Pikiranku begitu runyam dan penuh dengan kebimbangan. Terjebak dalam pusaran perasaan yang tak seimbang, aku terus bertanya-tanya tentang kedekatan yang kami miliki. Apakah semua pelukan, senyum, dan momen yang kami bagi hanya sebagai tanda persahabatan belaka? Apa artinya saat dia menatapku dengan penuh kehangatan, saat dia memelukku saat itu, saat aku menggenggam tangannya hanya sebuah selingan disaat hatinya sudah terpaut pada orang lain?
Kesadaran bahwa aku bisa menjadi sahabat baginya, bahwa aku bisa sedekat itu dengannya, memang menghadirkan rasa nyaman, tapi itu juga menjadi beban yang tak tertahankan. Bagaimana aku bisa menempatkan diriku dalam peran ini, sambil hatiku terus teriris karena rasa yang ku hadirkan untuknya tidak terbalas?
Aku terjebak dalam pertanyaan tanpa jawaban yang pasti. Apakah seharusnya aku terus menjadi sahabatnya, hanya demi mempertahankan kedekatan yang begitu berharga? Atau apakah saatnya untuk melangkah mundur, membiarkan diri ini menjauh dari kerumitan perasaan yang tak jelas kemana arahnya?
Ketika aku melihatnya kemarin, berboncengan dengan orang lain yang jelas-jelas dia kagumi, aku merasakan hancurnya dunia ini di hadapanku. Rasanya seolah segala sesuatu runtuh, dan aku hanya tersisa dalam kekosongan yang tak terperi.
Bagaimana aku bisa melanjutkan hari-hari ini, sambil terus berpura-pura bahwa hatiku tak berantakan? Bagaimana aku bisa menatap wajahnya tanpa teringat akan setiap momen manis yang kami bagi, tanpa pernah mendapatkan apa yang aku inginkan?
Setiap langkahku terasa berat. Aku merasa terombang-ambing dalam arus perasaan yang tak menentu. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu menggigit, hingga sulit untuk menemukan alasan untuk tetap berdiri.
Aku terus bertanya pada diriku sendiri, apakah ini semua layak? Apakah sakit yang aku rasakan sebanding dengan kedekatan yang aku miliki? Tapi di saat yang sama, ada suara kecil yang mengatakan bahwa mungkin aku perlu memutuskan untuk menjauh, untuk memberi ruang bagi hatiku yang terluka untuk sembuh.
Namun, entah mengapa, ada kekuatan yang membuatku bertahan. Mungkin itu adalah harapan palsu, atau mungkin itu hanya kelemahanku. Aku tidak yakin lagi. Aku hanya tahu bahwa aku tidak siap untuk kehilangan dia dari kehidupanku.
Mencoba menghadapi perasaan yang begitu kuat namun tak terbalas, terkadang terasa seperti berjalan di atas bara api. Aku terus merenung, mencari jawaban dalam pusaran perasaan yang kacau. Aku ingin mengetahui apakah keberadaanku di dalam hidupnya hanya sebagai sosok yang nyaman, atau apakah ada sedikit keinginan yang sama dari pihaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]
Romance-- CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT KEJADIAN ATAUPUN CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA -- Dia Nisa, sampai saat ini dia adalah satu-satunya orang yang membuatku menelan ludahku sendiri. "Kita kan sahabat, jadi...