Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu malam, sementara Aya masih duduk di pojok ruangan dengan kepala bersandar pada dinding. Gadis itu sedang memikirkan cara keluar dari tempat ini tanpa harus melawan. Sebab, mau sekeras apa pun ia memberontak, pada akhirnya akan kalah juga. Pengawasannya ketat, pengawalnya pun begitu kuat. Mustahil Aya bisa lolos dari mereka.
"Apa gue godain Hiro aja ya sampai dia jatuh cinta?" Aya sempat berpikiran demikian. Tetapi ia langsung mengenyahkan ide itu dengan menggelengkan kepalanya. "Tapi kayaknya dia nggak mungkin deh jatuh cinta sama modelan kayak gue." Gadis itu mencoba berpikir lagi. "Tapi nggak ada salahnya juga dicoba."
Aya diam sejenak. Sampai pikiran aneh lain mulai bermunculan di kepalanya.
"Tapi ... gimana kalau dia beneran kegoda, terus maksa gue layanin dia?" Aya menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia bergidik ngeri. "Hiii amit-amit deh."
Kemudian gadis itu berpikir lagi. Berpikir terus sampai ia terlelap dengan posisi duduk dan kepala bersandar pada dinding.
Anehnya, saat terbangun, Aya justru mendapati dirinya terbaring nyaman di atas kasur sambil memeluk guling.
"Hoaaam." Gadis itu menguap dan mulai mengubah posisi menjadi duduk. Ia diam sejenak dengan wajah kucel dan rambut mengembang layaknya singa. Mencoba mengumpulkan seluruh kesadaran yang ia punya.
"Emmh." Aya melakukan peregangan sebelum kemudian menoleh untuk mencium ketiaknya. "Huek. Bau banget, anjir."
Aya memanyunkan bibir dan melirik bathrobe putih dan pakaian yang terletak di dekat kepala ranjang sambil berdecak pelan. Kemarin ia berkata pada dirinya sendiri agar tidak memakan makanan atau memakai pakaian yang disediakan di tempat ini. Tetapi hari ini, Aya memutuskan mengingkari kalimatnya karena sudah tidak sanggup menahan lapar atau mencium aroma tidak sedap dari tubuhnya.
"Lagian kalau gue nggak mandi sama mogok makan pun dia nggak bakal lepasin gue," gumam Aya kesal. Ia meraih bathrobe putih dan pergi ke kamar mandi yang tersedia di ruangan itu. Di sana, ia kembali dibuat terpukau oleh kemewahan yang menyambutnya. Padahal kemarin, ia sudah masuk untuk buang air beberapa kali. "Kalau buat sanderanya aja dia ngasih fasilitas semewah ini, gimana ke orang yang dia sayang, ya?"
Menyingkirkan pertanyaan tentang Hiro, Aya mendedikasikan waktunya selama kurang lebih setengah jam untuk mandi seraya bersenandung kecil dengan ceria. Seakan dirinya sedang di tempat liburan alih-alih tahanan.
"Huh segar banget." Selesai mandi, Aya berkaca di depan cermin wastafel. Diam sejenak, mencoba memahami ide baru yang tahu-tahu melintasi pikirannya. Senyum Aya mengembang. Dibanding membuat Hiro jatuh cinta dengan resiko dilecehkan, lebih baik Aya mengganggu hidupnya sampai Hiro merasa terusik dengan kehadirannya. Mungkin pemuda itu akan menyakitinya karena kesal, tapi Aya juga berkesempatan dibebaskan karena Hiro tidak sanggup lagi menghadapinya.
"Kalau gue dibunuh gimana?" Lagi-lagi Aya bertanya pada dirinya sendiri. "Nggak mungkin dibunuh sih, kan dia butuh gue buat dapat informasi soal Bang Esa." Kedua sudut bibir Aya melebar, merasa jika rencananya akan berjalan seperti yang dia harapkan.
Setelahnya, gadis itu keluar dari kamar mandi untuk mengenakan pakaian yang telah disediakan meski sedikit kebesaran. Mereka telah menyiapkan dress berwarna cream selutut yang panjang lengannya menutupi siku. Semuanya baru, terutama pakaian dalam yang untung saja pas saat Aya pakai.
Kemudian ia duduk di meja rias dan berkaca pada cermin besar di sana, lalu mulai merapikan rambut serta memoles wajahnya dengan make up yang tersedia. Sebenarnya, Aya penasaran alasan mereka menyiapkan segala yang ia perlukan. Namun, apa pun sebabnya itu, tetap saja tidak mengubah fakta jika dirinya sedang disandera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...