Dua puluh

98 18 2
                                    

"Hyei, layani meja dua puluh, ya," ucap Kai salah satu seniornya di coffee shop.

Hyei mengangguk, lalu segera melaksanakan tugasnya. Dua pria mengenakan masker duduk di sana. Meja dua puluh yang letaknya di pojok kanan. Mereka berdua tengah bercengkrama saat Hyei membawa nampan berisi vanila latte dan americano.

"Permisi, Tuan-tuan, ini pesanan Anda," ucap Hyei.

Salah seorang dari mereka mengangkat wajah, lalu membaca nametag Hyei. "Oh, jadi kau yang bernama Min Hyei, ya. Cantik juga."

Hyei tak mengerti maksud pria itu, tapi dia tetap membungkuk dan berterima kasih.

"Boleh minta nomor ponselmu?"

"Ah, tapi ...." Hyei membungkuk sekali lagi. "Maaf, saya tak bisa memberikannya. Saya permisi, Tuan."  Hyei pun segera meninggalkan meja itu. Dia sedikit takut. Sesekali dia melirik ke meja itu dan masih dilihatnya pria tadi memperhatikan langkahnya. Itu membuat Hyei kian gugup.

"Ada apa?" tanya Kai, tapi Hyei hanya menggeleng.

Gadis itu mencoba mengabaikan keberadaan dua pria tadi. Dia tetap bekerja seperti biasa, tapi dia tahu bahwa dua pemuda itu masih mengawasinya seolah-olah dia akan menjadi target buruan malam ini.

Sepuluh menit kurang dari berakhirnya jam kerja malam itu, dua pemuda tadi meninggalkan mejanya. Hyei kian was-was. Dia tak bisa memastikan dua pria itu benar-benar pergi atau malah menunggunya di suatu tempat.

Karena gugup dan ketakutan, Hyei tak sadar jika semua karyawan telah pergi dan hanya menyisakan dia sendiri. Padahal tadi dia bermaksud mengekor pada Kai, setidaknya sampai di halte bus.

Hyei mematut diri tak berani menjauh dari depan pintu karyawan coffee shop. Pintu itu sudah dikunci oleh karyawan yang akan tugas besok pagi dan kuncinya dibawa pulang untuk dipakai membuka coffee shop esok. Hyei melempar pandangan ke arah parkir karyawan yang sudah sepi. Setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Hyei pun bergegas melangkah menuju halte.

Hyei melangkah dengan panik. Berusaha berjalan secepat yang dia bisa sambil terus melihat ke sekitar, tapi tiba-tiba dari balik pohon sakura seseorang menariknya. Spontan Hyei menjerit dan menangis. Dia terjerembab lemah. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan.

"Hyei ... Hyei, ada apa?" Hoseok sangat terkejut dengan reaksi gadis itu. Dia mengguncang tubuhnya agar Hyei bisa melihatnya. Menyadari Hyei gemetaran, Hoseok segera memeluknya. "Tenanglah, ini aku, Hyei tenang."

"Appa ...," lirih gadis itu, lalu memeluk Hoseok dengan erat. "Jangan tinggalkan aku, aku takut. Jangan pergi, Appa, jangan pergi ...," ucapnya dengan mulut bergetar.

"Tidak, aku ada di sini. Aku tak akan meninggalkanmu. Tenanglah." Hoseok mengusap punggung gadis itu. Padahal baru seminggu mereka tak bertemu, tapi Hyei sudah jadi seperti ini. Setelah selesai latihan, Hoseok bergegas ke tempat itu untuk menjemput Hyei. Dia ingin mengajak Hyei menonton film seperti minggu lalu.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hoseok memastikan. Hyei pun mengangguk.

"Antarkan aku pulang, tolong ... jangan tinggalkan aku di sini." Hyei menatap Hoseok dengan tatapan memelas. Wajahnya telah basah oleh air mata.

Hoseok kembali merasa bersalah atas peristiwa lalu, saat itu Hyei tak memohon seperti sekarang. Saat itu Hyei masih tampak sedikit lebih tegar, tapi hari ini gadis itu begitu rapuh dan hancur. Tanpa banyak bicara, Hoseok mengangkat tubuh Hyei dan membawanya ke mobil yang terparkir di dekat pohon untuk sedikit bersembunyi agar tak ada yang mengenalinya.

Di dalam mobil, Hoseok memberi Hyei sebotol air, lalu mengusap derai air mata di wajah gadis itu. Dirapikannya rambut Hyei yang berantakan. "Ceritakan padaku ada apa, Hyei." Hoseok berucap lembut, tapi gadis itu hanya menggeleng. "Baiklah jika kau belum siap untuk cerita, jangan ceritakan sekarang. Aku akan menunggu kau merasa lebih baik untuk bisa bercerita."

Hyei pun mengangguk. Malam itu, Hoseok terpaksa membatalkan rencananya untuk menonton film. Dia memutuskan untuk mengantar Hyei pulang.

Hyei terduduk di lantai. Tubuhnya masih gemetar dan terasa tak bertenaga.

"Apa kau sudah makan?" tanya Hoseok.

"Aku ... aku hanya ingin tidur. Aku lelah," ucap Hyei lemah dan terbata-bata.

Hoseok mengangguk. "Kalau gitu, aku pamit pulang, ya. Kunci pintunya dari dalam. Jangan lupa hubungi aku jika terjadi sesuatu. Kau harus membuka blokiran nomorku."

Hyei mengangguk. Hoseok pun mengusap kepala Hyei dengan lembut.

"Aku pergi, jaga dirimu."

Hoseok meninggalkan gadis itu. Akan tetapi, baru saja dia hendak membuka pintu, Hyei menubruk dan memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi, kumohon ...," ucap Hyei.

Hoseok bingung harus berbuat apa. Dia hanya mematung, tapi kemudian didengarnya Hyei terisak. Pria itu pun membalik badan dan memeluk tubuh Hyei.

"Aku tak akan meninggalkanmu. Malam ini, aku akan menemanimu. Aku janji." Dengan hati-hati Hoseok membimbing Hyei menuju pembaringan, membantunya untuk tidur. Hyei tetap memeluk lengan Hoseok, sementara dengan satu tangan yang lainnya Hoseok membelai rambut Hyei hingga gadis itu terlelap.

Dalam keadaan terlelap pun Hyei tak mau melepaskan genggaman tangannya. Hoseok tak bisa bergerak ke mana-mana. Akhirnya dia memutuskan untuk merebahkan diri di sisi Hyei. Untungnya tadi dia sudah mengatakan pada member yang lain bahwa dirinya tak akan pulang ke dorm, jadi sekarang dia tak perlu mengirim kabar lagi.

Tidur Hyei kian lelap. Pegangan tangannya pada lengan Hoseok mulai mengendor. Hoseok pun membebaskan dirinya dan menyamankan posisi mereka berdua.

Hoseok menatap Hyei yang terlelap dengan damai. Wajahnya setenang bayi, begitu cantik dan teduh. Saat tengah asyik Hoseok memperhatikan tiap lekuk wajah Hyei, gadis itu tiba-tiba memeluknya membuat wajah mereka hampir bersentuhan. Degup jantung Hoseok berpacu. Posisi itu membuatnya gugup. Merasakan hembusan napas Hyei di wajahnya hampir membuatnya gila, begitu hangat dan memabukkan. Hoseok tak berkedip sedikitpun memperhatikan wajah cantik di depannya. Perlahan dengan mengumpulkan keberanian, dia mencium bibir gadis itu.

Bibir yang begitu manis dan menggoda. Hoseok melumatnya dengan sangat lembut agar gadis itu tak terbangun. Hyei mengerang pelan saat Hoseok menyesap bibirnya, tapi bukannya terganggu, gadis itu malah merapatkan pelukannya hingga dadanya menempel di tubuh Hoseok.

Jantung Hoseok kian berpacu, pikirannya mengingat kejadian di pantai saat dia tak sengaja melihat betapa montoknya buah dada gadis itu. Bibir mereka masih menyatu, Hoseok pun kembali melumat bibir kenyal itu. Sesaat kemudian dia menyadari bahwa sesuatu di balik celananya telah mengeras. "Matilah aku! Bagaimana kalau Hyei terganggu karena belalaiku," rutuknya dalam hati, tapi masih tak ingin melepas pagutannya. Bibir Hyei seperti candu yang membuatnya ketagihan dan tak ingin berhenti.

TBC

Kurang asem si Hoseok. Hyei minta dilindungi karena takut dijamah orang, malah dia sendiri yang embat. Wkwkwkwkwk.

Katanya nggak cinta, tapi doyan nyosor. Maklumlah bunga baru mekar, nikmatnya bikin nggak nahan.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang