Aku tidak bisa menyalahkan Nisa. Dia bebas memilih siapa pun yang dia inginkan. Tetapi ada sesuatu yang mencekik di dalam dada, rasa sakit yang tak terhingga. Seolah-olah semua ketidakmampuanku yang tersembunyi terpampang jelas di hadapanku.
Sementara Theo, dia selalu seperti sosok yang tak terjangkau, layaknya pahlawan dalam cerita yang datang dan merebut hati semua orang.
Aku tidak tau banyak tentang Theo, tapi bagaimana mungkin aku bersaing dengan sosok seperti Theo? Dia selalu tampil begitu percaya diri, dengan senyum yang mampu mencairkan hati siapa pun. Sementara aku, hanya berdiri di sisi paling pojok, terlihat seperti bayangan yang mudah dilupakan.
Aku mencoba menghibur diri dengan berpikir bahwa cinta itu bukan tentang siapa yang lebih kaya atau lebih tampan. Tapi pada akhirnya, realitasnya terasa menyakitkan saat aku tidak bisa memungkiri kelemahanku di hadapan sosok yang begitu kuat dan karismatik.
Aku merasa seperti pion di dalam permainan, siap untuk dikalahkan oleh raja yang teguh. Apa yang bisa aku tawarkan kepada Nisa selain rasa cinta yang terlalu lemah untuk bersaing dengan segala yang Theo tawarkan?
Dan jika akhirnya Theo dan Nisa bersama, apakah aku akan tetap bisa mempertahankan persahabatan ini? Atau apakah aku harus mengubur perasaan ini dalam-dalam dan menjauh?
Mungkin ada yang bilang aku harus berjuang. Tetapi, bagaimana mungkin tetap berjuang ketika aku tahu perjuangan itu hampir mustahil?
Aku sering terjebak dalam siklus pikiran yang merusak. Pikiran tentang bagaimana Theo mungkin sudah mendekati Nisa, menawarkan dunia yang lebih indah, yang tak pernah bisa aku berikan. Aku melihat dalam imajinasiku saat mereka berdua tertawa, saling memandang dengan penuh pengertian, dan aku bertanya-tanya, apakah Nisa pernah melihat aku dengan cara yang sama?
Aku terjebak dalam kegelapan pikiran yang memikirkan masa saat Nisa menjalin hubungan dengan Theo sedang aku hanya sahabatnya.
Bagaimana bisa aku tetap dekat dengan Nisa, ketika hatiku terluka setiap kali melihatnya bersama Theo? Bagaimana aku bisa melupakan perasaan yang sudah terlanjur terukir?
Namun, di balik semua kegelapan, ada juga harapan yang masih menyala remang-remang. Harapan bahwa suatu hari, Nisa akan melihatku dengan cara yang lebih dari sekadar sahabat. Harapan bahwa cinta yang tumbuh di antara kami bisa menjadi lebih kuat dari segala yang Theo tawarkan. Mereka belum jadian kan?
Mungkin aku harus belajar untuk menjadi lebih percaya diri.
Mungkin aku harus belajar bahwa tidak semua yang bersinar adalah emas, bisa saja yang bersinar adalah lampu lima ribuan yang dijual di toko online.
Mungkin, di balik ketampanan dan kekayaan Theo, ada kekosongan yang sama seperti yang aku rasakan.
Mungkin, Nisa juga merasakan ketidakpastian yang sama seperti yang aku rasakan.
Mungkin, Theo tidak punya rasa kepada Nisa.
Mungkin, Aku harus berjuang sedikit lebih keras lagi.
Mungkin perjuangan adalah bagian dari cerita untuk menuju akhir yang diharapkan.
Mungkin dengan menghadapi ketakutan, aku bisa menemukan keberanian yang tidak pernah aku kira ada sebelumnya.
Mungkin, dalam perjalanan ini, aku akan menemukan siapa sebenarnya diriku, tanpa perlu membandingkan diriku dengan orang lain.
Mungkin, hanya mungkin.
Ah, sudahlah. Aku malas memikirkannya. Kadang-kadang, membiarkan pikiran kita beristirahat sejenak dari kerumitan adalah pilihan terbaik. Menemukan ketenangan di tengah kekacauan sehari-hari bisa memberi kita kesegaran yang kita butuhkan untuk melanjutkan perjalanan ini. Ketenangan itu adalah obat untuk kelelahan yang melanda, memberi kita kekuatan untuk melanjutkan ketika semuanya terasa terlalu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Nisa dan Rasa [SELESAI]
Romance-- CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT KEJADIAN ATAUPUN CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA -- Dia Nisa, sampai saat ini dia adalah satu-satunya orang yang membuatku menelan ludahku sendiri. "Kita kan sahabat, jadi...