16

50 23 69
                                    

"Aku Otw yaaa .. dandannya gausa lama lamaa," pesan singkat itu terkirim kepada Nisa. Hari ini, aku memutuskan untuk tidak memperlihatkan perasaanku. Aku hanya ingin menikmati kebersamaan kami. Setidaknya, selama masih memungkinkan.

Sebelumnya, aku telah menyampaikan bahwa setiap awal pasti memiliki akhir, dan setiap pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan. Aku sadar akan ketidakpastian yang mengiringi setiap langkah. Aku hanya ingin merasakan betapa dekatnya kita saat ini. Walaupun sangat mengerti bahwa suatu saat akan terpisah dalam jeda waktu yang tak terelakkan.

Setiap orang berhak menikmati waktu, kan? Walaupun pada akhirnya ada sakit yang sudah tertebak, setidaknya ada waktu untuk mengukir bahagia. Dalam canda tawa yang melintas, aku merasakan kehangatan dari sosoknya. Meskipun tak dapat menghindari perpisahan yang mungkin sedang berlari semakin mendekat, aku memilih untuk menikmati setiap momen kebersamaan yang bisa kami lewati bersama.

Aku tetap berharap agar kami tetap dekat, meskipun aku sadar, saat ini hanya bisa mengucapkan semoga. Upaya apa yang bisa di lalukan ketika jelas-jelas dia menyukai orang lain, dan orang yang dia cintai juga meresponsnya dengan baik?

Sepertinya situasinya sudah cukup jelas. Tidak lama lagi, orang yang aku cintai akan menjadi kekasih orang lain. Aku mencoba mengusir pikiran itu dari benakku, setidaknya untuk hari ini..

Setiap sakit pasti ada obatnya, bukan?

Setidaknya aku masih dengan rapat menyimpan harap. Meskipun kenyataan mengatakan bahwa dia mencintai yang lain, namun, aku memilih untuk tetap memelihara rasa yang sudah terlanjur tumbuh subur.

Aku terus berharap bahwa suatu hari dia akan mendengar degup jantungku yang berdetak kencang untuknya, bahwa dia akan melihat kedalaman rasa yang masih tersimpan. Aku memilih untuk terus menggenggam rapat harapan bahwa mungkin suatu saat, dia akan menyadari bahwa setiap senyuman yang aku bagi menyimpan rasa untuknya.

***

Sore ini, aku ingin meredakan sesak yang kurasakan kemarin dengan menghabiskan waktu bersamanya. Aku membonceng Nisa seperti biasa. Meskipun sudah sering, hatiku tetap berdebar-debar. Tanganku hanya berpegangan pada stang motor di sebelah kanan untuk mengontrol kecepatan, dan tangan kiriku meraih tangan Nisa. Dia tidak menolak, bahkan menempatkan dagunya di bahuku. Aku tersenyum getir. Mengetahui bahwa dia mencintai orang lain, rasanya seolah-olah ada sesak yang berupaya menyelinap.

Namun, aku tetap merasa bahagia. Setidaknya, aku pernah merasakan kedekatan ini.

Jika di ingat, waktu itu aku pernah mengeluh, "Jika aku tahu rasanya akan begini sakitnya, lebih baik aku tidak pernah mengenalnya."

Mungkin saat itu, aku terlalu larut dalam emosi sesaat. Tapi sekarang, aku menarik kembali ucapanku, "Walaupun akhirnya akan begitu menyakitkan, setidaknya aku pernah merasakan kenangan bahagia bersamanya."

Kisah di pantai sebenarnya cukup dalam. Aku akan menceritakannya di bagian selanjutnya. Terima kasih telah bersedia membaca sampai sejauh ini.

Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang