Semalam, Hiro telah berpesan pada Naresh untuk langsung membelikan apa yang Aya minta agar gadis itu tidak perlu meneleponnya seperti kemarin. Tidak peduli sebanyak apa pun barang yang Aya inginkan, yang penting gadis itu senang, tidak mengomel dan membuat keributan.
Tetapi sayangnya, yang terjadi tidak semulus bayangan Hiro. Karena begitu jam istrirahat siang tiba, Hiro sudah menerima telepon dari Anna. Lekas ia menolaknya karena menerka itu ulah Aya. Nahasnya, upaya itu sia-sia, sebab, ponselnya kembali besuara. Hiro mematikannya lagi. Aya menelepon kembali. Begitu terus sampai Hiro menyerah dan mengangkatnya.
“Pak, ini beneran kan saya boleh beli apa aja?” Suara gadis itu terdengar bahagia.
“Hm.” Hiro menjawab singkat.
“Bapak nggak boong ‘kan?”
“Tidak.”
“Yes!”
Hiro langsung mematikan sambungannya secara sepihak, lalu kembali memasukkan ponselnya ke saku celana. Bersamaan dengan itu Bachtiar kembali ke ruangan dan mengajaknya keluar untuk makan siang.
Untungnya setelah menelepon sekali, Aya tidak meneleponnya lagi. Jadi hari ini Hiro bisa belajar dengan lebih tenang dan kembali ke rumah lebih awal karena tidak perlu membeli pesanan gadis itu seperti kemarin.
Pukul lima sore, pemuda itu tiba di rumah bersama Haris. Namun, begitu turun dari mobil, Hiro langsung dikagetkan oleh tiga pelayan bermake up menor yang berdiri di teras. Pasalnya riasan mereka mirip karakter hantu di film horror semua. Ia tidak berkomentar apa-apa, selain karena tidak suka bicara, Hiro juga tahu jika itu adalah mahakarya Aya.
“Silakan masuk, Tuan.” Salah satu pelayan mencoba berusaha membuat Hiro masuk ke dalam lebih cepat. Hiro yang tadinya ingin masuk, langsung menghentikan langkah. Keningnya berkerut, sebab sayup-sayup, ia mendengar suara teriakan gadis itu.
“Di mana Ayana?” tanya Hiro tiba-tiba. Perasaannya mulai tidak enak.
Tiga pelayan itu saling pandang. Salah satu dari mereka maju selangkah, “e … anu Tuan, Nona Aya sedang bermain di halaman belakang.”
“Se-sebaiknya Tuan istirahat du—”
Hiro tidak menghiraukan, ia langsung menuruni tangga teras dan melangkah ke halaman belakang. Wajah tiga pelayan itu langsung diliputi kekhawatiran.
“Aku khawatir Tuan Hiro pingsan setelah tahu apa yang Nona Aya lakukan.”
“Bagaimana jika Tuan Hiro serangan jantung?” Pelayan itu menutup wajahnya dengan tangan. “Astaga aku takut sekali.”
Sedangkan Hiro semakin mempercepat langkah karena semakin lama, semakin jelas pula suara teriakan yang sampai ke telinganya. Setibanya di sana, Hiro langsung mematung, matanya terbeliak sempurna melihat seekor sapi berwarna coklat mengejar Aya, Cassia, Naresh dan Anna. Diikuti oleh tiga pengawal yang mencoba menangkap sapi tersebut.
“AAAAAA!” Sekarang Aya berlari ke arah Hiro yang ikutan panik. “LARI, PAK! LARI!”
Hiro masih membatu, tapi untungnya Aya bergegas menarik pergelangan tangan pemuda itu. Sedangkan Anna, Naresh dan Cassia berlari ke arah lain. Tiga pengawal tadi masih berupaya menangkap sapi itu walau pun sia-sia.
“KENAPA BISA ADA SAPI DI RUMAH SAYA?!” tanya Hiro sambil berlari, ia benar-benar kelelahan.
“CERITANYA PANJANG,” balas Aya dengan suara keras. Wajah gadis itu sangat-sangat berantakan. Seakan menunjukkan jika dia menyesal telah meminta Naresh membelikan seekor sapi dan membawanya ke rumah ini. Tadinya Aya ingin melatih sapi tersebut untuk menyeruduk pantat Hiro, taunya sapi itu malah mengamuk dan mengejar semua orang yang menemaninya bermain di taman belakang. Alhasil, Aya terpaksa berlari hingga sekarang karena sapi itu tidak kunjung berhasil ditenangkan. “Pak, saya nggak kuat lagi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...