Dua puluh satu

97 16 1
                                    

Rasanya Hoseok ingin sekali membuka kancing baju yang dikenakan Hyei dan meraba dada gadis itu. Bayangan belahan dada Hyei yang begitu menggoda dan menggairahkan terus berputar-putar di pikirannya. Tapi, Hoseok berusaha mati-matian menahan diri, hingga keringat membasahi tubuhnya. Hawa ruangan itu jadi terasa begitu panas dan membuatnya gerah. Hoseok tak dapat memejamkan mata sedetikpun.

Hyei mengerang saat Hoseok melepas pagutannya untuk menarik napas guna menetralisir hasratnya yang sebentar lagi mencapai ubun-ubun. Mata indah gadis itu mengerjap pelan. Dia meraba orang yang dipeluknya dan menyadari Hoseok masih ada di kamarnya, bahkan tidur seranjang dengannya.

"Appa, apa yang kau lakukan di sini?"

Hoseok memejamkan matanya sesaat. Dalam hati dia bersyukur karena belalainya telah tidur mlungker di sarangnya.

"Appa!" Hyei berteriak membuat Hoseok menghela napas.

"Apa kau lupa apa yang kau lakukan padaku semalam?"

Hyei pun terdiam mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, dia pun menatap Hoseok dengan tatapan menyesal. "Maaf," ucapnya lirih.

Hoseok mendudukkan dirinya, dia pun menuntun Hyei untuk duduk. "Hyei, apa kau masih ingin menutupi yang terjadi? Ada apa sebenarnya? Bagaimana aku bisa membantumu jika tak kau ceritakan masalahnya?"

Hyei menunduk. "Semalam ... semalam ada pelanggan yang membuatku takut. Aku merasa mereka mengawasiku dan membuntutiku."

"Mereka?" Dahi Hoseok berkerut. Dia menatap Hyei lamat-lamat. "Mereka siapa? Apa kau tak mengenalnya?"

Hyei menggeleng. "Mereka dua pria asing yang memakai masker. Bahkan jika aku bertemu dengannya nanti, aku tak akan bisa mengenalinya."

Hoseok terdiam. Ada sesuatu yang aneh yang dia rasakan, tapi tak dapat diceritakannya kepada Hyei. Dia tak ingin gadis itu berpikir macam-macam. "Aku rasa mereka hanya iseng. Sudah jangan dipikirkan lagi, ya. Kau tidur lagi saja," ucap Hoseok berharap Hyei bisa tenang kembali.

"Tapi, kau mau ke mana?" Hyei menatap Hoseok yang turun dari ranjang.

"Aku lapar. Apa kau punya ramen?"

Hyei mengangguk. "Ada di laci dapur. Tunggulah aku akan membuatkannya untukmu."

"Tidak kau tidur saja. Ini masih malam, kau butuh istirahat agar bisa bekerja esok."

"Benar tak apa-apa jika kau membuatnya sendiri?"

Hoseok mengangguk. Dia pun meninggalkan Hyei di kamarnya. Di depan pintu kamar Hyei, Hoseok menatap bagian bawah tubuhnya, lalu memukul belalainya pelan. "Jangan macam-macam kalau tak ingin terjadi masalah," rutuknya.

Waktu baru menunjuk pukul tiga pagi. Hoseok membuat ramen untuk dirinya sendiri, lalu duduk di ruang tengah menikmati lezatnya hidangan di depannya. Tak berapa lama terdengar langkah kaki yang berjalan pelan. Hyei mendudukkan dirinya di sebelah Hoseok.

"Kenapa bangun?"

Hyei menatap frustasi. "Aku tak bisa tidur dan bibirku sakit. Sepertinya saat tertidur tadi aku tanpa sengaja menggigitnya."

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Hoseok terbatuk-batuk karena tersedak kuah ramennya atau juga tersedak mendengar ucapan polos Hyei. Pria itu menepuk-nepuk dadanya. Sepertinya Hyei tak menyadari bahwa yang membuat bibirnya sakit adalah ciuman Hoseok yang penuh gairah.

"Appa tak apa-apa? Sebentar aku ambilkan air." Hyei menatap Hoseok khawatir. Gadis itu tampak begitu polos dan lugu. Dia berlalu dan mengambil segelas air. "Minumlah, Appa. Makannya pelan-pelan agar tak tersedak."

Hoseok hanya mengangguk, lalu meneguk air yang diberikan dengan cepat. Debar jantungnya bertalu karena gugup takut perbuatannya tadi terendus oleh Hyei.

"Appa ...." Hyei kembali duduk di lantai bersebelahan dengan Hoseok. Dia menidurkan kepalanya di meja. "Apa menurutmu mereka itu akan kembali menggangguku?"

"Sudah kubilang kau jangan terlalu banyak berpikir. Atau jika kau takut sendirian, kau bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu," ucap Hoseok, tapi dalam hati dia sedikit gelisah jika Hyei berkata iya. Bisa-bisa di hari pertama Hyei menginap, belalai gajahnya mengamuk dan membuat Hyei terkapar di ranjangnya.

"Tidak ...," ucap Hyei lemah seakan-akan dia tak punya tenaga bahkan hanya untuk sekedar bicara. "Aku akan pulang saja ke Gwangju ...." Gadis itu memejamkan mata.

Hoseok menatap Hyei dengan tatapan iba. Tiba-tiba saja gadis yang kerap berbicara sedikit nakal itu berubah jadi gadis lugu yang lemah dan rapuh, yang membangunkan sisi lain dalam diri Hoseok sebagai pria. Dia ingin melindungi gadis itu agar tak terluka dan ingin menjadi sandarannya agar Hyei tak lagi serapuh sekarang.  Namun, di salah satu sudut hatinya yang lain terus berteriak agar dirinya selalu menahan diri dan tak rebutan dengan Taehyung. Hyei akan menjadi milik Taehyung dan tak seharusnya dia bersikap egois dengan merampas gadis itu. Merampas Hyei sama dengan merampas kebahagiaan Taehyung.

"Hyei ...," panggil Hoseok lembut. Gadis itu membuka mata dan menatapnya sendu. "Bagaimana kalau aku ceritakan masalah ini pada V, dia akan melindungi dan pasti bisa menjagamu dengan baik."

Hyei mencebik, lalu kembali memejamkan matanya tanpa bicara sepatah kata pun. Hoseok pun hanya bisa menghela napas. Solusi bodohnya jelas akan ditolak oleh gadis itu, tapi diizinkan atau tidak, Hoseok akan tetap membicarakan masalah ini dengan Taehyung. Dia percaya Taehyung akan melakukan segala cara untuk melindungi gadis itu karena Taehyung mencintainya, pikir Hoseok.

Setelah selesai makan ramennya, Hoseok hanya duduk terdiam di tempatnya. Dia hanya bisa menatap Hyei yang terlelap dengan menyandarkan kepalanya di meja. Tak berapa lama, Hoseok mengangkat tubuh gadis itu, lalu membawanya ke pembaringan. Dia menyelimuti Hyei dengan hati-hati agar gadis itu tak terjaga, lalu meninggalkan Hyei menjaga gadis itu dari ruang tengah. Dia tak ingin kembali khilaf dan menciumi gadis itu lagi jika tetap berada di pembaringan yang sama. Cukup sekali saja dia melakukannya atau dia harus menunaikan hasratnya di kamar mandi, sendirian.

***

Pagi menyapa Seoul dengan kehangatannya. Hyei mengerjap pelan, lalu menjauhkan selimut yang membungkus tubuhnya. Dalam keadaan setengah terjaga, dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi, aroma lezat sup ayam menyapa indra penciumannya. Hyei pun melangkah mendekati dapur. Dia menemukan sup ayam yang menggugah selera, juga semangkuk nasi dan sebotol jeruk hangat. Hyei mengambil sepucuk surat yang tergeletak di meja.

"Pagi, Hyei. Maaf aku pulang tanpa pamit. Tidurmu lelap sekali. Sekarang makan sarapannya dan lupakan kejadian semalam, itu hanya akan membuatmu parno. Jangan berpikir macam-macam karena semua pasti baik-baik saja. Kau punya aku, Taehyung, dan seluruh anak-anak Bangtan yang akan selalu melindungimu. Tetap semangat, ya." Hyei tersenyum membaca surat itu.

"Terima kasih, Appa ...," ucap Hyei, lalu memasukkan surat itu ke dalam saku piyamanya. Dia pun masuk ke kamarnya untuk mengganti baju dan kemudian kembali untuk sarapan.

Selesai sarapan, Hyei merapikan peralatan makannya, lalu mengikat sampah yang akan diletakkan di luar agar petugas kebersihan mengambilnya. Selesai membersihkan semuanya, Hyei membawa kantong sampah di tangannya. Dia membuka pintu, lalu mematung mendapati sebuah kotak terbungkus kertas coklat tergeletak di depan pintu.

Dengan perasaan was-was Hyei mengambil kotak itu. Dia melempar pandangan ke sekitar guna mencari siapa pemilik kotak tersebut. Karena tak mendapati siapa pun, Hyei perlahan memberanikan diri membuka kotak itu. Tubuhnya seketika terjerembab lemas saat melihat isi kotak itu. Bikini yang dia pakai di Gyeongpo tercabik-cabik hingga tak berbentuk. Di atasnya terdapat photo dirinya yang menindih Hoseok. Belahan dadanya terpampang jelas, lalu di balik photo itu terdapat tulisan spidol berwarna merah darah.

"Apa kau menikmati malam indahmu dengan Hoseok? Bagaimana kalau nanti malam kau bercinta dengan kami? Percayalah Hoseok tak akan tau, bahkan dunia pun tak akan tau, malam panjang kita hanya akan jadi rahasia kita. Aku tak sabar menikmati tubuhmu yang seksi dan menggairahkan. Ah, dadamu yang montok benar-benar membuat kami penasaran ingin mengecapnya."

TBC.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang