Pertimbangan

54 5 1
                                    

"lu yakin kita bisa menang?"

*

"Pesimis amat lu!"

*

"Lawan kita gak main-main, tapi langsung si Raja Kegelapan!"

*

"Tapi dia bukan kegelapan itu sendiri kan."

*

"..."

*














_The CreepyPasta_
|Destruction Arc•|

"Jadi, mereka udah mulai ya.."
"Dasar gak tau terimakasih."

Ia menatap keluar jendela. Bagaikan melihat lukisan berbingkai. Hujan gerimis turun perlahan di ikuti suara petir yang menyambar. Ruangan tersebut gelap, pencahayaan yang minim. Tadinya.

Clek!

"Lampunya gak usah di matiiin napa dah."

"Yaelah Prof, biar keren!"

"Dit, otak mu udah miring atau malah makin miring?"

"Dih."

Lah kok malah gini...

Prof. Clark duduk di salah satu kursi. Pandangannya tak lepas dari muridnya, The Dream Craft. Prof. Clark terus menatapnya, terus lekat tatapannya dengan tenang. Tangannya memegangi satu buku usang yang memang selalu dibawanya. Lalu, bagaimana dengan Adhit? Tenang. Santai sekali.

"Mau apa kesini, Prof?" Tanya Adhit dengan memandang rendah Profesor.

Prof. Clark menanggapinya dengan santai. Sudah bagai makanan sehari-hari ia melihat tatapan itu.
"Kau ini salah satu muridku yang berhasil akan semua eksperimen."
"Tapi, haruskah negara ini kau jadikan eksperimen juga?"

Mendengar pertanyaan beliau, Adhit membuka suara dengan lantang dan jelas, "Memangnya Profesor tau apa tentang rencana ku?"

Gema suaranya masih terbayang-bayang di sekitar. Suasana yang awalnya santai kini berubah menjadi tegang. Sesuatu yang tak biasa di sini.

"Aku peringatkan, jangan mencoba mengusik Kota Ytmc."
"Kau tak tau apa yang akan kau bangunkan kedepannya!" Larang Prof Clark.

"Gimana kalau aku bilang, masyarakat kota ini lah yang menjadi ancaman bagi kota itu sendiri?"
"Anda yakin? Jika kota ini bisa terus berdiri tegak tanpa bantuanku?"
"Kota ini hanyalah slime lembek yang tak bisa apa-apa! Akulah yang menjadi tiang penopang!"

"Dan akulah yang menjadi supplier untuk mu menjadi penopang."

Ucapan Adit di potong olehnya. Sontak, tatapan mata beralih menatapnya. Jian.

"Kau lagi..." Gumam Adit.
"Kali ini apa mau mu? Valkrie."

Tawa kecil keluar dari bibirnya. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah alat perekam kecil. Jian menekan tombol play, membuat alat itu memutar sebuah rekaman suara.

"Heh, lu yakin si The Dream Craft gk akan tau?

"H_h_ah? Kan udah di_i_i____ dia gk bakal nemuin kit_ta."

"Masalah_nya, dia punya mata dan telinga di mana_mana___"

"Udah! Lakuin aja sesuai rencana___--------"

Adit terkejut dengan hasil rekaman tersebut. "Lu dapet darimana percakapan Razz dan Zet?"

"Nguping dong~"
"Btw, gw tadi nyolong roti yang ada dimeja sana ya." Ucap Jian, berusaha mengalihkan pembicaraan

"Lalu apa rencana mereka?" Tanya Adit dengan serius. Ia tak suka jika pembicaraan sepenting ini malah di alihkan. Tatapannya seolah memberikan sebuah intimidasi pada Jian, namun itu tidak berguna.

Jian nampak tak peduli. Ia berjalan menuju jendela dan membukanya lebar-lebar. Membiarkan udara dinginnya hujan masuk ke ruangan itu. Matanya melekat pada bulan yang begitu indah.

"Gak tau."

Jawab Jian singkat. Jian bicara begitu seolah-olah ia tak memiliki beban. Bocah ini sibuk menikmati hujan, sedangkan Prof. Clark ngeri dengan The Dream Craft yang menahan amarah. "Yang jelas, mending lu nyari cara buat berhentiin Razz." Usul Jian.

"Memangnya kenapa? Mereka cuma nyamuk kecil yang gak bisa apa-apa tanpa gw." Jawab Adit dengan penuh percaya diri. Namun, Jian menanggapinya dengan penuh candaan.

"Lu yakin? Walaupun memang Para Dewa menyayangimu, kau bukanlah tandingan Waktu."
"Rencana sampah mu itu gak akan bisa ngelawan persiapan mereka yang udah matang.." -Jian

"Hah? Lu ngeremehin gw?"
"Denger ya mayat hidup! Sebagus apapun rencana mereka.. Gak akan bisa menang ngelawan hukum ku!" Pernyataan kuat dilontarkan oleh The Dream Craft. Sesaat, semuanya hening seolah Adit telah menang.

Suara hujan terdengar merdu. Angin dingin yang masuk dari jendela dengan indah bulan purnama di langit malam. Seolah memberikan cahaya bagi sang pemenang. Dengan suasana hati yang getar, Prof. Clark membuka pembicaraan. "Kalian, tolong pikirkan baik-baik tentang-"

"Kehancuran ada padaku."
"Itu yang Indra bilang kan?"
"Tapi gw lebih yakin kalau kehancuran ada ditangan Razz." Ujur Jian memotong ucapan Prof. Clark.

"Lu yakin?" Tanya Adit.

"Ibaratnya gini, lu punya taman penuh tanaman langka yang udah lu rawat sedemikian rupa. Namun, tanpa lu sadari, ada satu tanaman yang merupakan parasit."
"Awalnya memang di anggep remeh, tapi lama-lama parasit itu membunuh semua tanamanmu hingga tak tersisa." Jian bercerita panjang lebar dengan meremehkan Adit yang sedang menahan amarah.

Adit diam untuk sesaat. Memikirkan maksud dari semua ini. Sungguh banyak hal yang ia pikirkan hingga tercampur tak bisa di pisah. Matanya beralih pada Jian yang sedang berdiri di depan jendela, menutupi cahaya bulan yang masuk. "Apa rencana lu?" Adit bicara dengan pasrah.

Seringai kecil muncul di wajahnya. Jian tertawa kecil sebelum akhirnya membuka sebuah jam kecil yang selalu di bawanya. Dipandangnya jam itu untuk sesaat, lalu kemudian angkat bicara.
"Gw mau lu diem aja. Gk usah ikut campur."
"Semuanya udah ada di keretanya masing-masing."





. • °⛓✧༺Bersambung༻*ੈ✩‧₊˚⛓














Yaho~ pendek aja dulu, author sedang gelud dengan mental:]





Thanks for reading~
Maaf kalau ada kata yang salah
Saya Author terimakasih and see you in next chapter~🍀

The CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang