15. Hal Buruk Di Masa Lalu

4.7K 290 27
                                    

Dokter Rafi tidak bercanda ketika berkata akan menemani Hiro untuk ke rumah sakit, karena keesokan paginya, pria itu benar-benar datang. Hiro masih demam, tapi kondisinya jelas lebih baik dibanding kemarin. Namun, itu semua tidak akan berguna karena setelah biopsy, dia tetap akan lemah kembali.

“Cieee yang dijemput langsung sama Dokter, emangnya mau ke mana sih?” tanya Aya ketika melihat Hiro bersama Dokter Rafi di ruang tamu.

“Rahasia,” balas Dokter Rafi sambil merangkul bahu Hiro. Hiro tidak berkata apa-apa, langsung keluar bersama pria itu.

“Benar, ya, kalau diprioritasin mah nggak ada kata sibuk. Sekelas Dokter Rafi aja sempat jemput Pak Hiro,” ujar Aya pada Anna yang berdiri di sebelahnya, memandang punggung Hiro dan Dokter Rafi yang semakin menjauh.

“He’em.” Anna mengangguk.

“Itu mereka mau ke rumah sakit, ya?” 

“Nanti tanyakan langsung sama Tuan Hiro.” Begitu jawaban Anna yang membuat rasa penasaran Aya semakin bertambah. Aya mendengkus, kemudian mengikuti langkah wanita itu menuju halaman belakang. Di sana, ia bisa melihat mawar-mawar yang berantakan tertata rapi kembali seperti sediakala. Kemarin Anna dan beberapa pelayan bekerja sama untuk membereskan semuanya. Sedangkan Aya menjaga Hiro dengan dalih kasihan. Menemani pemuda itu saat terlelap dan terjaga, mengajaknya bicara, bahkan menenangkannya yang kerap kali mengigau.

Anna mengambil alat penyiram tanaman yang sudah diisi air, lalu mulai menyiram mawar-mawar itu.

“Pak Hiro suka banget sama mawar, ya?”

“Iya,” jawab Anna seraya terus menyiram tanamannya. “Makanya Tuan Hiro sedih ketika mawarnya rusak.”

“Saya mau nyiram juga dong.” Dengan ekspresi semangat Aya meminta gembor di tangan Anna, wanita itu pun langsung menyerahkannya. Senyum Anna tersungging lebar begitu Aya mulai menyiram mawar-mawar di hadapan mereka.

“Tuan Hiro akan terkejut melihat kamu serajin ini.” Anna terkekeh pelan.

“Sebenarnya saya emang rajin kok, cuma di sini saya sengaja malas-malasan biar semua orang repot. Aslinya saya nggak begitu, apalagi saya tinggal sendirian di rumah. Jadi mau nggak mau ya harus ngerjain semuanya sendiri,” oceh Aya penuh semangat. Seakan-akan Anna teman baiknya.

“Memangnya Mahesa pulang berapa bulan sekali?”

Seketika gerakan Aya langsung terhenti. Ia menatap Anna yang tersenyum ke arahnya.

“Tante kok bisa tau nama Abang saya?!”

“Astaga, bisa-bisanya saya keceplosan.” Wanita itu terkekeh, lalu mengangguk. “Saya sudah tahu tentang Mahesa bahkan sebelum Tuan Hiro menculik kamu. Informan Tuan Hiro yang memberitahu saya. Hanya saja, saya memilih diam.”

Aya sempat mematung sejenak, sebelum kemudian menerka dengan mata terbelalak, “berarti Pak Hiro juga tahu tentang Abang saya dong. Kenapa dia pura-pura nggak tau?”

Sontak Anna menggeleng. Sebelumnya, ia memang sudah berencana untuk memberitahu beberapa hal penting kepada Aya, hanya saja Anna menunggu waktu yang tepat. Namun, karena sekarang sudah terlanjur keceplosan, ia pun memilih bercerita.

“Tuan Hiro belum tahu apa pun tentang Mahesa.” Wanita itu memulai. “Karena saya melarang informan untuk memberitahukan informasi itu kepada Tuan Hiro."

Tentu saja Aya bingung. Bagaimana bisa informan Hiro menyembunyikan informasi dari Hiro hanya karena Anna melarangnya? Bukankah wanita itu hanya pelayan? Kenapa dia bisa memutuskan?

“Mari duduk dulu,” ajak Anna sembari melangkah ke arah bangku panjang yang ada di taman belakang. Aya langsung saja meletakkan alat penyiram tanaman di tangannya dan mengikuti langkah Anna. Wajahnya menunjukkan ekspresi bingung yang kentara.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang