Hari ini, sejak pagi, aku sudah merasa tidak enak badan. Tenggorokanku terasa terbakar dan badanku meriang. Setiap gerakan terasa berat, dan meskipun awalnya aku mencoba untuk tetap melawan, akhirnya aku harus mengakui bahwa aku tidak dapat pergi ke sekolah. Dengan berat hati, aku mengirim pesan kepada Nisa bahwa aku tidak bisa pergi.
Kemarin saat pulang dari pasar malam, udara terasa sangat dingin. Aku membayangkan bagaimana dingin yang Nisa rasa saat berbonceng pulang, dia tidak memakai jaket malam itu. Tanpa berpikir panjang, aku membuka jaketku dan menawarkannya ke Nisa saat kami berjalan menuju motor. Aku tahu dia tidak terbiasa dengan cuaca yang ekstrem seperti ini. Aku tidak ingin dia sakit lagi setelah jalan bersamaku. Tapi malah aku yang sakit. Yang penting Nisa baik-baik saja.
Aku menghabiskan hari itu di rumah, dengan secangkir teh hangat di tangan, berbaring di bawah selimut tebal, mencoba menenangkan tenggorokanku yang terasa terbakar. Terkadang, aku merenung tentang bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Mengingat, aku jarang sekali sakit, apalagi hanya karena dingin. Mungkin karena cuaca yang terlalu ekstrem akhir-akhir ini, atau mungkin karena aku terlalu lelah dengan jadwal sekolah yang padat.
Tak lama setelah aku mengirim pesan kepadanya, telepon pintar ku bergetar dengan notifikasi dari Nisa. "Semoga cepat sembuh ya, awan," begitu bunyi pesannya. Aku tersenyum, merasa hangat di dalam hati karena ada seseorang yang peduli. Terlepas dari jarak dan situasi, Nisa selalu menemukan cara untuk menunjukkan perhatiannya.
Saat aku merebahkan diri di tempat tidur, aku mulai berpikir tentang hari-hari di sekolah. Tentang bagaimana Nisa selalu hadir, mengingatkanku tentang tugas, menertawakan lelucon konyolku, dan memberiku dukungan contekan, hahaha.
Kami sudah melewati begitu banyak hal bersama-sama, dari ujian sulit hingga momen-momen lucu di luar jam sekolah. Dia bukan sekadar teman sekelas biasa, tetapi dia adalah sahabat yang sangat dekat, sekaligus wanita yang dengan segala yang dia miliki, hatiku dengan tegas memilihnya.
Tak terasa, mataku mulai terpejam, dan aku terlelap dalam tidur yang panjang. Dalam perjalanan menuju lelap, aku membayangkan cerita yang menyenangkan yang akan aku lalui besok, tentang kehidupan sekolah dan rencana jalan-jalan bersama Nisa, semoga saja besok sudah sembuh. Mungkin akan ada banyak tawa, tanya, dan cerita tak terlupakan yang akan kami ciptakan bersama.
Terimakasih kepada siapa pun yang telah meluangkan waktu untuk membaca cerita singkat ini. Aku ingin tidur sekarang. Doakan, semoga lekas sembuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]
Romance-- CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT KEJADIAN ATAUPUN CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA -- Dia Nisa, sampai saat ini dia adalah satu-satunya orang yang membuatku menelan ludahku sendiri. "Kita kan sahabat, jadi...