Tiga puluh

120 17 15
                                    

"Appa, apa tak masalah kau tak ke Big Hit hari ini?" Hyei berbicara sambil menyiapkan makan siang untuknya dan Hoseok. Hoseok bilang hari ini dia libur, jadi tak perlu ke Big Hit untuk latihan.

"Jangan khawatir soal itu. Si Hyuk hyung tak akan mempermasalahkan hal kecil seperti ini. Hanya libur sehari dua hari itu wajar. Lagipula ini memang waktu buat BTS untuk istirahat setelah world tour."

Hyei mengangguk mengerti. Selama ini dia pikir semua member harus di-push untuk terus meningkatkan performa agar selalu tampil maksimal di panggung, tapi rupanya tak demikian. Mereka datang ke Big Hit berlatih dan membuat mixtape karena keinginan sendiri, bukan sebuah paksaan. Kecuali beberapa hal seperti kontrak iklan Hoseok dan Chaerin yang memang wajib untuk dikerjakan. Selebihnya mereka diberi ruang untuk istirahat sambil mengisi beberapa acara di waktu-waktu luang.

"Makan ini, Hyei." Hoseok meletakkan potongan daging babi panggang ke nasi gadis di sebelahnya.

Hyei pun memakannya dengan lahap. "Oh, ya, apa nanti kau akan kembali ke dorm?"

Hoseok yang baru saja menyuap makanan menggeleng. "Ada kau di sini, jadi aku akan tinggal di sini. Sekalian mau lihat apa kau benar-benar layak untuk jadi istriku."

"Uhuk! Uhuk!" Hyei tersedak mendengar ucapan pria di sebelahnya. "Kenapa kau suka sekali menggodaku?" Segera Hyei meneguk air yang disodorkan oleh Hoseok.

"Siapa yang menggoda, semalam kau sendiri yang menantangku, jadi anggap saja sekarang kau sedang dalam masa uji coba selama sebulan."

"Ck." Hyei mendecak.

"Uji coba komplit," ucap Hoseok menambahkan.

"Maksudnya?"

"Ya, komplit."

"Komplit bagaimana, aku tak mengerti," tukas Hyei kesal.

"Komplit latihan menjadi calon ibu."

"Yak!" Hyei memukul lengan Hoseok.

"Untuk bisa latihan jadi ibu artinya harus ada bayi."

"Diam, Appa!" Hyei mendengkus kesal.

"Biar ada bayi, artinya harus latihan membuat bayi." Tambah Hoseok melanjutkan sambil mencuri kecupan di bibir Hyei, padahal gadis itu tengah mengunyah makanan.

"Yak! Jung Hoseok! Kau ...." Suara Hyei lenyap seketika karena dengan gerakan cepat Hoseok menarik tengkuk gadis itu, lalu menciumnya. Sebuah ciuman singkat, tapi membuat Hyei hampir gila. Matanya membola karena terkejut, sementara jantungnya memburu. Seluruh sel-selnya meremang seperti terkena sengatan aliran listrik ribuan volt.

Sebelum menjauhkan dirinya, Hoseok berbisik pelan, "Jangan lupa sebelum latihan menyusui bayi, kau bisa latihan menyusui calon ayahnya lebih dulu."

"Jung Hoseok mesum!" Hyei memukul bahu pria itu.

"Hahahaha ...." Hoseok tertawa seraya menjauhkan badan. "Makanannya jadi makin enak setelah ditambahi bumbu manis dari bibirmu." Hoseok melanjutkan makannya tanpa rasa bersalah. Sementara Hyei hanya bisa merutuki dirinya karena begitu mudah terbawa suasana. Rona merah di wajahnya tak mau hilang, begitu juga degup jantungnya yang enggan untuk bersikap normal.

Hoseok melirik Hyei, lalu mengulum senyum sambil mengunyah makanannya. Hatinya berbunga-bunga dipenuhi rasa bahagia melihat Hyei yang salah tingkah.

Hyei mencuri pandang, lalu mengulum senyum malu. "Ekhm! Aku sudah selesai." Hyei bangun, lalu membawa piring kotornya. Bagaimanapun dia harus menormalkan detak jantungnya.

Gadis itu tengah mencuci piring di wastafel tempat cuci piring ketika Hoseok datang. Dia sengaja berdiri di belakang Hyei, kemudian meletakkan piring kotor di wastafel yang sama dan mencucinya. Hyei yang tepat berada di depannya terpaksa mengerutkan badannya. Selain karena gugup, dia juga merasa aneh dengan tingkah pria itu.

"Appa, apa yang kau lakukan?"

"Kenapa?" Hoseok mendaratkan dagunya di bahu kanan Hyei. "Apa ada yang salah? Aku sedang mencuci piring kotor."

Hyei menghela napas. "Posisimu yang salah, Appa. Sini, letakkan piringnya biar aku yang mencucinya."

"Tidak, Sayang. Bukankah pekerjaan rumah itu harus dikerjakan bersama-sama. Jadi, jangan bikin anaknya saja yang bersama, cuci piring juga harus bersama."

Hyei memutar bola matanya jengah, dia membalik badan hendak mengusir Hoseok, tapi yang terjadi sekali lagi dia malah jatuh dalam cumbuan bibir pria itu.

Hyei mendelik. "Apa kau tak bosan menciumku?" protesnya.

"Siapa suruh kau pakai pelembab yang mengandung extacy, jadinya aku kecanduan, kan." Hoseok melepas sarung tangannya karena sudah selesai mencuci piring. Dengan cepat dia menangkup wajah Hyei, lalu kembali menjatuhkan kecupan di bibir gadis itu. "Aku akan komplain pada perusahan kosmetik yang kau beli. Setidaknya jangan pakai bahan berbahaya untuk bibir seorang gadis muda. Mereka harus tau extacy itu sangat berbahaya," ucap Hoseok, lalu pergi begitu saja.

Mulut Hyei menganga. Dia membeku tak percaya pada apa yang dialaminya. "Oh, Tuhan, sepertinya aku harus menyesal karena mencintai pria gila seperti itu," keluhnya keluar dari bibir, tapi hatinya tak berhenti berbunga-bunga dan bahagia dengan perlakuan manis Hoseok.

***

Hoseok mengetuk pintu kamar Hyei. Hari sudah malam dan mereka sudah bersiap untuk tidur setelah makan malam. Hyei yang sudah mengganti baju mengenakan piyama tidur pun membuka pintu.

"Ada apa, Appa?"

Hoseok tak lantas menjawab. Telinganya perlahan memerah. "Ah, i-itu lain kali saja," ucapnya gugup, lalu menarik pintu kamar itu agar tertutup kembali.

Hyei mengerutkan dahinya, dia tak mengerti kenapa Hoseok bersikap aneh. "Dia tak berniat bermalam di kamarku, kan?" gumam Hyei sambil berjalan mendekati meja rias. Dia terbiasa merapikan rambutnya sebelum tidur.

Hyei menyisir rambut sambil pikirannya terus memikirkan sikap Hoseok barusan. Karena tak menemukan jawaban, Hyei pun memilih mengabaikannya. Dia melihat dirinya di depan cermin barulah tersadar pada hal yang membuatnya berteriak.

Ikatan tali piyamanya sedikit longgar hingga belahan dadanya yang tanpa bra terekspose sempurna. Belum lagi pucuk payudaranya yang tampak mencuat dari balik bajunya, dan payudaranya yang kenyal putih mulus tersingkap sebagian. Itu penampilan paling tak senonoh yang pernah dia perlihatkan pada Hoseok setelah Hoseok melihatnya memakai bikini waktu itu.

"Kyaaa!!! Appa ...!" teriak Hyei kesal pada dirinya sendiri.

Sementara itu di kamar mandi, Hoseok terengah-engah sembari mengurut miliknya sendiri. Bayangan payudara Hyei yang putih mulus menggila di pikirannya.

"Aah ... Hyei, aku bisa gila jika terus seperti ini. Hyei ... ouucchh aku ingin menghabisimu ...," desahnya bercampur kesal saat menumpahkan lavanya yang menciprat mengenai dinding kamar mandi. Dia terengah-engah kelelahan.

"Sialan, aku harus segera menikahimu kalau tak ingin bermain gila sendiri. Harusnya pernikahan akan sedikit mengobati traumamu," gumam Hoseok sambil mengurut miliknya menumpahkan sisa cairannya yang belum tuntas keluar. Setelah selesai, dia keluar dari kamar mandi dan merebahkan dirinya di ranjang tanpa memakai celananya kembali. Rencananya untuk menggoda Hyei dengan mengajaknya menonton film romantis berakhir dengan dirinya yang terkapar lelah karena percintaannya yang melelahkan. Percintaan dengan dunia khayalan, khayalan tentang dada Hyei yang montok dan menggoda.

"Hyei, kau harus membayar rasa lelahku ini berkali-kali lipat," ucap Hoseok sebelum menjemput alam mimpi. Dia lupa mengenakan celana dan semoga saja Hyei tak melihatnya telanjang atau akan terjadi petaka yang tak dapat dihindarkan.

TBC

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang