Tiga puluh empat

123 16 6
                                    

Hoseok mencari keberadaan Hyei sejak dari dalam pesawat hingga pesawat itu landing di Hokkaido-Jepang. Dia sangat khawatir jika membiarkan gadis itu tanpa pengawasannya. Belum lagi, di sisinya ada Chaerin yang membuatnya muak.

"Sudah, jangan mengkhawatirkannya. Hyei aman bersama Soan dan staff Big Hit yang lain." Namjoon menepuk baha Hoseok. Pria itu menoleh dan mengangguk samar. Dia sungguh berharap Hyei akan selalu baik-baik saja.

Di dalam mobil, Hoseok memutuskan untuk menghubungi gadis itu. Selain member dan beberapa staff terdekat, belum ada yang tahu hubungan keduanya.

"Hyei, kau di mana?" tanya Hoseok begitu sambungan terhubung. Bersyukur dia dan Chaerin ada di mobil yang berbeda, jadi sekarang dia bisa berbicara dengan bebas dengan Hyei.

"Aku ada di mobil tepat di belakangmu," ucap Hyei sambil mengulum senyum. "Jangan terlalu merindukanku saat kau sedang bersama Cherin."

Hoseok mendengkus. "Jangan bicarakan dia, itu sungguh membuatku mual."

"Mual, tapi nggak nolak kalau dikasi jatah."

"Hyei, itu hanya masalalu. Hampir semua orang pernah mengalaminya. Tidur bersama saat berkencan, lalu putus hubungan di kemudian harinya, itu hal yang lumrah."

"Iya, lumrah di kalanganmu. Tapi tidak denganku." Hyei mendadak kesal. Dalam hati dia berkata Hoseok terlalu menggampangkan perkara hubungan seksual padahal itu menyangkut harga diri seorang wanita. Tapi, semestinya Hyei tak mempermasalahkannya karena di Korea hal itu memang sudah biasa. Seseorang yang berkencan, paling tidak sekali dua kali pasti melakukannya selama mereka berkenacan. Bahkan bisa jadi mereka tinggal serumah dan benar-benar hidup seperti sepasang suami istri. Mungkin Hyei yang terlalu kolot.

"Hyei, kau marah?" tanya Hoseok hati-hati. Dia tak mengerti kenapa gadis itu marah. Padahal tidur bersama kekasih memang bukan hal yang tabu.

"Menurutmu?!" tanya Hyei berang membuat Hoseok mengerutkan dahi.

"Baiklah, aku minta maaf. Aku minta maaf untuk masalaluku dengan Chaerin dan perempuan-perempuan lain yang pernah aku kencani."

Mendengar ucapan Hoseok, Hyei malah makin tersulut emosi. "Kurasa kau tak benar-benar tau apa yang menjadi kesalahanmu. Kau tak perlu meminta maaf jika kau tak paham kesalahanmu sendiri," kata gadis itu, lalu menutup telepon dengan napas memburu. Kesal.

"Kau kenapa?" Seorang wanita umur tiga puluhan yang duduk di sebelah Hyei pun menoleh. Dahinya berkerut. Bingung menatap ke arah Hyei.

"Ah, bukan apa-apa, Eonni. Aku hanya sedang berdebat dengan seseorang," ucap Hyei malu-malu. Dia sungguh tak mengerti kenapa merasa sangat marah.

"Kau bertengkar dengan pacarmu, ya. Gadis muda sepertimu memang sangat kentara kalau sedang dilanda asmara. Emosimu labil karena cemburu. Kalau kau menjalin hubungan dengan seseorang, berusahalah membangun kepercayaan di atas hubungan kalian. Jika tidak, kalian hanya akan bertengkar dan bertengkar, lalu berakhir saling mencampakkan."

"I-iya, Eonni." Hyei tergagap. Dia memang salah. Dia bahkan mempermasalahkan masa lalu Hoseok, padahal setiap orang juga pasti punya masa lalu yang harus diajak berdamai dan harusnya dia menerima itu. Bukan malah membentak Hoseok. Hyei menunggu Hoseok menghubunginya lagi, tapi handphonenya tak bersuara dan tak ada notifikasi apa pun. Pada akhirnya gadis itu hanya bisa menghela napas kecewa.

Dua jam berlalu, Hyei menunggu Hoseok menghubunginya, atau mampir ke kamarnya, kamar pribadi yang disewakan Hoseok secara khusus karena Hoseok bilang dia akan tidur di kamar itu setelah menyelesaikan shootingnya dengan Chaerin, tapi yang ada Hoseok tak menghubunginya, juga tak berkunjung ke kamarnya.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang