49. Di Bawah Magenta

1.7K 161 35
                                    

Setelah menghabiskan waktu beberapa lama di perjalanan, akhirnya mereka tiba di pantai. Hari sudah semakin sore ketika itu, pengunjung pantai juga tidak begitu ramai. Hanya ada beberapa pasangan, itu pun terlihat jauh dari tempat Hiro dan Aya berdiri saat ini. Dan semuanya sibuk dengan urusan mereka sendiri.

“Hiro liat, langitnya bagus banget!” Aya menunjuk langit yang kian menjingga. Hiro hanya tersenyum menanggapinya. Sama halnya dengan Mahesa yang juga menarik kedua sudut bibir pelan. Tapi alih-alih bergabung bersama Hiro dan Aya yang mulai mendekat ke tepi pantai, Mahesa justru mengawasi mereka dari kejauhan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Haris dan pengawal Hiro lainnya karena tidak mau mengganggu majikan mereka.

“Kamu benar, langitnya sangat bagus.” Hiro membalas seraya menggenggam jemari Aya. Aya melirik tangan mereka yang bertautan sebelum kemudian tersenyum pelan, wajahnya pun ikut kemerahan. Selanjutnya mereka hanya berjalan dengan tangan bertautan di pinggir pantai, membasahi kaki mareka dengan sisa-sisa leburan ombak yang menerjang.

“Aku senang akhirnya kita bisa ke pantai lagi setelah sekian lama,” ucap Aya setelah keduanya memutuskan untuk duduk di atas bebatuan besar yang ada di sana untuk menikmati senja. Hiro tidak menjawab apa-apa, tapi matanya tidak berkedip menatap wajah merona dan bibir merah muda Aya.

“Cantik.” Ada banyak sekali kata yang mucul di kepala Hiro, namun, hanya kata itu yang bisa ia ucapkan dengan leluasa.

“Iya, langitnya emang cantik banget.” Aya sangat setuju dengan pernyataan Hiro.

“Kamu cantik.” Hiro memperjelas maksudnya. Lagi-lagi Aya menahan senyum. Kemudian ia menoleh ke arah Hiro hingga keduanya saling tatap. Sesaat mata mereka bertemu, lalu Hiro menggeser semakin dekat, sampai hidung mereka tidak lagi berjarak. “Can I kiss your lips?”

“Boleh, tapi—” Aya tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena bibir Hiro sudah membungkam mulutnya. Di saat yang sama Mahesa, Haris dan para pengawal Hiro yang lain sontak menoleh, pura-pura tidak melihat apa-apa. Terlebih ketika Aya membalas ciuman pemuda itu.

Sejenak, waktu seakan berhenti, seolah-olah yang bergerak hanyalah mereka dan matahari yang kembali ke peraduan. Menukar jingga dengan kegelapan. Aya dan Hiro kian tenggalam dalam rengkuhan satu sama lain. Dekapan yang tanpa sadar mengembalikan banyak sekali memori tentang mereka yang sempat Hiro lupakan.

Hiro memejamkan mata, membiarkan air matanya turun membasahi pipi. Aya yang semula mendekap Hiro beralih mengusap air mata pemuda itu.

“Kenapa kamu nangis?” tanya Aya lembut. Hiro mengulum bibir agar isaknya tidak terdengar.

“Maaf, karena saya sempat melupakan kamu,” pinta Hiro pelan. “Sekarang saya tidak akan pernah melupakan kamu lagi, saya … akan menjaga semua ingatan tentang kita sepanjang usia saya.”

Aya terdiam, ia masih berusaha memahami kalimat Hiro.

“Ayana.” Hiro menggenggam kedua telapak tangan gadis itu. “Ingatan saya tentang kita sudah kembali.”

Aya membelalakkan mata, setelahnya ia kembali menarik Hiro dalam pelukan. “Kamu udah ingat aku kayak dulu lagi?”

Dalam rengkuhan Aya Hiro mengangguk. “Iya, Ayana.”

Sekarang giliran Aya yang menitikkan air mata. “Makasih … makasih karena kamu udah ngingat tentang kita lagi.”

Hiro membalas pelukan Aya. “Tidak perlu berterima kasih, karena itu memang kewajiban saya.”

“Aku seneng banget Hiro-ku kembali.” Senyum haru di wajah Aya masih belum pudar meski sekarang mereka sudah tidak lagi berpelukan.

“Tapi saya masih takut Abang tidak menyetujui hubungan kita ka—”

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang