Setelah tahu apa yang telah Hiro lewati selama ini, sikap Aya pun berubah, dari yang tadinya ingin membuat Hiro tidak bisa hidup tenang dan menderita, sekarang malah ingin melihat pemuda itu bahagia. Bukan karena Aya menyukainya, ini murni karena ia hanya kasihan saja. Kalau pun orang lain yang ada di posisi Hiro, Aya juga akan mendoakan kebahagiaan untuk mereka.
“Jika kamu seperti ini, Tuan Hiro akan curiga jika kamu tahu sesuatu,” komentar Anna ketika melihat kekhawatiran terpancar di wajah Aya. Gadis itu terus duduk di ruang tamu menunggu Hiro.
Aya mengangguk pelan. Bersamaan dengan itu, ia mendengar suara mobil dari luar. Sepertinya Hiro sudah pulang. Anna langsung tersenyum hangat begitu Aya berlari keluar untuk menghampiri Hiro.
“Apakah Anda memesan sesuatu?” tanya Haris curiga karena Aya hanya bersemangat seperti ini jika sedang menanti barang pesanannya. Haris menggaruk tengkuk yang tidak gatal, sepertinya Hiro lupa tentang hal itu karena selama perjalanan, Hiro tidak sekalipun membahas tentang pesanan Aya.
“Nggak kok, Om, saya nggak mesan apa-apa. Saya cuma pengen liat Pak Hiro aja kok. Soalnya kalau nggak ada Pak Hiro saya bosan, nggak ada yang bisa digangguin.” Aya menyengir. Sementara Haris membuka pintu mobil hingga Hiro yang sedang terlelap terlihat jelas oleh Aya.
“Pak,” panggil Aya lembut hingga membuat Hiro yang sedang duduk di dalam mobil menoleh ke arahnya. Kemudian Aya bergeser karena Haris mendekat untuk membantu Hiro turun dari mobil. Sekarang pemuda itu bahkan lebih lemah dibanding tadi pagi. “Dokter Rafi nggak ke sini?”
“Tidak. Tadi beliau minta diturunkan di rumahnya langsung.” Hiro menjawabnya.
“Ooo.” Aya mengangguk mengerti sambil mendekati Hiro. Selanjutnya Aya tidak berkata apa-apa, hanya memandangi pemuda itu melangkah lemah ke dalam. Haris ingin membantu, tetapi tidak dibiarkan, Hiro lebih memilih berjalan sendiri hingga tiba di kamar.
“Tuan Hiro memang seperti itu, tidak pernah mau terlihat lemah di hadapan siapa pun,” ucap Haris memberitahu Aya yang langsung mengangguk.
Dalam hati gadis itu berkata, sayangnya dia nggak bisa nyembunyiin apa-apa lagi dari saya, karena saya sudah tahu semuanya.
***
Semenjak pulang dari rumah sakit, Aya belum melihat Hiro keluar dari kamarnya sekali pun, pemuda itu terus terlelap dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Tadinya Aya hanya mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka, tetapi sekarang ia melangkah pelan untuk masuk ke dalam.
“Kenapa kamu ke sini?”
Aya langsung menghentikan langkah, ia membatu karena Hiro yang ia pikir tertidur, membuka mata serta menatapnya sayu.
“Saya mau liat keadaan teman saya,” balas Aya jujur, kemudian lanjut mendekati Hiro dan duduk di tepi tempat tidur.
“Teman?” Hiro mengerutkan kening.
Aya mengangguk. “Bapak mau kan jadi teman saya?”
“Saya pikir-pikir dulu.” Pemuda itu membalas dingin, namun, Aya tahu jika ada senyum tertahan di balik kalimat itu.
“Kelamaan.”
“Saya pilih-pilih kalau berteman.”
“Pantesan nggak punya teman, orang Bapak kebanyakan milih,” cibir Aya asal.
“Memangnya kamu punya?”
“Punya, Bapak kan teman saya.”
Hiro menghela pelan, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Padahal saya belum bilang mau berteman sama kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...