Di sisi lain, Aya masih betah menunggu orang yang katanya pemilik Nolan Investment itu datang. Matanya menerawang ke segala arah. Meneliti ruangan bernuansa abu-abu tua yang menaunginya. Ia berdecak kagum berkali-kali. Biasanya dia hanya melihat ruang kerja semewah ini di layar kaca. Namun, sekarang justru terpampang jelas di depan mata.
Membuat Aya tidak tahan dan berakhir mengeluarkan ponselnya untuk melakukan selfie berulang kali degan berbagai gaya.
"Mika harus tau di mana gue sekarang," ucapnya girang sambil bangkit dari kursi, ia sengaja berbalik agar bisa memotret rak buku besar di salah satu sisi ruangan. Nahasnya, sebelum sempat mengambil gambar, Aya sudah lebih dulu dibuat kaget oleh Hiro yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.
"Seharusnya saya tidak membuat kamu menunggu lama."
Aya tersentak, kemudian secara refleks mundur satu langkah sambil membelalakkan mata. Menatap pemuda jangkung berkemeja hitam di hadapannya. Selama sesaat, gadis itu membatu di tempatnya berdiri. Sedangkan pemuda tadi sudah menempati kursinya dengan penuh wibawa.
"Duduk." Hiro berkata tegas dan singkat, membuat kegugupan Aya menjadi lebih kentara.
"I-iya, Pak." Gadis itu tersenyum canggung, kemudian duduk di hadapan Hiro. Sekarang, jarak mereka hanya dibatasi oleh meja.
Mendengar kata 'Pak' keluar dari mulut Aya, kening Hiro langsung berkerut samar. Mungkin orang-orang di kantor akan memanggilnya seperti itu, tetapi karena Hiro nyaris tidak pernah ke kantor, panggilan 'Pak' terasa asing di telinganya. Namun, ia tidak mempermasalahkannya, sebab ada hal yang lebih penting untuk dibahas dibanding sekedar pangilan 'Pak' yang Aya sematkan.
"Nama kamu siapa?" Tatapan Hiro tertuju pada Aya yang berusaha mengalihkan pandangan. Entah kenapa, sulit sekali baginya melakukan kontak mata.
Sambil menunduk, gadis itu menjawab, "Ayana Patricia, Pak."
"Coba saya lihat CVnya."
Bukannya udah dibaca, ya? Kan udah diemail. Begitu suara hati Aya meski tetap saja, dia mengeluarkan map berisi CV untuk dia serahkan kepada pemuda itu.
"Hm ...."
Senyuman Aya langsung timbul ketika Hiro mulai membaca dokumen ia berikan. Entah kenapa, Aya yakin sekali jika Hiro akan terkesan dengan CVnya. Sayangnya, dugaan gadis itu salah besar, senyuman yang mulai melebar pun langsung hilang begitu Hiro menutup map tersebut dan meletakkannya ke samping.
"Loh, udah selesai, Pak?" Mata Aya terbelalak. Besar kemungkinan pemuda itu tidak membaca CVnya. Atau Hiro hanya meminta untuk formalitas saja karena sudah membaca emailnya? Entahlah, Aya tidak mau berpikir terlalu jauh. Dia hanya mau berdoa agar dirinya baik-baik saja dan betulan dapat kerja. Tidak masalah kerja apa, yang penting kerjanya benar dan bayarannya sesuai. Karena Aya sudah tidak mau lagi membebani saudaranya.
"Ayana." Alih-alih menjawab pertanyaan spontan Aya, Hiro malah memanggil gadis itu.
"Iya, Pak." Kegugupan Aya mulai reda perlahan-lahan.
"Apakah kamu sudah punya pengalaman kerja sebelumnya?"
"E ... belum ada sih, Pak." Sejujurnya, Aya sudah belajar menjawab pertanyaan HRD saat interview. Tapi semua latihan yang dia lakukan bersama Mika menjadi tidak berguna begitu berhadapan dengan Hiro. Mungkin karena pemuda itu pemilik perusahaan kali ya, makanya Aya tidak bisa menjawab, meski pertanyaan yang diajukan hampir sama seperti yang sudah ia pelajari sebelumnya. "Maklum, Pak, fresh graduate hehehe."
Hiro terus menatap gadis yang menunduk malu itu. Jelas sekali jika Aya menyesali kalimatnya.
"Saya juga fresh graduate," balas Hiro datar, namun berhasil membuat Aya berhenti bergerak selama sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...