7. Ruang Privasi

5.5K 316 21
                                    

Hiro pikir, Aya akan berhenti mengusiknya begitu mereka selesai makan. Ternyata salah besar. Setelah kenyang, gadis itu justru punya lebih banyak energi untuk mengganggunya. Sekarang saja, Aya tidak henti-hentinya berpegangan di lengannya.

Hiro menarik napas lelah. Mau tidak mau memanggil pelayan untuk membawa Aya kembali ke kamar.

“Nggak mau!” Gadis itu langsung bersembunyi di belakang punggung Hiro begitu dua pelayan mencoba memegang tangannya. Ia memanyunkan bibir dan mulai mengomel. “Bapak kok jahat banget, sih? Padahal saya cuma keluar dari ruangan itu, bukan kabur dari sini. Lagian nggak bakal bisa kabur juga. Pengawalnya ada di mana-mana.”

Cowok itu tidak peduli. Ia langsung pergi bahkan sebelum mengucapkan sepatah kata. Aya membelalakkan mata dan bergegas menyusul Hiro. Sayangnya, salah satu pelayan di sana berhasil menarik tangannya.

“Anda harus kembali ke kamar seperti perintah Tuan Hiro,” ucap pelayan itu sembari tersenyum sopan. Aya memutar bola mata, lantas menyentak tangannya hingga terlepas. Setelahnya ia mundur, menjauh dari dua pelayan itu.

“Astaga, Tuan Hiro akan memarahi kita,” ucap salah pelayan sambil bergegas menyusul Aya yang sekarang mulai mempercepat larinya. Gadis itu mengitari ruangan, melewati lorong-lorong yang ditemui sebelum kemudian menaiki tangga ke lantai dua.

“Gue sembunyi di mana, ya?” Aya menoleh kiri-kanan berulang kali. Ia tahu mereka akan menangkapnya cepat atau lambat, tapi karena Aya sudah bertekad membuat semua orang di rumah ini tidak tahan dengan tingkahnya, ia pun bergegas bersembunyi di sebuah ruangan yang paling dekat dengannya saat ini.

Sayup-sayup, suara pelayan memanggilnya terdengar.

Aya menempelkan telinga di daun pintu, mendengar mereka yang semakin lama terasa semakin dekat.

“Mungkin Nona Aya masuk ke sini.” Rasanya suara pelayan itu ada di depan pintu. Aya menutup mulut dengan telapak tangan dan mulai melangkah pelan untuk bersembunyi di lemari. Namun, langkahnya berhenti waktu ia mendengar kalimat selanjutnya.

“Ini kan kamar Tuan Hiro!”

Kamar Pak Hiro?

“Kamu saja yang menyusul Nona Aya, saya tidak berani.”

“Kamu pikir saya berani?”

“Astaga bagaimana ini?” Pelayan itu semakin kebingungan. Karena tidak ada yang boleh masuk ke kamar Hiro jika belum diizinkan. Kecuali Anna. Karena mau selancang apa pun, Hiro akan tetap menyayanginya.

“Kita laporkan saja kepada Tuan Hiro.”

“Iya. Kita laporkan saja.”

Aya masih mendengarkan kedua wanita itu berdiskusi dengan suara pelan. Dan begitu suara mereka tidak terdengar, senyuman Aya langsung melebar. Kemudian matanya mulai meneliti ruangan yang luas dan begitu mewah itu. Ruangan bernuansa abu-abu tua yang Aya yakini lebih luas dibanding rumahnya. Ruangan itu rapi, aromanya menenangkan, membuatnya berulang kali menarik napas dalam-dalam.

Untuk sejenak, Aya lupa jika dirinya sedang berada di tempat privasi Hiro.

“Enak banget jadi orang kaya,” gumam Aya masih dengan binar kagum terpancar di matanya. Lalu melangkah ke arah meja di dekat sofa waktu melihat sebuah bingkai yang terletak secara telungkup. Berada di tempat yang tertata serapi ini, rasanya aneh jika ada bingkai itu tidak diletakkan dengan baik. Jadi Aya mengambil benda tersebut untuk memperbaiki posisinya. Namun, begitu ia mengambil bingkai itu, suara pintu yang didorong keras mengagetkannya. Hingga bingkai foto di tangannya jatuh ke lantai dan pecah begitu saja.

“Apa yang kamu lakukan di kamar saya?” 

Mata Aya yang terbelalak menatap pecahan kaca di lantai langsung teralihkan saat suara Hiro terdengar. Sekarang pandangan gadis itu tertuju kepada Hiro. Jujur, ia selalu gentar ketika pemuda itu menunjukkan kemarahan, tapi lagi-lagi Aya memaksa diri agar terlihat berani.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang