau pura-pura mendadak tuli. Justru Ayna akan memberitahukan jawaban jika ada yang Salma tidak tahu.
Seperti sekarang Salma lupa soal rumus yang digunakan di soal nomor 24. Lebih dulu ia melihat situasi dan saat terlihat aman ia pun mencolek punggung Ayna mengunakan pulpen.
"Gue lupa rumus soal nomor 24. Lo tau?"
Ayna menggangguk. Baru saja Ayna ingin menyahut, justru Salma lebih dulu menyahut kembali. "Jelasin rumusnya malah makin panjang. langsung jawaban aja ya, Na."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVNA [Perjodohan] END
Teen FictionAyna tidak pernah menyangka akan menjadi seorang istri dari cowok yang akan dijodohkan dengannya, teman kelasnya waktu smp yang bernama Gavin. Gavin sendiri juga tak menyangka adanya perjodohan dari orangtuanya. Apalagi disuruh menikah di umur yang...