Hiro membenci semua orang, termasuk dirinya sendiri, setidaknya itulah yang dapat Anna simpulkan ketika melihat kondisi Hiro sekarang. Terlihat dari bagaimana Hiro berupaya menyakiti diri dan meneriaki semua orang yang hendak mendekatinya.
“Tuan, saya tidak bermaksud menyakiti Anda.” Anna sudah lupa berapa kali ia mengatakan kalimat semacam ini kepada majikannya yang meringkuk di sudut ruangan. Hiro tidak berhenti menangis dan memukul-mukul kepalanya sendiri dengan kepalan tangan. Anna meletakkan nampan di atas nakas dan nekat mendekati majikannya. Anna hendak menyentuhnya, namun, Hiro langsung menepis tangannya.
“Pergi dari hadapan saya,” titah Hiro tegas. Tatapan marah masih kentara di matanya yang memerah dan berair.
“Iya, Tuan, saya akan pergi, tapi setelah Anda makan da—”
“SAYA BILANG PERGI! APA KAMU TULI?!” Selalu begitu, Hiro akan berteriak sangat keras tatkala ada orang yang mendekatinya.
“Tuan, Anda belum makan sejak kem—”
Kali ini Hiro tidak berteriak lagi, ia bangkit dari duduknya dan mengambil nampan yang semula Anna letakkan di atas nakas dan membantingnya ke lantai keras-keras. Seketika piring dan gelas pecah berhamburan.
“Tuan …” Air mata Anna tumpah detik itu juga.
“INI KAN YANG KALIAN MAU?!” Hiro tetap berteriak dan berupaya berdiri tegap meski gemetar, ia mendadak disergap ketakutan sebab perbuatannya mengundang Dokter dan beberapa perawat masuk ke ruangan untuk menanganinya. Hiro tahu betul, setelah ini mereka akan membius atau mengikatnya kembali. Oleh karena itu, cepat-cepat ia mengambil pecahan gelas di lantai dan mulai mengancam. “MENJAUH DARI SAYA ATAU KALIAN AKAN MELIHAT SAYA MATI HARI INI!”
“Tidak, Tuan, jangan lakukan itu.” Anna menggeleng. Ia betul-betul tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya kala itu.
“Hiro, bawa kemari belingnya biar Dokter simpan,” pinta pria berbaju putih itu lembut, ia mendekati Hiro tanpa takut. Sedangkan Hiro langsung mundur dan menggeleng. “Hiro masih kenal Dokter ‘kan?”
Hiro bungkam dan menipiskan bibir, wajah pria itu tampak familiar, hanya saja Hiro tidak bisa mengingat namanya. Melihat Hiro sudah sedikit lebih tenang, Dokter Zain melangkah semakin dekat dan menjulurkan tangan, meminta beling yang Hiro pegangi.
Nahasnya, Hiro kembali menggeleng dan menyembunyikan beling itu ke belakang punggung dan menggenggamnya erat-erat, tidak peduli pada luka dan darah yang mulai mengotori tangannya. Sadar akan hal itu, tanpa pikir panjang Anna langsung berlari ke arah Hiro dan merebut beling tersebut dari tangan majikannya.
“Tangan Anda terluka, Tuan.”
Hiro tahu, hanya saja ia tidak peduli kendati telapak tangannya kian terasa perih.
“Bukan urusan kamu!” teriak Hiro geram, ia tetap mempertahankan beling tersebut setidaknya sampai ia sadar bila tangan Anna ikut terluka karena pecahan kaca itu. Hiro langsung membatu, tatapannya lekas tertuju pada darah yang merembes di jemari Anna. “Sa-saya melukai kamu.”
Seisi ruangan bungkam. Sementara Hiro yang merasa bersalah langsung memukul-mukul kepalanya sendiri. “MATI! MATI KAMU, BAJINGAN! BERANINYA MELUKAI SEORANG PEREMPUAN!”
“Saya tidak apa-apa, Tuan, ini hanya luka kecil.” Lagi-lagi Anna mencoba menenangkan Hiro yang kini mulai membenturkan kepalanya ke dinding. Untungnya, para perawat dan Dokter cepat menghentikannya meski Hiro terus memberontak dan memaki dirinya sendiri.
Para petugas medis yang tidak sanggup menangani Hiro lagi-lagi harus memberi suntikan penenang di tangannya hingga pemuda itu menutup mata.
“Ibu Anna, mari ke ruangan saya, ada yang harus saya bicarakan terkait kondisi kejiwaan pasien,” pinta sang Dokter ramah meski ekspresi khawatir kentara di wajahnya. Anna mengangguk, lalu mengikuti Dokter tersebut ke ruangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix You
RomanceAya pikir, undangan interview dari Nolan Investment merupakan langkah pertama dari perubahan hidupnya menjadi lebih baik, namun, setelah pertemuannya dengan pemuda bernama Hiro Nicholas, alias pemilik perusahaan itu, Aya justru dihinggapi masalah be...