21. Arabella

4.2K 331 65
                                    

Tadinya Hiro pikir, akan ada tamu lain di rumah Bachtiar, ternyata dugaan itu salah karena sesampainya di dalam, Hiro hanya melihat Bachtiar, Istri Bachtiar, dan seorang gadis yang tidak berkedip menatapnya.

“Arabella, ini Pak Hiro.” Bachtiar memperkenalkan Hiro kepada anak gadisnya. Langsung saja gadis itu berjabat tangan dengan pemuda di hadapannya.

“Arabella.” Lesung pipi gadis itu langsung timbul karena tersenyum

“Hiro.” Sedangkan Hiro menampilkan senyum sebagai formalitas. “Tidak perlu pakai ‘Pak’ kita tidak sedang di kantor.”

Arabella mengangguk, kemudian mensejajarkan langkahnya dengan Hiro dan Bachtiar yang terus bercerita perihal dirinya. Hiro hanya tersenyum tipis saat mendengarkan, sedangkan Arabella sudah tidak bisa menyembunyikan pipinya yang kemerahan.

“Dari kecil Arabella memang sudah menunjukkan kegemarannya terhadap musik, jadi tidak heran jika dia sangat ahli dalam bidang itu.” Bahkan ketika sudah duduk di meja makan pun, Bachtiar masih bercerita tentang putrinya. Pria itu hanya diam saat sedang makan. Setelahnya kembali bercerita.

“Papa udah, jangan muji aku terus, malu tau,” tegur Arabella yang mulai cemberut. Bachtiar tertawa pelan, bertolak belakang dengan Hiro yang bingung harus berekspresi apa.

“Padahal Papa cuma lagi cerita biar Hiro tahu.” Bachtiar menghilangkan julukan ‘Pak’ di depan nama Hiro seperti yang pemuda itu katakan tadi.

Elina—Istrinya Bachtiar pun tidak banyak bicara, karena sejak tadi perhatiannya jatuh kepada Hiro. Mulai ketika pemuda itu datang, duduk di kursi meja makan, menyantap makanan yang telah disediakan, sampai selesai makan. Benar kata Bachtiar, selain tampan, gelagat Hiro juga begitu sopan dan berwibawa, senyumnya hangat, namun tetap bersahaja. Demi apa pun, Elina langsung menyukainya tanpa perlu pikir panjang.

“Ma, ayo kita ke belakang, biar Arabella bicara berdua dengan Pak Hiro.”

Elina yang sibuk memerhatikan Hiro terkejut karena Bachtiar berbisik di telinganya tiba-tiba. Alhasil wanita itu bangkit dari sana supaya Hiro dan Arabella memiliki keleluasaan untuk berbicara.

Ditinggal berdua dengan Hiro, kecanggungan menyekap Arabella secara keseluruhan. Namun, gadis cantik berambut panjang itu mencoba santai ketika memulai pembicaraan.

“Kata Papa aku, kamu suka melukis.” Itu adalah kalimat pertama Arabella yang membuat Hiro menoleh ke arahnya setelah sekian lama diam.

“Iya.” Hiro mengangguk.

“Aku juga suka melukis, tapi nggak jago,” tambah Arabella yang tidak berhenti tersipu. “Kamu mau lihat lukisanku?”

“Iya,” Hiro membalas cepat karena dia memang selalu penasaran kepada segala jenis lukisan.

Setelah mendapat jawaban, Arabella langsung mengajak Hiro ke sebuah ruangan di mana karya-karyanya tersimpan. Di ruangan itu terdapat banyak alat musik. Mulai dari piano, drum, biola hingga berbagai merek gitar yang tergantung di dinding.

“Ini ruang musik, tapi aku pake buat melukis juga.” Arabella melangkah ke arah beberapa kanvas yang tertumpuk rapi di atas meja, lalu mengambil kanvas paling atas untuk menujuk lukisannya kepada Hiro. “Lukisan ini terinspirasi dari lagu yang pernah aku ciptain. Judulnya Be Your Home.”

Hiro mengamati lukisan tersebut dengan saksama. Lukisan itu memuat pemandangan kota yang diguyur hujan di malam hari, semua orang berlarian, kecuali sepasang kekasih yang membawa payung hitam bersama mereka. Keduanya berdiri di tengah jalan dengan mata saling bertatap-tatapan dan tangan bertautan. Lukisan itu didominasi abu-abu, hitam, dengan sedikit tambahan warna cerah di bagian lampu jalan.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang