Malam ini, aku merasa gelisah dan sulit untuk tidur. Pikiranku dipenuhi dengan kerinduan yang semakin menggelayut. Beberapa hari terakhir, aku merasa seperti ada yang hilang, seperti ada kekosongan yang sulit dijelaskan. Aku menghabiskan waktu dengan menghirup napas panjang, berusaha menenangkan pikiran, namun rasa hampa tetap ada.
Ya, sesakit apa pun saat ini, rindu tetaplah rindu. Beberapa hari tidak melihatnya, bahkan selama itu tidak menghubunginya. Persetan dengan sakit hati, persetan dengan Theo, Aku ingin mengirim pesan kepadanya.
Aku merasa terhanyut dalam ketidakpastian yang melingkupi pikiran. Aku duduk di ujung tempat tidur dengan ponselku yang terang, jari-jariku gemetar saat mengetik pesan singkat di WhatsApp. Mataku terpaku pada layar, menunggu dengan cemas balasan dari Nisa, yang entah kenapa telah menjadi pusat perhatian dan kekhawatiranku belakangan ini. Aku mengirim pesan, berharap bahwa kata-kata sederhanaku dapat membawa sedikit kelegaan.
Aku: Ceweee .. Piwiitt
Kutatap kembali pesan yang baru saja kutulis. Aku mencoba menyelipkan sedikit keceriaan, seolah-olah semuanya baik-baik saja di sini. Namun, di balik itu, hati masih teriris oleh rasa kecewa.
Kliiing!! Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di ponselku. Nisa membalas pesan. Hatiku berdegup kencang ketika membaca namanya. Rasa rinduku seakan diperkuat dengan kedatangan pesannya. Aku segera mengetik balasan dengan senyum di wajahku.
Nisa: Awaaaaannnn .. Kemana aja !!!!
Aku: Ciyeee .... Kangen yekan
Nisa: G.
Nisa: Eh eh .. Aku mau ceritaaaaa ... Huwaaaaa :')
Aku: Ututututuuuu .. Apa apaa ?? Gimanaa ??
Nisa: Tadi siang aku jalan sama Theo. Hehehe
Terkadang, ketika mendengar tentang Theo, rasa kesal kembali membakar dadaku. Aku merasakan kekecewaan yang mendalam, namun aku berusaha untuk tidak menunjukkannya kepada Nisa. Pikiranku berkecamuk, mencoba menenangkan diri, meski hatiku masih terasa berat.
Aku terus memutar ulang cerita itu di kepala. Tentang semua momen indah yang pernah kami rekam dalam kenangan. Namun, bayangan tentang Nisa bersama Theo lagi-lagi membuat hatiku berantakan.
Nasi sudah menjadi bubur. Pikiranku terus mengulang kalimat itu, seperti mantra yang menambah kekacauan dalam benakku. Pikiranku terbagi antara "Tinggalkan dia!" dan "Tetap bersamanya!" Rasanya sulit untuk menemukan keseimbangan antara logika dan emosi.
Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa tidak apa-apa jika Nisa bersama Theo, yang penting kami tetap dekat. Aku berusaha mengusir rasa kecewa dari diriku, berharap semuanya akan baik-baik saja. Tapi, sulit sekali untuk meyakinkan diri sendiri dalam keadaan seperti ini.
Setelah sekian lama merenung, akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya.
Aku: Yaahhh .. Akunya ga di ajak-_ Besok libur kan ?? sama aku yook .. nyanset.
Nisa: Kangen?
Aku: Pd nyaaaa
Aku: Yok yook .. besok jalan .. tar dikasi permen
Nisa: Oteeiiii .. Udayaaaa .. mo boboo .. Sleepwell Awan
Aku merasakan lega ketika Nisa akhirnya menyetujui ajakanku untuk bertemu besok. Aku berharap pertemuan itu bisa membawa kedamaian setelah sekian lama sakit, meski hanya sesaat. Meski hatiku masih terasa berat, aku berharap esok hari akan membawa kelegaan dari semua rasa kecewa yang ku alami.
***
Walaupun sudah disakiti, rindu tetaplah rindu, rasa sayang tetaplah sayang. Dua kalimat sederhana itu menggambarkan betapa rumitnya perasaan manusia. Terkadang, meskipun kita telah terluka oleh seseorang, hati masih saja mempertahankan ikatan yang kuat. Seakan-akan rasa itu tumbuh semakin dalam, tak terpengaruh oleh segala yang ada di sekitarnya.
Rindu itu seperti teman lama yang tak pernah beranjak dari sisi. Seiring waktu berlalu, ia semakin mengakar dalam relung hati. Kenangan manis terus muncul di pikiran, mengingatkan akan kehangatan yang pernah dirasakan. Mungkin, itulah mengapa sulit untuk melupakan dan melepaskan perasaan, walaupun telah dikecewakan.
Rasa sayang juga tidak kalah kuatnya dari rindu. Meskipun telah merasakan pedihnya disakiti bahkan berulang kali, tetap saja ada sisa-sisa rasa yang terus bertahan. Ia membawa ingatan tentang setiap momen yang pernah dibagi bersama. Kehangatan pelukan, senyum tulus, dan dukungan tanpa syarat terus menghiasi benak, seolah menolak untuk ditinggalkan.
Itulah alasan mengapa hati ini begitu keras kepala, terus mempertahankan perasaan yang mungkin seharusnya telah dilupakan. Mungkin karena di balik luka dan pengkhianatan, ada harapan yang tersisa. Harapan bahwa segalanya akan kembali seperti sedia kala, bahwa semua konflik akan teratasi, dan bahwa kebahagiaan akan kembali menghampiri.
Sering kali, kita terperangkap dalam kebingungan antara ingin melupakan dan ingin memaafkan. Sisi logika memerintahkan untuk melupakan, menghapus jejak-jejak luka yang ada, dan melangkah maju. Namun, hati terus berkata bahwa perlu memberikan maaf, memberikan kesempatan kedua, dan mencoba memulihkan apa yang telah hilang.
Tidak jarang, dalam perjalanan yang dilalui, kita bertanya-tanya apakah yang kita rasakan adalah kelemahan atau kekuatan. Apakah terus mempertahankan rindu dan sayang adalah tanda keteguhan ataukah sekadar kesia-siaan? Namun, meski mungkin terlihat sebagai kelemahan, dalam banyak hal, itulah yang membuat kita masih layak disebut sebagai manusia.
Ketika cinta dan kesetiaan terus berjuang melawan rasa sakit dan kekecewaan, kita juga belajar tentang ketabahan dan kebijaksanaan. Kita belajar bahwa pengampunan bukan berarti kelemahan, melainkan tanda dari keberanian dan kedalaman hati yang mungkin tak terbatas. Kita belajar bahwa melanjutkan perjuangan rasa adalah bentuk keteguhan yang patut dihargai.
Jadi, walaupun kita terkadang merasa lelah, terkadang merasa tertekan oleh beratnya beban yang kita bawa, rindu tetaplah rindu, dan rasa sayang tetaplah sayang. Kita tetap melangkah, berusaha memahami dan menerima bahwa cinta dan pengampunan adalah pilar utama dalam kehidupan. Kita belajar bahwa meski terluka, hati masih mampu untuk mencintai, dan itu adalah keajaiban yang patut disyukuri.
Setidaknya, Besok tidak akan semenyakitkan saat ini. Semoga :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]
Romance-- CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT KEJADIAN ATAUPUN CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA -- Dia Nisa, sampai saat ini dia adalah satu-satunya orang yang membuatku menelan ludahku sendiri. "Kita kan sahabat, jadi...