Sembilan belas

120 18 23
                                    

Melihat Hoseok menangis tersedu-sedu, Hyei malah tertawa terpingkal-pingkal. Hoseok menatapnya dengan tatapan protes tak terima ditertawakan. Dia mengambil bantal, lalu menimpuk gadis itu, tapi Hyei malah makin tertawa terbahak-bahak.

"Dasar kejam tak berperasaan! Itu kekasihnya mati, Hyei. Kenapa kau malah tertawa!" Hoseok mencebik. Dia berdiri, lalu mengambil remote dan menyalakan lampu ruangan yang awalnya dimatikan agar bisa menonton dengan suasana bioskop.

Wajah Hoseok yang sembab dengan matanya yang bengkak basah berurai air mata kian membuat Hyei terpingkal. Hoseok jadi makin kesal. Dia kembali mengambil bantal dan melempari gadis itu sebelum pergi meninggalkannya sendirian.

"Kau itu lucu sekali. Itu cuma film, apanya yang harus ditangisi?" Hyei mengekor di belakang Hoseok. "Apa setiap nonton film sad ending kau akan nangis seperti ini?"

"Tidak!" Hoseok menyangkal. Padahal kenyataannya memang demikian. Dia tak suka film yang berakhir tragis dan menyakitkan.

Mendengar jawaban Hoseok, Hyei kembali menyemburkan tawa. "Lain kali kita nonton lagi, ya. Aku pilihkan film yang lebih tragis dari yang tadi."

"Hyei!" Hoseok mencebik membuat Hyei benar-benar tak bisa menahan tawanya.

Gadis itu tanpa sadar malah mendekati Hoseok dan mengacak-acak rambutnya, lalu mencubit dua pipinya sembari menggoyang-goyangkan wajah pria itu. "Duh, anak mami sayang, jangan nangis, ya. Cup cup cup ...," ucapnya sambil tertawa.

Selesai melakukan itu, Hyei menjauhi Hoseok sambil tertawa. Sementara di tempatnya pria itu membeku. Jantungnya berdegup kencang. Dia tak menyangka Hyei akan bertindak demikian. Ada perasaan aneh yang menyusup ke dadanya membuat jantungnya berpacu lebih cepat. Segera Hoseok memalingkan wajah guna menetralisir degup jantungnya. Dia pun meninggalkan ruang tengah dan masuk ke kamar pribadinya.

"Apa yang terjadi padaku?" Hoseok bersandar di balik pintu seraya meraba dadanya yang masih saja berdebar. "Bahkan dengan Chaerin pun aku tak pernah merasakan debaran yang menggila seperti ini." Dia menghela napas, lalu berjalan mendekati ranjang dan merebahkan dirinya di sana. Matanya enggan untuk terpejam.

"Appa, kamarmu yang mana?"

Panggilan Hyei membuat Hoseok bangkit dari ranjang, lalu membuka pintu untuknya. "Aku di sini, ada apa?"

Hyei tersenyum dengan nampan berisi kantong kompres mata dan segelas air putih di tangannya. Gadis itu mendekat, lalu masuk ke kamar Hoseok tanpa merasa canggung sama sekali. "Ayo, sini tidurlah." Dia menarik tangan Hoseok menuju ranjangnya. "Tidur, biar aku kompres matamu yang bengkak. Kau jelek sekali," ucap Hyei dengan tatapan menggoda. "Eh, tunggu. Minum air ini dulu, baru tidur, ya."

Dengan patuh Hoseok menghabiskan air putih yang diberikan, lalu merebahkan dirinya di ranjang. Dia memejamkan kedua matanya sebelum Hyei meletakkan kompres dingin di kedua matanya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Hyei berdiri dan melangkah melihat-lihat apa yang ada di kamar itu. Beberapa photo saat Hoseok menikmati liburan di luar negeri menghiasi dinding kamarnya. Photo keluarga dan juga lukisan abstrak karya Pablo Piccaso.

"Kamar idol ternama memang beda, ya, bahkan rasanya kamar mandimu pun lebih besar dari kamar tidurku," ucap Hyei setelah selesai melihat-lihat. Dia mendekati Hoseok dan berdiri di dekat ranjang. "Appa, ini sudah larut. Aku pulang, ya. Biarkan kompresnya lima menit lagi. Terima kasih untuk hari ini."

Hyei membalik badan hendak melangkah ketika tiba-tiba Hoseok menarik tangannya membuat tubuh gadis itu terjerembab di pangkuan Hoseok.

"Ya! Kenapa ...." Ucapan Hyei terputus saat Hoseok mengulurkan tangannya dan merapikan rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Dia tergugu tenggelam dalam tatapan Hoseok yang tak seperti biasanya. "Ap-Appa, i-itu sebaiknya aku ... aku ...." Sekali lagi Hyei membeku saat Hoseok tiba-tiba memeluknya.

"Terima kasih," ucap Hoseok, lalu kembali menitikkan air mata. "Terima  kasih sudah membuatku menangis malam ini. Sekarang aku merasa sedikit lega."

Hyei mencoba mencerna kalimat yang diucapkan Hoseok. Apa ini berkaitan dengan Chaerin? Pikirnya.

"Sudah lama aku ingin menangis, tapi aku tak bisa melakukannya. Malam itu, saat menjemputmu di coffee shop untuk pertama kalinya aku melihatnya bermesraan dengan pria lain. Dalam hati aku terus menyangkalnya. Berkata bahwa itu bukan dia, tapi semakin banyak bukti yang ditunjukkan Army padaku, membuatku yakin kalau yang aku lihat adalah dia." Hoseok menjeda kalimatnya. "Rasanya aku ingin segera mengumumkan ke media mengenai kandasnya hubungan kami, tapi sebagai idol aku tak bisa bertindak seenaknya. Kontrak kerja mengikatku, membuatku harus membelanya meski akhirnya banyak yang menghujatku. Aku merasa sangat bersalah pada Army yang selalu mengingatkan betapa tak setianya Chaerin, tapi aku malah membantah setiap perkataan mereka dan harus mengikuti skenario yang dibuat perusahaan. Berkatmu, malam ini aku bisa menumpahkan seluruh rasa sakit hati ini dengan menangis."

"Aku ...." Ucapan Hyei kembali kandas.

Hoseok memeluk Hyei semakin erat. "Sebentar saja. Biarkan aku seperti ini sebentar saja. Izinkan aku bersandar padamu sebentar saja, Hyei ...."

Hyei pun meraba punggung Hoseok, menepuknya pelan, lalu memeluk pria itu dengan hangat.

"Maaf, aku telah bersikap sangat jahat padamu," ucap Hoseok lirih membuat mata Hyei berkaca-kaca. Dia menatap ke atas agar air matanya tak tumpah.

Hening pun menyelimuti suasana kamar itu. Hoseok merasakan hangat yang menjalar memenuhi rongga-rongga hatinya yang terluka. Kehadiran Hyei memberinya rasa nyaman. Setelah beberapa menit berlalu, Hoseok melepas pelukannya.

"Maaf," ucapnya seraya menatap gadis itu.

Hyei berdiri dan merapikan pakaiannya. "Tak masalah. Pundakku cukup kuat untuk menopang tubuhmu yang kerempeng," ucap Hyei berkelakar.

Hoseok pun terkekeh, lalu bangkit. "Dasar gadis nakal," ucapnya sambil mengacak-acak poni gadis itu. "Ayo, aku antar kau pulang." Pria itu pun berjalan mendahului.

"Kupikir kau akan memintaku menginap." Hyei mengikuti langkah Hoseok.

"Lalu?" tanya Hoseok.

"Lalu, ya kau sudah menonton adegannya tadi, kan. Apa yang dilakukan seorang cowok saat ceweknya menginap."

Hoseok tiba-tiba berhenti dan membalik badan. "Kau serius menginginkan itu?" Pria itu menatap Hyei penuh nafsu.

Hyei yang terjebak dengan kata-katanya sendiri pun tersentak. "Aaa ... itu-itu, aku rasa aku harus segera pulang." Dia hendak melarikan diri, tapi Hoseok menangkapnya.

"Kita belum melakukan adegan itu, Sayang. Kenapa buru-buru pergi."

Hyei meronta dalam pelukan Hoseok, pria itu pun mengendorkan dekapannya agar Hyei bisa terlepas.

Benar saja Hyei melepaskan diri dengan segera dan melarikan diri sambil berteriak. "Kyaa ... ada monster mesum!"

Hoseok hanya bisa tertawa melihat tingkah konyol gadis itu. Dia pun menyusul Hyei dan mengantarnya pulang.

Sesekali Hyei melirik Hoseok yang menyetir kendaraannya dengan tenang. Sampai di depan apartementnya Hyei menatap Hoseok dengan tatapan menggoda, "Terakhir kali kau mengantarku kemari, kau menciumku tanpa izin, apa sekarang kau akan melakukannya? Jika, iya aku akan bersiap-siap." Gadis itu menyamankan duduknya, lalu memejamkan mata.

"Kau menantangku?" Hoseok melepas sabuk pengamannya dan mendekatkan wajahnya kepada Hyei, tapi saat napas hangat Hoseok menyapa wajahnya, gadis itu malah tertawa dan menahan wajah Hoseok dengan jemari tangannya, lalu mendorongnya pelan.

"Mimpi saja kau, Appa. Aku akan menjadi seliar yang kau inginkan hanya jika kau telah menikahiku," ucap Hyei, lalu keluar dari mobil dan berlari meninggalkan Hoseok yang menatap kepergiannya. Dia melambaikan tangan sebentar, lalu menghilang di balik pintu.

Hoseok menyandarkan dirinya pada sandaran kursi kemudi, tatapannya menerawang. Dia melirik ke arah apartement Hyei. "Jangan memancingku untuk bertaruh dengan Taehyung, Hyei. Aku telah melepasmu dan sekarang Taehyung sedang berjuang untuk mendapatkanmu. Tak seharusnya aku jadi penghalang di tengah-tengah kalian. Taehyung jauh lebih baik dariku dan kau akan bahagia bersamanya."

Sekali lagi Hoseok menatap apartement Hyei sebelum melajukan kendaraannya dan kembali ke apartemennya sendiri.

Tbc

Doakan aku bisa up cepat, ya. Terima kasih dukungannya. Hanya dukungan teman-teman yang buatku makin semangat.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang