Hal terakhir yang Aya ingat setelah Hiro menggendongnya masuk ke mobil adalah, ia melawan sekuat tenaga dan berteriak sekeras-kerasnya walau mulutnya tertutup lakban. Hiro sendiri tidak peduli, pemuda itu membiarkan Aya memberontak di jok belakang sementara dia fokus menyetir mobil sampai tiba di rumah.
Aya lelah bukan main, perjuangannya tidak kunjung ada hasil. Akhirnya, ia terlelap dengan peluh membasahi wajahnya, tepat ketika Hiro membawanya keluar dari mobil. Karenanya, Aya tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, yang jelas saat terbangun, Aya sudah berada di sebuah ruangan yang tidak ia kenali sama sekali.
Gadis itu memijat kepalanya yang terasa pening sambil pelan-pelan mengubah posisi menjadi duduk. Matanya menerawang, memerhatikan ruangan berwarna kuning gading yang menaunginya. Ruangan itu sangat luas dan begitu rapi. Namun, tidak ada siapa pun selain dirinya di ruangan ini.
“Jangan-jangan ini kamar—” Sebelum selesai mengucapkan kalimatnya, Aya sudah membekap mulutnya terlebih dahulu. Ia mencoba memerhatikan pakaian yang dia kenakan dari atas sampai bawah. Masih sama. Bahkan jarum pentul yang dia pasang sebagai pengganti kancing piama yang hilang di bagian dada pun masih ada di sana. Aya menarik napas lega. Bersyukur karena Hiro tidak lancang mengganti pakaiannya.
“Ternyata Anda sudah bangun.” Tiba-tiba saja, pintu ruangan itu terbuka. Menampilkan dua pelayan yang tersenyum dan mendekatinya. Pelayan yang berkata tadi membawa nampan berisi makanan, sedangkan pelayan satu lagi membawa bathrobe putih dan pakaian yang kemudian diletakkan di sebelah Aya.
“Tempat apa ini sebenarnya?” tanya gadis itu waswas.
“Saat ini Anda sedang berada di rumah Tuan Hiro, Nona,” jawab pelayan itu lembut seperti yang Hiro perintahkan sebelumnya. Sedangkan Aya memasang ekspresi marah.
“Kalau gitu panggil Tuan Hiro kalian itu ke sini. Saya mau ngomong sama dia.” Aya mencoba memerintah meski dia tidak yakin mereka akan menuruti perkataannya. Di luar dugaan, salah satu di antara dua pelayan itu pergi untuk memanggil Hiro.
Sayangnya, saat hendak menemui Hiro, wanita itu terpaksa menghentikan langkah karena Anna memanggilnya.
“Mau ke mana?”
“Saya ingin bertemu Tuan Hiro, Anna.”
“Untuk apa?”
“Nona Aya meminta saya untuk memanggilnya.”
Anna mengangguk mengerti. “Kamu bisa kembali mengerjakan tugasmu, biar saya yang sampaikan hal itu kepada Tuan Hiro.”
“Baik, Anna. Terima kasih.” Setelahnya pelayan itu kembali ke kamar Aya usai menyampaikan tugasnya pada Anna. Kala itu Anna tidak langsung mendatangi Hiro di ruang kerja karena ia tahu, majikannya sedang membicarakan sesuatu dengan tiga orang petinggi perusahaan. Alhasil, Anna menunggu sampai Hiro selesai. Kurang lebih satu setengah jam.
Begitu orang-orang itu pergi dan Hiro keluar dari ruangannya, Anna langsung menghampiri pemuda itu.
“Tuan.” Hiro yang hendak menuju ke ruangan di mana Aya dikurung, menghentikan langkah dan menarik napas kasar. Semalam, ketika tahu ia menculik Aya, Anna menceramahinya panjang lebar. Jangan bilang sekarang wanita itu ingin melanjutkan omelannya lagi. Karena jika iya, Hiro tidak akan mau mendengarnya.
“Em.”
“Mungkin Anda tidak akan setuju dengan kalimat saya, tapi …” Anna menipiskan bibir. Hiro masih mendengarkannya. “Mengurung seseorang bukanlah hal yang benar apa pun alasannya. Anda bisa saja dipenjara karena hal ini, Tuan. Makanya sebelum terlambat, lebih baik Anda membiarkan gadis itu pergi sekar—”
“Saya baru akan membiarkannya pergi setelah dia memberitahukan informasi tentang saudara saya. Sebelum itu saya tidak akan melepasnya untuk alasan apa pun,” potong Hiro tegas. Namun, Anna tetap lanjut berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...