Karena Aya sudah membaik, siangnya Hiro ke studio untuk melanjutkan lukisannya yang belum selesai. Ia meninggalkan Aya yang ternyata langsung pergi menemui Anna yang sedang merajut di teras.
Di sana Aya memberitahu jika Hiro mau diajak ke psikiater, dan sekarang mereka harus membuat rencana agar Hiro mau menemui Dokter Kejiwaan itu.
“Dulu Dokter Rafi pernah merekomendasikan psikiater kenalannya untuk merawat Tuan Hiro, mungkin kita bisa meminta bantuan beliau untuk menghubungi psikiater itu sekali lagi. Nanti kita akan memikirkan rencana selanjutnya bersama mereka.”
Aya setuju dan Anna langsung merealisasikan rencananya. Ia pergi ke rumah Dokter Rafi bersama Haris tanpa sepengetahuan Hiro yang masih asik dengan lukisannya. Dia bahkan tidak menyadari kalau saat ini Aya duduk di sofa yang terletak beberapa meter dari tempat ia berada.
Hiro baru melihat kehadiran gadis itu ketika ia menurunkan kanvas dari easel dan hendak menyimpan kanvas yang telah ia lukis itu bersama karya-karyanya yang lain.
“Bapak pernah nggak kepikiran buat ngadain pameran sendiri?” tanya Aya tatkala Hiro sudah menoleh ke arahnya, pemuda itu mengerutkan kening lantas mendekat.
“Pernah. Dan saya berencana mengadakannya kalau Oliver sudah pulang.”
Aya sedikit menghela napas. Jawaban Hiro benar-benar di luar dugaannya. Saat Hiro sudah duduk di sebelahnya, Aya pun bertanya dengan hati-hati, “kalau seandainya Oliver nggak pulang lagi gimana?”
“Jangan katakan itu, Ayana.” Mata Hiro langsung diliputi kesedihan.
“Maaf kalau pertanyaan saya bikin Bapak sedih.” Aya meletakkan telapak tangannya di atas punggung tangan pemuda itu. “Tapi … kalau seandainya Oliver memang sudah meninggal bagaimana?”
Bibir Hiro kelu, karena air mata yang langsung mengalir di pipinya yang menjawab pertanyaan itu.
“Sebenarnya saya pernah baca berita kalau Oliver sudah meninggal.”
“Ayana tolong jangan katakan apa pun tentang itu.” Napas Hiro naik turun, pemuda itu menatap Aya penuh permohonan. “Itu menyakiti hati saya.”
“Oke,” balas Aya cepat, secepat ia beranjak dari hadapan Hiro untuk mengambil sebuah buku dan pensil di atas meja. “Saya bakal ganti topiknya.”
Bagi Hiro tidak masalah Aya ingin melakukan apa, yang penting ia tidak membahas tentang kematian Oliver lagi.
“Bapak punya sesuatu yang Bapak pengen tapi belum kesampaian nggak?”
“Punya,” balas Hiro pelan.
“Coba tulis di sini.” Aya memberikan buku dan pensil tadi kepada Hiro yang langsung menerimanya. Lalu menuliskan hal itu tanpa bertanya apa-apa.
-Keliling dunia bersama Oliver.
-Melihat Oliver hadir di wisuda saya.
-Oliver hadir di pameran lukisan saya.
-Memimpin perusahaan bersama Oliver.
-Menyaksikan Oliver menikah.
-Melihat Oliver bahagia bersama keluarganya.
-Melihat anak-anak Oliver yang lucu.
-Melihat Oliver menua.
-Mejadikan Oliver sebagai orang terakhir yang saya lihat dan saya peluk sebelum saya pulang kepada Papa dan Mama yang sudah tiada
Usai menuliskan semua keinginannya, ia menyerahkan buku itu kepada Aya yang langsung kelu. Demi apa pun, Aya ingin menangis membaca kalimat-kalimat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...