Sebenarnya Hiro bisa saja tidak menuruti permintaan Aya, tapi karena tadi dia sudah mengiakan ketika gadis itu memintanya membeli blender dan mainan yang bernama lato-lato, Hiro pun menunaikan ucapannya dengan menyuruh Haris untuk mencarikan blender dan mainan yang Aya inginkan. Sementara Hiro menunggu di mobil sambil membaca buku.
Butuh lima belas menit bagi Haris melaksanakan perintah majikannya dan kembali ke mobil lagi.
“Silakan Anda cek dulu, Tuan. Apa sudah sesuai? Jika belum, saya akan menukarnya dengan yang lain,” ucap Haris kepada Hiro yang langsung meletakkan bukunya ke samping. Lalu membuka kotak blender yang pria itu serahkan. “Oh ya, saya juga membeli stiker bunga-bunga untuk ditempelkan di blendernya.”
“Mainannya?”
“Itu juga sudah saya belikan, Tuan.”
Hiro hanya bergumam.
“Setelah ini Anda ingin ke mana lagi, Tuan?” tanya Haris lembut, dijawab oleh Hiro dengan gelengan kepala. Ia ingin langsung pulang ke rumah dan menyerahkan barang-barang itu kepada Aya. Semoga setelah ini, gadis itu bisa berhenti menyebutnya mesum gara-gara kejadian tadi pagi.
Paham maksud Hiro, Haris pun melajukan mobilnya dengan kecepatan normal untuk membawa majikannya pulang. Sedangkan Hiro memejamkan mata, tidur di tempat duduknya.
Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Langitnya penuh bintang, ditemani bulan sabit yang sedikit tertutup awan. Jika Hiro tidak ketiduran karena lelah, Haris yakin majikannya akan membuka moonroof demi menatap langit sepanjang perjalanan.
“Semoga Anda selalu bahagia, Tuan,” ucap Haris sambil menatap wajah teduh majikannya melalui rear view mirror. Ia tersenyum pelan. Mobilnya masih melaju normal, setidaknya sampai mobil di hadapannya berhenti tiba-tiba hingga Haris terpaksa ngerem mendadak.
Otomatis Hiro yang tertidur ikut tersentak. Untungnya, sedetik kemudian, pemuda itu kembali memejamkan mata.
Awalnya, Haris ingin langsung melanjutkan perjalanan pulang, tetapi ketika melihat pemilik mobil di depan turun, pria paruh baya itu jadi penasaran dan ikut turun juga. Sebelum memastikan apa yang terjadi, Haris terlebih dahulu mengambil selimut untuk menutupi tubuh Hiro. Setelah itu barulah dia pergi.
“Lain kali hati-hati ya, Dek, kamu bisa kecelakaan kalau nyebrangnya kayak gitu. Untung aja saya bisa ngerem tepat waktu.”
Haris mematung, matanya tertuju pada seorang pemuda yang jelas ia tahu siapa. Ia Bhagaskara Mahesa. Orang yang selama ini Hiro cari keberadaannya.
Bukannya menanggapi perkataan pria yang hampir menabraknya karena ia nyebrang secara gegabah, Mahesa justru mengatakan sesuatu yang lain. “Pak, Bapak pernah lihat adak saya nggak?” Dengan gerakan cepat, Mahesa menunjukkan foto Aya yang ada di ponselnya. “Ini fotonya, dia udah hilang selama beberapa hari.”
“E … saya nggak pernah liat, sih,” jawab pria itu iba. Haris masih berdiri di tempatnya.
Mendengar jawaban itu, Mahesa langsung menutup wajahnya dan berjongkok di pinggir jalan, lalu mulai menangis sesenggukan sampai bahunya gemetar. Demi apa pun, dia menyesal meninggalkan adiknya sendirian hanya demi bekerja di luar kota.
“Kalau Bapak lihat dia, tolong hubungi kami ya, Pak.” Bukan Mahesa, tetapi seorang pemuda yang membersamainya yang berkata. Pemuda itu menyerahkan selembar kertas kepada pria yang nyaris menabrak Mahesa tadi. Setelah menerima kertas itu, pria tersebut langsung kembali ke mobilnya dan pergi dari sana.
“Sekarang kita pulang dulu, istirahat, besok kita cari Aya lagi.”
Mahesa menggeleng cepat. “Nggak, Yo. Gue nggak bisa. Gue harus temui adek gue secepat mungkin. Jangan sampai dia kenapa-kenapa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...