47. Cerai?

2.2K 174 37
                                    

(Tolong koreksi typo ya, krn tadi aku langsung upload tanpa baca ulang karena partnya lumayan panjang. Terima kasih)

*****

Aya dan Mahesa baru pulang saat malam sudah larut, itu pun karena Haris langsung mengusir mereka begitu Hiro terlelap. Sungguh, respons Haris sangat berbeda dengan Anna yang mulai merubah cara pandangnya kepada Mahesa setelah melihat bagaimana pemuda itu memperlakukan Hiro. Jujur saja, ia cukup senang dan lega melihat Hiro bahagia karena kehadiran Aya dan Mahesa. Lebih lagi setelah Dokter yang memeriksa beberapa saat lalu memberitahu bila kesahatan Hiro makin membaik hingga ia sudah bisa bernapas leluasa tanpa perlu bantuan nasal kanula.
 
“Jika dengan hadirnya mereka bisa membuat Anda jauh lebih bahagia, maka saya tidak akan pernah menjauhkan mereka dari Anda,” gumam Anna di sebelah Hiro yang terlelap begitu nyaman. Biasanya, Anna akan melihatnya terganggu dengan mimpi buruk setiap malamnya, tapi kali ini pemuda itu benar-benar tenang hingga pagi tiba.

Hari ini Hiro bangun lebih awal di banding Anna, Hiro menghela napas pelan melihat Anna yang terlelap di sofa. Tidak dusta, ia sangat menghargai Anna yang telah menjaga dan merawatnya, ia juga begitu menyayanginya, hanya saja terkadang ia geram akan sikap sok tahu wanita itu.

“Entah siapa yang memberinya ide untuk ikut menginap di rumah sakit demi menjaga saya,” gumam Hiro sembari turun dari tempat tidurnya perlahan, ia menahan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang infus sebelum kemudian mendekati Anna hanya untuk menyelimuti wanita itu dengan selimut tebal yang tersampir pada sandaran sofa. “Seharusnya dia pulang dan tidur di tempat yang lebih nyaman. Tapi ya sudah lah, disuruh pulang pun pasti dia akan menolaknya.”

Usai menyelimuti Anna, Hiro pun beranjak ke kamar mandi selama beberapa saat dan keluar setelah merasa dirinya sudah lebih bersih dari sebelumnya. Kali ini Hiro membawa kakinya melangkah ke luar ruangan dan untungnya, tidak ada Haris yang berjaga di depan, sesuatu yang jarang sekali terjadi.

Di luar, matahari pagi langsung menyambut Hiro yang terus melangkah sembari berpegangan pada tiang infus. Ternyata masih belum ada orang di luar selain beberapa petugas rumah sakit yang berlalu-lalang.

“Hiro mau ke mana pagi-pagi begini, hm?” Selama melangkah melintasi koridor, Hiro mendengar tanya itu berulang kali. Dan kini ia mulai penasaran, kenapa setiap petugas rumah sakit yang ia temui mengetahui namanya?

“Saya ingin ke taman belakang rumah sakit.” Demikian jawaban yang Hiro berikan atas tanya yang ia dapatkan.

“Mau saya temani?” Rata-rata dari mereka menawarkan hal itu, dan Hiro menolaknya.
 
“Saya sedang ingin sendirian.”

“Baiklah kalau begitu.” Pada akhirnya mereka menyerah dan membiarkan Hiro berjalan sendirian ke halaman belakang. Namun, meski begitu, Hiro tetap dijaga dari kejauhan.

Masih berpegangan pada tiang infus, Hiro melangkahkan kaki pucatnya di atas rumput taman yang begitu hijau. Dinginnya embun masih terasa ketika rerumputan mengenai kakinya. Hiro tersenyum pelan, sudah lama ia tidak merasakan sejuknya uap air di pagi hari.

“Langitnya bagus sekali,” gumam Hiro saat sudah duduk di bangku panjang, ia mendongak menatap langit biru dan awan-awan putih yang memperindah kemegahannya. Perhatian Hiro tercuri sepenuhnya oleh langit yang bertakhta di atas sana. Sampai-sampai ia lupa bila di ruangannya Anna mulai panik karena pemuda itu tidak ada di tempat tidurnya.

“Tuan! Tuan!” panggil wanit itu keras, Haris yang baru kembali ke rumah sakit setelah pulang ke rumah beberapa saat langsung mendapat semprotan dari Anna. “Tugas kamu menjaga di depan ruangan agar Tuan Hiro tidak kabur, tapi kenapa kamu malah pulang, ha?! Apakah di rumah ada hal yang lebih penting dibanding Tuan Hiro?!”

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang