Rose berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit, dengan wajah panik dan cemas, ia menuju ke ruang gawat darurat, dimana Sandara, Jihoon dan Winter sudah menunggu sambil menangis, wanita paruh baya itu memeluk si bungsu yang terisak lirih, Jihoon nampak memukuli dinding rumah sakit dengan putus asa.
"Eomma" suara Rose membuat ketiga nya menoleh.
"Rose" Sandara mengulurkan tangan kanan nya, dan gadis itu pun segera menghampiri dan memeluk nya.
"Jisoo. . ." Sang ibu tak mampu melanjutkan kata-kata nya
"Ada apa dengan oppa, eomma?" Rose malah semakin penasaran.
"Keluarga Kim Jisoo" panggil seorang perawat.
"Ayo kita temui dokter" ajak Sandara, Rose pun memapah sang calon mertua.
"Jihoon, jaga Winter disini ne" pesan Rose.
"Ya noona" jawab Jihoon, Rose pun memasuki ruangan sang dokter bersama Sandara.
"Selamat siang nona, nyonya" dokter jangkung itu pun menyambut nya.
"Selamat siang dok, bagaimana keadaan putra saya?" Tanya Sandara.
"Silakan duduk, saya akan jelaskan" kata sang dokter, kedua wanita itu oun duduk dengan perasaan harap-harap cemas.
"Kepala pasien mengalami benturan keras, terutama di batang otak nya yang mengalami pendarahan, kita tunggu malam ini, apakah dia bisa melewati masa kritis nya" jelas sang dokter, apakah perasaan Rose sudah lega? Belum, sebab nasih Jisoo akan di tentukan malam ini juga, apakah ia mampu bertahan atau tidak setelah dilakukan operasi tadi, dan kini Jisoo berada di ruang ICU, di rumah sakit yang sama, tapi beda lantai dengan Rio, sebab ruangan ICU Rio adalah vvip.
Sekembali nya Rose dan Sandara dari ruang dokter, ayah dan ibu nya sudah datang menemani Jihoon dan Winter.
"Rosie" sang ayah langsung memeluk sang putri, akhir nya tangis Rose pun pecah dipelukan sang ayah.
"Sabar ya, Jisoo pasti mampu melewati semua" ucap Seojoon, sedangkan Minyoung nampak membesarkan hati Sandara yang kembali menangis, tak ada obrolan, semua termenung dengan pikiran masing-masing.
"Eomma"
"Ya Rose?" Jawab Sandara lemah.
"Eomma pulang saja dengan Jihoon dan Winter, mereka besok harus sekolah, dan eomma pasti lelah" kata Rose.
"Tidak sayang" tolak Sandara
"Biar Rose yang menemani oppa, besok eomma bisa datang lagi" bujuk Rose, akhir nya Sandara pun setuju, ia pulang bersama kedua dongsseng Jisoo, sedangkan Seojoon dan sang istri pulang tengah malam, Rose tak tidur semalaman, memikirkan nasib calon suami yang sangat dicintai nya itu, ia duduk di bangku lorong ruang ICU.
Belum lima menit Rose terlelap di kursi, ia kembali terjaga karena mendengar suara derap langkah kaki cepat dari perawat dan dokter yang memasuki ruangan ICU, ia pun menegakan tubuh nya.
"Oppa" batin nya cemas, Rose pun berdiri dengan gelisah, ia tak tenang dan tak tahu apa yang terjadi dengan Jisoo di dalam sana, setengah jam berlalu, dokter pun keluar.
"Dokter" panggil Rose.
"Nona"
"Apa yang terjadi dengan oppa?" Tanya nya penasaran.
"Pasien mengalami brain death" jawab sang doktet
"Apa itu dok?"
"Kematian otak karena kekurangan asupan oksigen dan darah ke otak, karena mengalami pendarah parah di batang otak nya, dan ini menyebabkan terganggu nya semua aktifitas organ vital sebelum jantung nya berhenti berdenyut, untuk saat ini, pasien masih mampu bertahan berkat bantuan alat penunjang, jika itu di cabut, semua selesai" jelas sang dokter panjang lebar, lemas sudah lutut Rose, begitu sang dokter pergi, ia lalu menjatuhkan tubuh nya diatas lantas, menangis sendirian tengah malam, dirumah sakit.
Pagi-pagi sekali Sandara sudah mendatangi rumah sakit sambil membawakan sarapan untuk Rose, yang duduk sambil melamun sendiri.
"Rose" gadis itu langsung menoleh.
"Eomma" sambut nya.
"Kamu makan dulu ya?"
"Rose tidak lapar eomma"
"Jika kamu sakit nanti, siapa yang akan menjaga Jisoo?" Bujuk Sandara, Rose pun terpaksa makan, meski rasa nya sulit untuk menelan karena ia tengah menahan tangis.
"Apa dokter sudah memeriksa Jisoo hari ini?" Tanya Sandara.
"Ne eomma" lirih Rose dengan suara tercekat.
"Apa kata nya?"
"Oppa mengalami mati otak eomma"
"Arti nya?" Sandara menatap serius pada Rose.
"Hidup oppa tergantung pada alat yang dipasang ditubuh nya sekarang" jelas Rose.
Deg
Sandara membeku, mendengar penjelasan Rose.
"Perawat sudah memberitahu Rose tentang perincian untuk biaya operasi dan penanganan oppa selam dua hari ini eomma, ayo kita lunasi" ajak nya
"Tapi Rose, eomma belum memegang uang sedikit pun" jawab Sandara.
"Ini uang oppa, eomma" Rose menyerahkan segepok uang tabungan untuk pernikahan mereka pada Sandara
"Uang darimana ini?" Bingung nya.
"Itu adalah uang tabungan untuk pernikahan kami"
"Tidak, ada uang mu disini Rose, eomma tidak bisa menerima nya"
"Eomma tolong, jangan pikirkan itu, keadaan kita terdesak sekarang, jangankan uang, apa pun asal itu demi oppa, Rose rela melakukan nya" Sandara pun menangis, mereka berpelukan saling menguatkan, padahal hati dan perasaan mereka sama-sama hancur, mereka juga butuh tempat untuk bersandar.
Tabungan Rose dan Jisoo hanya mampu menutup biaya operasi dan penggunaan kamar ICU serta alat nya untuk lima hari saja, selebih nya, mereka harus putar otak untuk mendapatkan uang lagi, Rose memilih berhenti untuk bekerja, demi menjaga Jisoo di rumah sakit, sudah semenjak hari pertama sang kekasih mengalami kecelakaan, ia belum juga pulang ke rumah, sang ayah dan sang ibu datang setiap hari untuk memabawakan baju ganti bagi sang putri dan membawa pulang baju kotor nya.
#TBC