Hari ini adalah kali ke dua Hiro menemui Dokter Zain di rumah sakit jiwa bersama Aya. Tidak bisa dipungkiri jika Aya senang melihat Hiro yang sekarang. Pemuda itu jauh lebih peduli pada kesehatannya, ia makan dan minum obat dengan teratur, tidurnya cukup, dan selalu menyempatkan diri untuk berolahraga setiap harinya. Ia jadi lebih banyak bicara, banyak tersenyum dan tertawa. Terkadang tingkahnya seperti lelaki dewasa, tetapi tidak jarang juga ia seperti anak kecil yang begitu manja. Apa pun itu, Aya akan selalu mencintai dan menyayanginya dengan segala cinta kasih yang ia punya.
“Udah pukul berapa ya sekarang?” gumam gadis itu sendirian karena ia masih menunggu pacarnya keluar dari ruang konsultasi. Rasanya sangat membosankan duduk sendirian di bangku panjang seperti ini.
Aya mulai melirik ke segala arah, sampai ia mendapati sebuah ponsel tergeletak di atas lantai. Kening Aya berkerut, lalu dia mendekati ponsel itu dan mengambilnya.
“Sorry, kayaknya itu HP gue yang jatuh tadi.”
Aya mengalihkan pandangannya ke arah seorang pemuda yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Sejenak Aya bungkam, ia ragu dengan perkataan pemuda itu.
“Gue bisa buktiin kok.” Lalu pemuda itu mengambil ponsel di tangan Aya dan memasukkan sandi yang membuat layar terkunci menjadi terbuka. Aya mengangguk-anggukkan kepala. Berarti benar ponsel tersebut milik pemuda itu.
“Oh iya hahaha.” Aya tertawa canggung.
“Makasih, ya.” Pemuda itu mengacungkan ponselnya di depan wajah. Aya baru hendak menjawab, namun kalimatnya tertahan karena ada yang menabrak bahunya dari belakang. Cukup keras sampai Aya hilang keseimbangan dan jatuh menimpa pemuda yang dengan sigap menahan tubuhnya itu. “Lo nggak apa-apa?”
Pandangan Aya tertuju pada pasien rumah sakit jiwa yang berlari menghindari para perawat yang mengejar. “Nggak apa-apa.”
Pemuda itu mengusap-usap bahu Aya. “Beneran nggak apa-apa?”
“He’em,” balas Aya sembari menjauh dari pemuda itu. Lekas ia berbalik karena khawatir Hiro keluar dan timbul kesalah pahaman karena mereka berdekatan seperti tadi. Nahasnya, upaya Aya gagal, sebab Hiro sudah berdiri di depan pintu semenjak ia dipeluk oleh pemuda itu.
“Ya udah, kalau gitu gue pergi dulu.” Si pemuda tadi pun langsung berpamitan karena merasa tidak memiliki urusan penting lagi dengan gadis yang menemukan ponselnya.
Aya tidak merespons lagi gara-gara fokusnya sudah tertuju kepada Hiro yang mendengkus panjang serta menoleh ke arah lain.
“Hiro aku bisa jelasin.” Aya mendekat dan menyentuh pergelangan tangan Hiro.
“Tidak perlu.” Pemuda itu menepis tangannya.
“Ro, jangan marah dulu—”
“Saya tidak marah.” Padahal wajahnya jelas sekali menunjukkan jika ia sedang diliputi kemarahan.
Aya mengangguk, pura-pura percaya. Lalu ia memegang tangan Hiro lagi dan membawa pemuda itu duduk di kursi. “Tetap aja kamu harus tenangin diri kamu di sini.”
Hiro bungkam. Kejadian tadi membuat suasana hatinya memburuk. Ia berdecak pelan dan memindahkan punggung tangannya saat hendak disentuh Aya.
“Tidak usah pegang-pegang saya, pegang cowok lain saja seperti tadi.” Hiro buang muka karena tidak mau Aya melihat matanya yang mulai berkaca-kaca.
“Hiro … kamu salah paham. Sebenarnya, tadi bahu aku ditabrak dari belakang sama pasien di sini sampai aku mau jatuh, dan si cowok tadi secara refleks meluk aku karena aku jatuh di depan dia. Gitu. Kamu jangan marah, ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...