Sembilan

193 31 9
                                    

"Oke, break sejenak! Kita lanjut sepuluh menit lagi." Arahan sutradara membuat seluruh member BTS bisa menarik napas lega. Pasalnya sudah sejak tadi mereka melakukan shoting pengambilan gambar untuk album terbaru mereka berikutnya. Lelah mendera ketujuh member, juga para staff, tapi mereka semua tetap berusaha bergembira.

Hampir sebulan mereka ada di Amerika. Selain untuk konser, mereka juga melakukan shoting untuk RUN BTS dan ada banyak kegiatan yang memenuhi jadwal mereka. Termasuk juga hadir di berbagai acara reality show.

Taehyung segera meminta ponselnya kepada manajer Sejin. Dia pun sedikit menjauh dari member lainnya dan segera menghubungi seseorang. Terakhir kali dia bertemu Hyei sebulan yang lalu. Jadwal yang padat membuatnya tak bisa mengunjungi gadis itu lagi. Tapi, mereka masih tetap berkomunikasi lewat ponsel.

Tak berapa lama Taehyung tampak asyik mengobrol dengan Hyei. Gadis itu sudah sembuh, Taehyung tahu itu. Pada pembicaraan terakhir mereka, Hyei bahkan mengatakan dia telah bekerja di coffee shop, di Seoul. Dia ingin mandiri dan tak ingin bergantung pada uang Hoseok lagi. Setidaknya itulah yang pernah Hyei ungkapkan sehingga dia memutuskan untuk bekerja dan tak melanjutkan sekolahnya.

"Ya! Ya! Itu curang namanya Hyei-sii! Tunggu saja aku kembali ke Korea, akan kuhukum kau!"

Entah apa yang mereka berdua perbincangkan, yang pasti suara Taehyung jelas mencuri atensi member yang lain, termasuk Hoseok.

"Masih berhubungan dengan Hyei?" Jimin mendekat dan menepuk bahu Taehyung. Pria tampan yang sedang menelpon itu mengangguk.

"Mau bicara dengannya?" tawar Tae.

Jimin pun menanggapi ponsel milik Taehyung.

"Apa yang kalian lakukan, hah?! Tahukah kalian sekarang di Korea jam berapa?" protes Hyei saat Jimin mengambil alih pembicaraan. Refleks Jimin pun melirik arloji. Waktu menunjukkan jam setengah tiga sore.

"Memangnya jam berapa. Di jamku jelas tertulis pukul 02.27 PM, itu artinya ini masih sore. Kau jangan malas-malasan, hari masih sore."

"Malas-malasan kepalamu!" Taehyung menoyor kepala Jimin. "Di sana sekarang baru jam setengah tiga dini hari. Amerika beda waktu dua belas jam dengan Korea."

"Ah, iya. Aku lupa." Jimin terkekeh.

"Kalian, ya. Benar-benar!" Suara Hyei terdengar geram, lalu Jimin dan Taehyung menertawakannya.

"Sudah, jangan marah lagi. Pergi tidur  lagi sana. Akan kuhubungi lagi nanti." Taehyung mengambil alih percakapan. "Daa, Chagia. Saranghae ...."

Jimin mendelik mendengar ucapan Taehyung. "Kalian berkencan?" Pria itu menatap Taehyung dengan raut wajah tak percaya, tapi Taehyung tak menjawab, malah bangkit dari tempat duduknya dan berlalu ke kamar kecil.

Keenam member saling lempar pandangan, mereka sama-sama penasaran, tapi di antara mereka semua ada Hoseok yang paling penasaran dengan status hubungan Taehyung dan Hyei. "Bagaimanapun aku ayah angkatnya, jadi aku berhak tau apa pun tentang anakku, termasuk siapa pria yang akan menikahinya kelak," ucap Hoseok dalam hati. Dia pasti akan menginterogasi Taehyung.

Jam istirahat telah selasai, mereka kembali melanjutkan pengambilan gambar. Entah kenapa, sekarang Hoseok jadi tak bersemangat lagi. Ucapan terakhir Taehyung di telepon tadi terus terngiang di kepalanya.

"Chagia ... chagia ... daa, Chagiaaa ...," ucap Hoseok dalam gerutuannya.

"Kau kenapa?" Namjoon yang kebetulan ada di sisinya dan mendengar gerutuan Hoseok yang tidak jelas ujungnya, pun bertanya.

"Bukan apa-apa, Joon. Hanya sedang rindu Chaerim," ucap Hoseok seraya tersenyum. Namjoon mengangguk mengerti.

"Kau bisa menghubunginya nanti setelah semuanya selesai, jadi berkonsentrasilah."

Hoseok mengangguk. Walau seumuran dengan Namjoon, dia menghormati pria itu sebagai leader group.

***

Malam kian larut, sesi pengambilan gambar selesai, mereka bertepuk tangan dengan bahagia sebelum kembali ke hotel.

Hoseok masuk ke kamar kecil sebelum bergabung dengan rombongan untuk kembali ke hotel mereka. Di sana sudah ada Taehyung yang sedang mencuci wajah.

"Berapa lama kalian pacaran?" tanya Hoseok sambil menyalakan keran air di wastafel yang lainnya.

"Maksudmu? Oh, aku dan Hyei? Kurasa Hyung tak perlu tau urusan pribadiku dengannya."

Hoseok yang ingin mencuci wajah menghentikan gerakan tangannya. Dia menatap air yang mengucur dalam diam, lalu tersenyum menyeringai.

"Bagaimanpun dia anak angkatku. Jadi, aku berhak tau bagaimana hidupnya termasuk orang yang berkencan dengannya."

Taehyung tersenyum tipis. Dia mengeringkan wajahnya dengan saputangan, lalu melangkah mendekati Hoseok.

"Apa itu termasuk membuangnya seperti sampah di tepi sungai Han? Apa itu hak istimewamu untuk membuatnya hampir diperkosa para preman hingga dia hampir kehilangan nyawanya? Apa itu hak istimewamu sebagai seorang Ayah?"

Hoseok membeku. Ada kilat kemarahan di mata Taehyung. Apa yang dikatakan Tae benar. Itu seperti sembilu yang dihujamkan berkali-kali  ke dadanya.

Taehyung menyentuh bahunya sambil bicara, "Jangan berpura-pura peduli pada apa yang kau benci, Hyung. Asal kau tau, Hyei menolak itikad baikmu untuk menyekolahkannya lebih lanjut. Dan, hitung semua biaya yang telah kau keluarkan untuk menanggung hidupnya selama ini. Aku akan melunasinya."

Taehyung pun meninggalkan Hoseok yang masih bergeming di tempatnya. Bahkan, kemudian dengan sengaja Taehyung menelpon Hyei sambil menjauh dari sana. Dia sengaja memperdengarkan kemesraannya kepada Hoseok.

Hoseok masih terdiam menatap air yang mengalir sejak tadi. Hatinya bergemuruh. Dia yakin itu karena rasa bersalahnya setelah Taehyung kembali bicara soal kasus yang menimpa Hyei waktu itu.

Lamunan Hoseok buyar setelah Namjoon menghubunginya.

"Hob-ah, kau di mana? Kenapa lama sekali, kita akan segera kembali."

"Ah, ne, maaf. Aku segera ke sana," sahut Hoseok, lalu mencuci wajahnya dengan cepat.

Hoseok segera masuk ke mobil yang telah disediakan, lalu mendapati ruang kosong di sisi Taehyung. Tanpa bicara, pria itu duduk di sebelah Taehyung. Keduanya sama-sama diam bahkan sampai masuk ke hotel dan ke kamar masing-masing.

Dalam posisi tidur telentang du ranjang, Hoseok menatap langit-langit kamarnya. Kata-kata Taehyung terus menghantuinya.

Suara ponsel mengagetkannya. Nama Chaerim berkedip-kedip seirama dengan musik.

"Ne, ada apa, Chagia," jawab Hoseok dengan suara serak.

"Kau baru bangun?" Suara Chaerim terdengar lembut dan manja.

"Iya, aku terjaga karena kau menghubungiku."

"Benarkah, jadi kau sudah tidur?"

"Iya, tentu saja. Ini sudah di atas jam satu malam." Hoseok menjawab sambil menguap. "Apa ada hal penting yang ingin kau bicarakan?"

"Ah, tidak. Aku hanya merindukanmu. Maaf, aku lupa perbedaan waktu kita. Kau tidur saja lagi. Selamat malam, Oppa."

"Terima kasih," sahut Hoseok, lalu menutup teleponnya. Karena masalah Hyei, mendadak dia hilang selera untuk bicara dengan Chaerim. Padahal biasanya dia akan mengobrol sepanjang malam, meski lelah menderanya.

Hoseok masih belum bisa memejamkan matanya meski telah sejam berlalu sejak dia kembali ke kamar itu. Hatinya penasaran, apa sekarang Taehyung sedang mengobrol dengan Hyei dan mengujaninya dengan gombalan yang tak bermutu? Tiba-tiba saja dia merasa kesal.

Tanpa pikir panjang, Hoseok mengambil ponsel dan mengubungi seseorang.

"Selamat sore, Ibu," ucapnya karena dia tau di Korea sekarang sudah jam hampir jam tiga sore. "Tolong kirimkan nomor telepon Hyei kepadaku ...."

TBC

Wah, wah, wah, Hoseok bakal ngapain, ya, minta nomor telepon Hyei ....

Apa benar Taehyung dan Hyei sudah jadian? Ikuti terus kisah mereka, ya. See yaaa ....

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang