Bab 21a

1.1K 276 8
                                    

Sinyal ponsel dan alat komunikasi yang lain hilang saat Presiden ada di sekitar mereka. Ruangan bukan hanya penuh oleh pebisnis melainkan juga para pejabat dan juga pengawal kepresidenan. Athena berdiri di belakang Rich, saat berjabatan tangan dengan Presiden. Matanya bertemu dengan laki-laki bertongkat dan ia mengangguk hormat. Ia akan mencari tahu siapa laki-laki itu nanti.

"Pak Presiden, ini anak saya Rich." Moreno memperkenalkan Rich.

Presiden menjabat tangan Rich dan menepuk bahunya. "Tampan dan pandai berbisnis. Piintar kamu, Rich."

"Terima kasih Pak Presiden." Rich menjawab dengan nada hormat.

Presiden meneruskan langkah, berjabat tangan dengan semua orang yang hadir dengan laki-laki bertongkat dan Perdana Menteri mengikuti. Tidak lupa Barney juga ada di antara mereka. Laki-laki itu berdiri tegap dengan rasa bangga yang tidak ditutupi. Saat bertemu dengan Benazir, Presiden menjabat tangan dengan ramah. Athena merasa kalau nyonya tua itu sangat luar biasa keren. Hampir semua pejabat mengenalnya, bahkan presiden sekalipun. Tidak heran kalau Barney dianggap sebagai salah satu keluarga paling kaya dan berkuasa.

Selesai berjabat tangan, Presiden memasuki ruang makan di mana ada banyak meja bundar dengan peralatan makan dari perak dan piring gelas dari keramik terbaik. Para pelayan berseragam mulai menghidangkan makanan dan anggur dituang ke dalam gelas. Athena berdiri di samping meja Rich. Laki-laki itu semeja dengan Drex. Martin, Barney dan Perdana Menteri di satu meja, sedangnya Benazir tidak ikut makan karena merasa sakit kepala. Tentu saja ada Jenggala dan Janitra di sampingnya. Mereka menjaga dua orang di satu meja.

"Harusnya kamu ada di meja itu dan bukan berdiri bersama kami," bisik Janitra pada Athena.

"Sudah tugasku, dan tidak perlu dikasihani. Aku malah ingin sekali bisa berdiri di samping meja utama, tapi entah bagaimana caranya," gumam Athena.

"Meja Presiden? Kamu ingin di sana? Perlu bantuan kami untuk membuat sedikit pengalih perhatian agar kamu bisa di sana?" usul Jenggala.

Menerima usulan Jenggala sama saja menerjunkan diri dalam masalah dan Athena tidak mau mengambil resiko itu. Dengan tegasi amenggeleng, menolak tawaran laki-laki pirang di sampingnya. Ia mengeti persis apa yang akan dilakukan Jenggala kalau menerima usulannya.

"Kamu yakin? Bukannya ingin mendengar percakapan mereka? Ayo!"

Desakan Jenggala membuat Athena menjawab pelan. Memang harus memberi penjelasan yang lengkap kalau tidak Jenggala akan terus menuntutnya.

"Tidak perlu. Aku semobil dengan Rich dan Martin. Aku rasa akan mendengar cerita mereka nanti."

Jenggala berdecak kecewa, seolah kehilangan sesuatu yang besar. Padahal ia butuh pengalih perhatian dari situasi yang membosankan ini. Bukan karena tidak menyukai pekerjaanya, tapi menginginkan sedikit tantangan. Melirik Athena dan Janitra yang berdiri tenang, akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pengawal yang baik. Bagaimana pun juga, ini adalah pertemuan resmi tingkat tinggi. Memang besar resikonya kalau ia berulah, meskipun mampu mengatasi semua pengawal tapi belum tentu Drex membelanya. Bisa jadi sang tuan akan memenggal kepalanya lebih dulu kalau dirinya berulah.

Rich menyantap makanannya, dengan pandangan sesekali tertuju pada Athena. Tidak perlu waktu lama, pengawalnya itui akrab dengan pengawal kembar dan membuat Rich bertanya-tanya, apakah mereka saling mengenal satu sama lain. Si pirang terlihat jelas mengajak pengawalnya mengobrol terus menerus. Sedangkan si rambut perak, lebih pendiam meski begitu sesekali tertawa seolah mendengar obrolan yang seru. Tidak tahan dengan jalan pikirannya, Rich menoleh ke arah Drex.

"Tuan Drex, pengawal kita cukup akrab satu sama lain. Seolah mereka saling mengenal sebelumnya."

Drex mengangguk kecil. "Sepertinya begitu. Mungkin saja, sebelum menjadi pengawal kita mereka memang pernah bertemu. Dunia pengawal pribadi, apalagi yang mumpuni memang sempit. Satu orang bisa jadi pernah melayani banyak tuan."

"Benar juga. Mungkin di pelatihan pernah bertemu. Ngomong-ngomong, bagaimana Anda merekrut pengawal Anda? Mereka terlihat sangat tangguh."

"Lewat agency, sama seperti Anda. Tapi untuk hal lain, aku yang menggembleng mereka langsung." Drex melirik Rich sekilas. "Pengawal Anda juga terlihat sangat cakap dan tangguh."

Kali ini Rich yang mengangguk, menatap Athena dengan bangga. "Memang. Drake itu serba bisa, menyetir lihai, beladiri tidak usah diragukan, dan sangat berdedikasi."

"Berarti Anda menemukan pengawal yang tepat."

"Memang, aku sangat bersyukur."

Drex meraih gelas dan meneguk anggurnya perlahan. Mengulum senyum saat melihat pandangan yang diarahkan Rich pada Athena. Tidak dapat dipungkiri, ada rasa ketertarikan di sana. Apakah adiknya juga merasakan hal yang sama? Ia akan mencari tahu nanti. Ia menoleh ke arah meja utama, melihat situasi yang sangat kaku di sana. Sepertinya sedang ada pembicaraan penting dan hanya orang-orang yang ada di meja itu yang mendengarnya. Cepat atau lambat, Drex juga akan tahu apa saja pembicaraan mereka. Akan ada orang yang memberinya kisi-kisi, dengan uang yang cukup dan menemukan orang yang tepat, apa yang ingin diketahuinya pasti didapatkan.

"Tuan Rich, bolehkah aku bertanya satu hal pada Anda?"

Rich mengangguk sambil mengangkat tangan. "Sebelumnya saya ingin meminta satu hal juga Tuan Drex."

"Ya?"

"Panggil saya langsung dengan nama. Sepertinya kita akan lebih nyaman begitu."

Drex mengangkat gelas. "Deal kalau begitu. Panggil aku langsung Drex, biar kita lebih akrab. Tanpa sopan santun dan basa-basi."

Rich terlihat puas karena usulannya diterima. "Kalau begitu, apa yang kamu ingin tanyakan?"

"Hal yang sedikit pribadi, kenapa para teroris ingin menghabisimu. Aku menduga masalah mereka lebih dari sekedar persaingan bisnis. Kalau cuma karena Tuan Martin penyebabnya, kenapa harus kamu yang diburu? Sedangkan adikmu tidak. Apakah benar itu?"

Menghela napas panjang, Rich mengangguk muram. "Jujur saja sebenarnya aku tidak terlalu mengerti niat mereka. Orang-orang termasuk papaku menduga itu soal bisnis, tapi aku menolak teori itu. Seperti katamu, adikku bebas dan bahkan kemana-mana sendirian."

"Menurut teorimu apa?"

"Tentang perburuan nyawaku?"

"Sedikit sadis kalau mengatakan perburuan, bagaimana kalau kita ganti dengan teror untukmu."

Rich terkekeh. "Tidak menyangka, Tuan Drex yang berwibawa ternyata halus dalam bertutur kata. Baiklah, kita anggap taruhan nyawaku. Aku punya teori melibatkan sesuatu tentang suatu masalah besar, bukan bisnis."

Drex menunggu Rich melanjutkan perkataannya.

"Ini tentang sesuatu yang aku ketahui atau aku miliki, yang mungkin tidak aku sadari. Kamu pasti mengira aku gila, tapi aku merasa memiliki sesuatu yang diinginkan orang-orang itu." Rich menunduk, merasa heran karena membuka perasaannya dengan satu orang yang baru ditemuinya. Entah kenapa ia merasa kalau Drex seperti kakaknya sendiri.

Drex berpikir sesaat tentang teori Rich. "Kalau memang kamu memiliki sesuatu yang mereka inginkan, bukankah lebih efektif mengambilnya dari pada harus membunuhmu."

"Memang, tapi bagaimana kalau mereka takut aku akan mengetahui sesuatu rahasia dari apapun yang mereka inginkan itu. Entah benda, orang, atau pun informasi. Kamu mengerti maksudku?"

"Tidak sepenuhnya paham tapi mencoba mengerti. Kalau memang begitu teorinya, sepertinya masuk akal. Mereka menginginkan sesuatu darimu, entah itu benda, orang, atau informasi. Tapi, di saat yang bersamaa takut kalau kamu tahu tentang rahasia yang ada di salam sesuatu yang kamu punyai. Karena itu, jalan satu-satunya adalah—"

"Membunuhku. Benar sekali. Aku punya teori ini."

Athena : Under Cover LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang