32. Luxury Brand

3.7K 350 87
                                    

Setelah kurang-lebih satu jam menunggu di luar, akhirnya Hiro keluar dari ruangan. Wajah pemuda itu memerah, matanya basah, dan ia langsung menghentikan langkah saat melihat Aya tersenyum ke arahnya.

“Seharusnya kamu tidak membohongi saya,” ucap Hiro tiba-tiba, semenjak Aya meninggalkannya bersama Dokter Zain dengan alasan sakit perut, Hiro sudah mulai curiga jika dirinya sedang dijebak.

Gadis itu menunduk. “Maafkan saya. Karena cuma ini satu-satunya cara yang terpikirkan oleh saya supaya Bapak bisa konsultasi sama psikiater.”

Hiro menarik napas gusar, ia memang kesal gadis itu mengelabuinya, tetapi Hiro tidak menyangkal jika perasaannya menjadi lebih baik setelah berbicara dengan Dokter Zain. Ia merasa nyaman dan leluasa.

“Saya tidak akan memaafkan kamu semudah itu.” Hiro menjawab tanpa melihat Aya yang mulai gundah.

“Saya harus apa biar Bapak maafin saya?” Mata Aya nyaris berkaca-kaca.

“Kamu harus menemani saya bertemu Dokter Zain lagi minggu depan,” balas Hiro sambil tersenyum lebar. Ia memang kerap ketakutan berhadapan dengan Dokter, namun Dokter Zain berbeda, beliau membuatnya nyaman dan lega, hingga Hiro mau ketika beliau memintanya kembali ke rumah sakit minggu depan.

Sontak, Aya ikut tersenyum lebar. Ia refleks memeluk Hiro seerat yang ia bisa. “Iya, Pak, iya. Saya bakal temeni Bapak sampai Bapak sembuh.”

Hiro mengangguk. Lalu berujar, “Baru kali ini saya tidak marah karena dibohongi.”

“Hehehe.”

“Karena saya jadi tahu ternyata menemui psikiater tidak semenakutkan yang saya pikirkan.”

Gadis itu setuju dengan kalimat Hiro. Sebab ia percaya jika hal-hal menakutkan itu hanya ada di dalam kepala. Karena kenyataan tidak semenyeramkan yang ia pikirkan selama ia mau menghadapinya.

Namun, jika boleh jujur, Aya sedikit terkejut melihat Hiro tidak benar-benar marah setelah tahu dirinya dikelabui. Tetapi Aya lebih terkejut lagi ketika Hiro mengajaknya menebus obat sesuai yang sudah Dokter Zain resepkan.

“Dokter Zain bilang, tidur saya akan nyaman setelah minum obat ini,” beritahu Hiro sembari menunjukkan obat yang baru saja ia terima kepada Aya. Sebenarnya Hiro tidak suka obat-obatan, tetapi ia butuh tidur yang nyaman, makanya pemuda itu mau menebus obatnya sebelum pulang. Siapa tahu obat-obatan yang Dokter Zain resepkan benar-benar mampu membuatnya jauh lebih tenang.

Aya hanya meresponnya dengan bergumam pelan.

“Seharusnya sejak awal saya menemui beliau untuk meminta obat ini.” Mereka mulai melewati lorong rumah sakit yang dilalui para petugas medis dan pasien. Tangan Hiro gemetaran, tetapi tidak separah ketika awal. Sekarang pemuda itu sudah lebih tenang. Meski demikian, Aya tetap menggenggam tangannya sampai keduanya tiba di parkiran.

Lagi-lagi Hiro membuka pintu mobil untuk Aya yang tersenyum pelan, lantas masuk ke mobil. Di susul Hiro yang duduk di belakang kemudi untuk membawa mobil mereka pergi dari pekarangan rumah sakit.

Aya pikir, mereka akan segera tiba di rumah, namun perkiraannya salah karena di tengah perjalanan, Hiro justru membelokkan mobilnya memasuki pekarangan mal.

“Bapak mau beli sesuatu?” tanya Aya ketika keduanya sudah turun dari mobil.

Hiro mengangguk. “Iya.”

“Mau beli apa?” Gadis itu mengerutkan kening.

“Nanti saya beritahu,” balas Hiro sembari menggenggam telapak tangan Aya dan mengajak gadis itu mengitari mal hingga mereka tiba di sebuah toko luxury brand yang sangat terkenal. Aya tidak berkata apa-apa karena sangat wajar bila Hiro berbelanja di store mahal seperti ini.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang