Sandara terpaksa menjual rumah nya, demi memperpanjang umur Jisoo, ia kini tinggal di sebuah apartemen sempit yang ia tinggali bersama Winter dan Jihoon, sebenar nya, usaha ini pun percuma, karena cepat atau lambat Jisoo tetap akan pergi juga, tapi orang tua mana yang rela ditinggal anak nya secepat itu.
"Jika waktu bisa diputar, lebih baik eomma saja yang berada disana sekarang" gumam Sandara menatap sang putra dari jendela ruang ICU.
"Tidak, eomma jangan berkata begitu" Winter memeluk erat sang ibu sambil menangis.
Dan uang penjualan rumah hanya mampu memperpanjang usia hidup Jisoo selama dua minggu saja, Sandara nampak gelisah, ia bingung, tak ada yang bisa ajak berbagi kecuali Rose, itu pun juga tak semua bisa ia ceritakan.
"Hari ini eomma mengumpulkan kalian disini, untuk memberi ucapan perpisahan pada oppa kalian" kata Sandara, sebab ia sudah kehabisan uang untuk menyewa ruang ICU dan alat penunjang kehidupan bagi putra bungsu nya itu, satu per satu dari mereka pun masuk untuk mengucapkan selamat tinggal, termasuk Seojoon dan Minyoung, terakhir adalah Rose, untuk sepuluh menit pertama, ia tak mampu berkata-kata selain menatap sang kekasih sambil menangis.
"Aku mencintai mu oppa" hanya itu yang mampu Rose ucapkan, otak nya terasa kosong, lidah nya kelu untuk berucap lebih panjang, dan setelah semua keluarga mengucapkan kata-kata perpisahan, alat penunjang kehidupan Jisoo pun di lepas."Nyonya Kim, bisa kita bicara?" Dokter Choi menemui Sandara yang masih duduk di lorong ruang ICU, sebab begitu alat di cabut, jantung pasien biasa nya tidak langsung berhenti berdetak.
"Ya dokter"
"Mari ikut saya" dokter Choi pun membawa Sandara ke ruangan nya.
"Silakan duduk"
"Ya dok?"
"Begini nyonya Kim, sebelum nya saya minta maaf yang sebesar-sebesarnya atas kelancangan saya ini, jadi begini, salah satu pasien di rumah sakit ini, dia sudah mengalami koma selama dua tahun lebih, dan membutuhkan donor jantung, jadi apakah nyonya bersedia mendonorkan jantung putra anda? Mereka akan bersedia mengganti nya dengan uang untuk keluarga nyonya Kim nanti nya jika anda setuju" ijin sang dokter hati-hati, Sandara terkejut.
"Ya, saya mengijinkan nya, tak perlu di ganti dengan apa pun" jawab Sandara dingin, sebab hati nya sudah patah ditinggal oleh putra pertama nya yang begitu ia banggakan dan sayangi.
Dua jam kemudian, Jisoo akhir nya di nyatakan meninggal dunia, setelah dipastikan detak jantung dan nadi nya berhenti, ia lalu di bawa ke ruang operasi, untuk diambil jantung nya.
"Astaga Jisoo-yaa" Wendy merasa tak percaya melihat jenazah seseorang yang ia kenali itu terbujur kaku diruang operasi, ia tak tahu jika selama ini Jisoo dirawat di tempat ia bekerja.
Di ruang ICU vvip, dokter dan perawat nampak memeriksa tubuh Rio apakah tanda vital nya baik-baik saja untuk dilakukan operasi transpalantasi jantung, Yoona dan Siwon pun harap-harap cemas di luar ruangan.
Wendy menghampiri Rose, setelah operasi pengambilan jantung milik Jisoo selesai di lakukan.
"Rose"
"Wendy unnie" kedua nya saling berpelukan
"Aku turut berduka Rose, Jisoo adalah orang yang baik" ucap nya.
"Terima kasih unnie" rasa nya air mata Rose sudah habis untuk menangisi sang calon suami, sedangkan Sandara tengah menandatangani surat perjanjian dengan dokter Choi, perihal donor jantung untuk Rio.
"Minho-yaa" Yoona datang dengan langkah terburu-buru.
"Noona" Minho langsung menyambut hyung dan noona nya itu.
"Rio akan dioperasi nanti malam" beritahu Minho.
"Apa ukuran nya sekarang cocok Minho-yaa?" Tanya Siwon
"Semua nya cocok hyung" jawab nya
Jenazah Jisoo pun dipulangkan dalam suasana duka yang mendalam, Rose terkejut sebab rumah duka bukan di rumah yang dulu, melainkan sebuah ruangan di loby sebuah apartemen.
"Jihoonie?" bisik Rose bertanya pada dongsseng Jisoo itu.
"Eomma sudah menjual rumah kami noona, untuk biaya hyung di rumah sakit, jadi kami sekarang tinggal disini" jawab Jihoon.
Malam pun tiba, Rio mulai di bawa memasuki ruang operasi untuk melakukan transplantasi jantung dengan menggunakana alat operasi bypass, yang dipimpin oleh dokter Choi Minho, sang paman, yang adalah dongsaeng kandung Choi Siwon, yang menunggu bersama sang istri diluar, operasi berlangsung selama berjam-jam, tapi keluarga enggan untuk pulang, mereka bersikukuh untuk menunggui nya, dan bahkan menginap di rumah sakit.
Keesokan hari nya, Jisoo pun akhir nya dimakam kan, sedangkan operasi Rio telah selesai dilakukan dan memakan waktu selama dua belas jam.
Semua bisa menerima kepergian Jisoo dengan lapang dada, Rose serta keluarga Kim juga sudah tahu jika nyawa Jisoo tak akan terselamatkan, semua hanya tinggal menunggu hari, mereka menunduk, sambil sesekali menghapus air mata yang membasahi pipi.
"Terima kasih telah hadir dalam hidupku meski hanya sebentar oppa, kenangan tentang mu, selama nya akan selalu aku simpan di hati ku" ucap Rose sebelum melempar setangkai mawar mewah ke dalam liang lahat Jisoo, ia lalu menyeka air mata nya sendiri.
Sandara menghampiri Rose, lalu memeluk nya dari samping.
"Setelah ini, tolong jangan lupakan eomma ne, meski kalian tak jadi menikah, kamu tetap lah anak eomma" kata Sandara
"Tentu eomma, Rose tak akan melupakan keluarga oppa" balas nya.
Dirumah sakit.
"Bagaimana Minho-yaa?" Sambut Siwon begitu sang dongsaeng selesai melakukan operasi.
"Berhasil hyung, kita tinggal menunggu Rio sadar" jawab nya dengan wajah lelah.
"Gumawo Minho-yaa" Siwon memeluk erat tubuh dongsaeng nya itu.
#TBC