Hiro terlelap begitu lama dan baru terbangun ketika mereka telah tiba di bandara. Itu pun karena Arasyi membangunkannya. Hiro memijat kepalanya yang terasa pening, mungkin efek dari tidur yang terlalu lama. Untungnya, tidak butuh banyak waktu untuk Hiro, Anna dan Arasyi menunggu karena beberapa saat setelahnya, mereka bisa melihat kemunculan Haris dan Naresh di antara banyak orang yang berlalu-lalang.
“Tuan,” panggil Haris dengan ekspresi haru, lantas tanpa aba-aba, ia memeluk pemuda itu. “Kami senang sekali Anda sudah kembali—”
“Tunggu.” Dengan gerakan pelan, Hiro mendorong Haris. “Kamu siapa?”
Anna, Arasyi, dan Naresh saling pandang keheranan.
“Saya Haris, Tuan, pengawal Anda yang paling setia. Apakah Anna tidak menceritakan tentang saya kepada Anda?” tanya Haris kecewa, wajahnya yang semula haru berubah jadi sendu. Ia melirik Anna sinis. Bisa-bisanya wanita itu membiarkan Hiro tidak mengenalinya.
Tapi sebelum Haris complain kepada Anna, Hiro sudah lebih dulu tertawa. “Hahaha saya hanya bercanda Haris, saya mengenal kamu, Anna sudah menceritakan tentang kamu dan orang-orang penting lainnya di hidup saya sehingga saya bisa mengingat kembali tentang kalian semua.”
Haris mengatupkan bibir, seperti menahan tangis haru agar pecah di hadapan banyak orang. “Terima kasih Tuan, sudah mengingat kami.”
Hiro menggeleng. “Tidak, Haris, saya yang harus mengucapkan terima kasih karena kalian sudah menjaga saya selama ini.” Senyum hangat Hiro mengembang. Lalu ia melirik arloji di pergelangan tangannya. “Ayo kita pulang, Oliver pasti sudah menunggu lama di rumah.”
Haris, Anna dan Arasyi saling lirik, sementara Naresh mengambil alih koper milik Hiro dan membawanya ke mobil.
“Iya, Tuan.” Haris menjawab setelah Anna mengangguk pelan. Memberi tanda jika mereka sudah siap melakukan apa yang harus mereka lakukan. Sesuatu yang menurut mereka benar.
Setelahnya, dengan perasaan gembira Hiro langsung keluar dari lobi bersama Haris, Anna, Arasyi dan Naresh menuju mobil yang telah di siapkan. Haris dan Anna duduk di seat depan. Sementara Hiro dan Arasyi duduk di barisan kedua. Naresh sendiri memakai mobil berbeda karena ia akan kembali ke rumah. Sedangkan Haris, Anna dan Arasyi memiliki tujuan yang berbeda.
“Oliver pasti bosan menunggu—”
“Hiro, stop,” potong Arasyi cepat, saat itu Haris mulai melajukan mobilnya. Anna mengatupkan bibir rapat-rapat, Haris fokus ke jalan raya, pura-pura tidak peduli dengan pembicaraan Hiro dan Arasyi. “Oliver udah meninggal.”
“Arasyi tolong, saya sedang lelah, saya tidak punya tenaga untuk berdebat sekarang.” Hiro menatap jalanan. Demi apa pun, kekesalan langsung membuncah dalam benaknya hanya karena kalimat Arasyi.
“Gue juga udah capek dan nggak punya tenaga lagi buat hadapin lo yang kayak gini,” balas Arasyi tidak mau kalah. “Makanya gue merasa lo butuh dirawat sama psikiater.”
Hiro diam. Ia betulan tidak punya tenaga berdebat sekarang. Apalagi dengan Arasyi yang sering bicara yang bukan-bukan hanya untuk memancing keributan. Namun, Hiro mengerutkan kening ketika melihat Haris membelokkan mobilnya ke pekarangan sebuah rumah sakit jiwa.“Kita sudah sampai,” ujar Haris setelah menghentikan mobilnya di area parkir. Mendadak, Hiro diserang perasaan takut.
“Kenapa kita ke sini?” Hiro menuntut jawaban.
“Maaf, Tuan.” Bukan jawaban, justru permintaan maaf dari Anna yang Hiro dapatkan. Di saat yang sama, Haris turun membuka pintu mobil untuknya. Sama halnya dengan Arasyi dan Anna yang juga keluar dari mobil beberapa saat setelahnya. Tersisa Hiro yang tidak mau beranjak sedikit pun. “Tuan, ayo.” Anna memanggilnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomantizmAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...