23. Berdetak Sendirian

4.6K 407 142
                                    

Aya tahu betul sekarang jam Hiro pulang dari kantor, tetapi gadis itu berusaha tidak peduli dan pura-pura sibuk dengan merapikan tempat tidurnya. Karena jauh di dalam lubuk hati, Aya sudah menebak jika Hiro akan mendatanginya sebentar lagi.

Tepat sekali, karena hal pertama yang Hiro cari ketika masuk rumah adalah keberadaan gadis itu.

Tidak menemukan Aya setelah mencari di beberapa tempat, Hiro baru mendatangi kamarnya.

“Ayana,” panggil pemuda itu setelah mengetuk pintu. Dia sedang lelah, tetapi anehnya, nada suaranya tidak terdengar marah. “Kamu di dalam ‘kan?”

Aya tidak menjawab.

“Saya ingin bicara sama kamu.” Diabaikan lagi, Hiro menghela. Ia mulai merasa sedih. “Ayana?”

“Saya nggak mau bicara sama Bapak.”

“Kamu cemburu karena saya bertemu Arabella?”

Wajah Aya langsung merona.

“Bapak nggak usah kege-eran deh!” Gadis itu manyun.

“Tebakan saya salah, ya?” Hiro menempelkan telinganya di daun pintu.

“Salah banget!”

“Kalau begitu, beritahu saya kenapa kamu marah,” pinta pemuda itu, kalimatnya terdengar seperti permohonan yang harus segera Aya wujudkan. Jujur, Aya nyaris luluh, ia mulai merasa kasihan, apalagi Hiro pasti kelelahan setelah seharian di kantor. Sampai di rumah, bukannya beristirahat, pemuda itu malah meladeni kekesalannya seperti ini.
“Nanti saya kasih tau.” Aya sengaja berkata seperti itu agar Hiro tidak lagi berdiri di depan pintu kamarnya. Karena sebenarnya, Aya tidak akan memberitahu sikapnya yang mendadak seperti ini. Dia terlalu malu untuk mengatakannya.

Alhasil, Hiro pun pergi dari sana meski masih penasaran akan pengakuan Aya. Hiro baru menemui gadis itu lagi ketika jam sudah menunjuk pukul sembilan malam. Ternyata respons Aya tetap sama. Masih tidak mau keluar untuk berbicara.

“Jangan panggil-panggil saya terus, saya ngantuk, mau tidur,” begitu kata Aya. Membuat Hiro menundukkan kepala dan beranjak ke studionya untuk melukis. Di tangannya ada paper bag pemberian Arabella tadi malam, ia berencana ingin menunjukkannya kepada Aya. Tapi tidak jadi. Akhirnya Hiro menyerahkan benda itu kepada Cassia.

“Waaah terima kasih, Tuan.” Cassia menerimanya dengan penuh semangat.

Hiro mengangguk pelan, lalu melanjutkan langkah menuju ke studio. Setibanya di sana, ia langsung duduk di depan kanvas dan mulai melukis. Nahasnya tidak bisa. Hiro bahkan belum membuat sketsa kasar padahal sudah duduk di sana hampir tiga jam.

Hiro tidak tahu pasti sekarang pukul berapa, yang jelas ini sudah tengah malam. Dan karena merasa tenggorokannya kering, ia pun bangkit untuk mengambil air mineral di dapur.

Namun, setibanya di sana, Hiro malah dibuat tersenyum oleh Aya yang sedang mengambil sesuatu di kulkas. Gadis itu belum sadar jika di belakangnya, Hiro semakin mendekat. Sangat dekat, hingga ketika Aya berbalik, gadis itu langsung menabraknya.

“Katanya mau tidur,” ucap Hiro sambil mengambil botol air dari tangan Aya yang mendadak mematung. Hiro membukanya, lalu meneguknya di hadapan Aya. Membuat gadis itu bisa melihat jelas bagaimana jakun Hiro naik turun saat minum. Aya baru tersadar dari lamunan saat Hiro meletakkan botol itu ke atas meja dan lanjut berbicara, “kenapa masih di sini?”

“Apaan sih dekat-dekat.” Gadis itu mendorong dada Hiro dengan kedua tangannya. Lantas menjauh dari pemuda itu. Nahasnya, kali ini Hiro tidak akan membiarkannya menghindar lagi, ia akan mengikuti ke mana pun Aya pergi. Aya ke kamar, ia ikutan, Aya ke kamar mandi, Hiro tunggu sampai ia keluar, benar-benar dibuntuti sampai Aya bingung harus sembunyi di mana.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang