5

53 24 53
                                    

Hari ini Nisa belum bisa hadir di sekolah karena belum sembuh dari sakitnya. Saat di kelas, aku biasa duduk di pojok belakang. Nisa biasanya duduk di depan, dan aku sadar kalau duduk bersebelahan dengannya, mungkin sulit bagiku untuk fokus belajar... hahaha.

Meski begitu, aku punya banyak foto bersama Nisa yang tentunya tidak akan ku perlihatkan kepada siapapun, bukan karena ada yang perlu ditutup-tutupi, tapi memang karena momen-momen itu sangat berarti bagiku... hehehe.

Hari aku menyempatkan diri untuk menjenguknya lagi. Saat masuk ke kamar, wajahnya terlihat lebih cerah daripada sebelumnya. Kami berbicara sebentar, dan dia memberitahuku bahwa kondisinya telah membaik. Dia berencana untuk kembali ke sekolah besok.

Kami tertawa dan bercanda sejenak, seperti biasa. Melihatnya semangat membuatku merasa senang. Aku memberikan padanya beberapa buah yang kusiapkan sebelumnya, dan dia tersenyum sangat manis untuk itu.

Sebelum aku pamit untuk pulang, dia berterima kasih padaku atas kunjunganku. Aku berharap dia segera sembuh sepenuhnya. Dengan senyuman dan saling melambaikan tangan, aku berjalan pulang.

Tentang cinta, kata orang bijak, tidak perlu alasan untuk merasakan cinta. Katanya, jika cinta masih mempunyai kata karena, itu bukan cinta tapi itu namanya kalkulasi.

Aku tidak sependapat dengan itu. Menurutku cinta selalu punya ‘karena’ dengan kuantitas yang tak terbatas. Cinta selalu punya alasan untuk hadir.

Tentang Nisa, ada begitu banyak alasan mengapa aku mencintai Nisa. Sejak awal, aku terpesona dengan kehangatan dan kebaikan hatinya. Setiap kali aku berada di dekatnya, aku merasakan adanya kekuatan yang mendorongku untuk menjadi versi terbaik dari diriku sendiri.

Salah satu alasan utama aku mencintainya adalah kebijaksanaannya. Nisa selalu memiliki kata-kata yang tepat dalam setiap situasi. Dia mampu menenangkan pikiranku dan memberikan pandangan yang berbeda dalam menangani masalah. Aku sering mencari saran darinya karena aku tahu bahwa pendapatnya sangat berharga dan selalu mendamaikan.

Tentu saja, ada juga keindahan yang terpancar dari dalam diri Nisa. Tidak hanya fisiknya yang cantik, tetapi juga kecantikan hatinya yang membuatnya begitu menarik. Kelembutan dalam setiap sikapnya membuatku merasa nyaman dan tenang di dekatnya. Aku sering terpesona dengan cara dia menangani segala hal dengan kelembutan yang penuh kasih.

Setiap kali aku melihatnya, detak jantungku berdentum seakan ingin melompat dari dada. Matanya yang cemerlang selalu menangkap pandangan mataku, menciptakan ikatan yang tak terucapkan namun terasa begitu kuat.

Saat bersamanya, dunia seakan melambat, memberiku kesempatan untuk menikmati setiap momen dengan penuh kesadaran, seolah waktu terhenti untuk memberi ruang.

Aku mencintainya karena dia adalah rumah yang hangat di tengah riuhnya kehidupan. Ketika aku merasa kecewa dan lelah, dia selalu ada di sana untuk menenangkanku dengan kata-kata penyemangatnya. Keberadaannya adalah rumah, tempat di mana aku bisa menjadi diriku yang sebenarnya tanpa perlu takut disalahpahami atau dihakimi.

Tidak ada yang mampu menyamai keceriaannya yang menular. Saat dia tertawa, seluruh ruangan seakan terang benderang dengan kehangatan yang dia pancarkan. Aku mencintai caranya memandang dunia dengan mata penuh harapan, membangkitkan semangatku bahkan di saat-saat paling gelap sekalipun.

Kehadirannya adalah obat penawar hati yang terluka, menyembuhkan luka-luka yang terpendam dalam diriku.

Dia adalah orang yang selalu mengerti. Setiap cerita yang kusampaikan kepadanya selalu diterima dengan penuh perhatian, tanpa cela atau kritik. Aku merasa bebas untuk menjadi diriku yang sebenarnya di depannya, tanpa perlu menyembunyikan ketakutan atau kekhawatiran. Bersamanya, aku merasa diterima sepenuhnya, tanpa syarat atau pertanyaan yang mengganggu.

Kerendahan hatinya yang luar biasa membuatku semakin terpesona. Meski dia memiliki segala kelebihan, dia tetap rendah hati dan tidak pernah merasa lebih dari siapapun. Aku belajar begitu banyak dari sifatnya yang rendah hati, bahwa kebaikan sejati terletak pada kesederhanaan dan kemurahan hati yang tulus.

Dan yang paling penting, aku mencintainya karena dia membuatku merasa hidup. Dengan dia, setiap detik hidupku terasa bernilai, setiap langkahku terasa bermakna. Aku merasakan getaran kehidupan yang tulus, seakan dia adalah nafas yang memberi energi pada setiap serpihan jiwa yang letih.

Rasaku padanya adalah seperti rasa kehangatan yang memenuhi ruangan pada pagi hari yang dingin. Aku merasakan kelembutan dan kedamaian yang tak tergantikan dalam setiap sentuhan, setiap tatap, dan setiap kata yang terucap. Aku mencintainya sebagaimana aku mencintai arti sejati dari kehadiran seseorang dalam hidupku, memberikan makna yang tak tergantikan dan warna yang tak terlukiskan.

Semua alasan ini membuatku yakin bahwa aku mencintainya. Aku ingin memberikan yang terbaik baginya, memberikan dukungan tanpa syarat, dan membuatnya merasa dicintai sebagaimana aku yang ingin dicintai olehnya.

Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang