5. Pemberontakan

7.3K 337 8
                                    


Sepeninggalan Hiro, Aya mulai mendekati pintu yang tertutup dan menempelkan telinganya di sana. Lalu mencoba membuka pintu itu dengan memutar knopnya berulang kali.

Sia-sia. Pintunya tetap tidak mau terbuka.

Aya menarik napas dalam-dalam dan berdecak keras. Ia mulai tersiksa terkurung di tempat ini.

Selanjutnya gadis itu mengetuk-ngetuk pintu dengan keras beberapa kali. “Di luar ada orang nggak?”

Tidak ada jawaban. Berarti tidak ada siapa pun yang menjaga di depan ruangannya.

“Buka pintunya woi!” Aya kembali memukul-mukul pintu yang terkunci dari luar itu dengan tangan. Tindakan yang tidak membuahkan hasil apa-apa karena tidak akan ada seorang pun di rumah ini yang mau membukakan pintu untuknya. “Saya mohon! Siapa pun di luar! Buka pintunya, please!”

Semakin lama, semakin keras pula Aya memukul pintunya. Ia tidak tahu berapa kali ia meneriakkan hal yang sama, yang jelas usahanya belum ada hasil apa-apa. Tidak ada seorang pun yang datang menemuinya. Jangankan Hiro, pelayannya saja tidak datang.

“BUKA PINTUNYA, BANGSAT!” teriak Aya sekali lagi, tetapi kali ini sambil menangis dan mendobrak pintu itu sampai tubuhnya terasa sakit. “BUKA!”

Gadis itu terduduk di lantai serta menyandarkan punggung pada daun pintu. Di sana ia mulai menangis keras sampai dadanya naik turun dan pandangannya kabur.

“Buka pintunya …,” lirih Aya ketika mulai tiduran di lantai. Dia lelah dan kelaparan, tetapi ia tidak akan memakan makanan yang disediakan di tempat ini. “Buka .…”

Belum genap sehari dia dikurung, tetapi kondisinya sudah benar-benar tidak karuan. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat, bibirnya kering, tubuhnya pun semakin lama semakin kehilangan tenaga.

Alhasil setelah satu jam lebih menangis, ia tertidur di atas lantai dengan tangan kiri sebagai bantal dan baru terbangun saat sudah siang. Tepatnya ketika seorang pelayan masuk untuk membawakan makanan untuknya lagi.

Begitu pintu terbuka, Aya yang tersentak langsung mengubah posisi menjadi bediri. Ia menipiskan bibir dan mendekati wanita paruh baya itu. Lalu tahu-tahu, ia mendorong pelayan tersebut sampai tersungkur ke lantai sebelum sempat menutup pintu kembali. Kala itu Aya langsung ambil kesempatan agar bisa membebaskan diri.

Sayangnya, baru selangkah keluar dari ruangan itu, ia sudah dikejutkan oleh kemunculan pria berbadan kekar dan berpakaian hitam berdiri di hadapannya. Sontak, Aya meneguk ludah dan mendongak. Sebelum kemudian memutuskan untuk lari ke arah lain. Akan tetapi, lagi-lagi kemunculan pria berbadan kekar membuatnya dilanda kebingungan.

Pada akhirnya, ia hanya bisa berteriak dan melawan karena kedua pria itu menyeretnya kembali masuk ke dalam.

“LEPAS! LEPAAAS!”

“Tuan Hiro meminta Anda untuk tetap berada di ruangan ini, Nona,” ucap salah satu dari dua pria itu setelah melepas tangan Aya yang hendak berlari ke luar lagi. Hanya saja gerakannya kembali ditahan oleh pria yang berucap tadi. Pria itu melanjutkan kalimatnya setelah menarik napas dalam-dalam. “Kami sama sekali tidak berniat menyakiti Anda, tapi jika Anda terus memaksa untuk keluar ….” Pria itu menjeda kalimatnya. “Saya rasa Anda sudah tahu akibatnya.”

Aya terdiam.

“Saya akan membawakan yang baru untuk Anda.” Pelayan yang Aya dorong tadi masih membersihkan makanan dan piring pecah yang berserakan di lantai. Setelahnya, bangkit dan tersenyum sopan, sebelum kemudian keluar beriringan dengan dua pengawal berpakaian hitam.

***

Hiro menepati perkataannya, ia mendatangi Aya kembali ketika sore. Berbeda dengan tadi pagi, kali ini Aya terlihat jauh lebih berantakan. Gadis itu duduk di sudut ruangan dengan wajah tenggelam di atas lutut.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang