"Lo belum makan siang?"
"Belum."
"Mau pesen apa, biar gofood aja."
"Makanan yang lo bawa udah banyak, ngga usah beli lagi."
"Harus makan."
"Ngga nafsu makan," ucapnya malas.
Jungna sedang rebahan di sofa dan Jake yang duduk bersila di bawah. Tangan Jungna tidak berhenti memainkan rambut Jake.
Rambut pemuda itu sangat halus dan lembut, juga wanginya yang sangat semerbak.
Tapi Jake selalu wangi. Bahkan saat selesai jam olahraga tetap wangi segar. Entah perfum berapa juta yang dipakai.
"Jake buka jaket lo."
Telinga Jake perlahan memerah, terkejut karena permintaan Jungna yang aneh. Itu cukup ambigu.
"Cepet ih!"
"Buat apa?"
"Pengen nyium wangi parfum lo, gue suka."
Kini wajah Jake ikut memerah. Apakah gadis ini tidak sadar dengan apa yang ia katakan?
Jake tidak meminta penjelasan lagi. Ia langsung membuka jaket hitamnya dan diberikan kepada Jungna, menyisakan kaos hitam polos yang dikenakannya.
Sedangkan Jungna tersenyum lebar mendapat barang yang diinginkan. Lalu langsung bangkit dari rebahannya dan memakai hoodie tersebut.
Tersenyum girang, Jungna memeluk dirinya sendiri sembari menghirup dalam wangi parfum Jake.
"Suka," cengirnya.
"Iyadeh terserah lo aja. Tunggu makannya, udah gue pesenin."
"Dibilang gue ngga nafsu makan, gue udah kenyang snack."
"Snack, bukan nasi."
"Kapasitas perut gue ngga muat."
"Makan sedikit aja."
Jungna mendecak, "gue sama lo rasanya bakal gendut."
"Emangnya kenapa kalo gendut?"
"Ntar ngga ada yang demen sama gue," katanya sembari membalikkan tubuhnya. Menghadapkan wajahnya pada senderan sofa.
Jake langsung menoleh. Tangannya gemas ingin mencakar wajah manis anak itu.
"Tetep cantik."
"Heleh. Ngga percaya omongan lelaki cuih."
"Siap salah."
"Tipe cewe lo yang gimana Jake?"
"Tiba-tiba?"
"Nanya aja."
Jake sampai terdiam beberapa saat. Pertanyaannya dilontarkan oleh gadis yang merupakan crushnya sendiri. Bagaimana ia menjelaskan tipe idealnya?
"Yang penting perempuan."
"Kok gitu aja sih? Yang jelas dong."
Jungna kembali menghadap Jake dan melemparkan bantal sofa kepadanya. Jawabannya tidak jelas.
"Loh kan gue jawab?"
"Ngga jelas, aneh, Jake aneh, lo aneh seaneh-anehnya."
Nah kan tantrum.
Pemuda jangkung itu tersenyum, menarik napas panjang. Kemudian berdiri mendekati gadis dengan rambut terurai yang tengah bersiap-siap melemparkan bantal lagi kepadanya.
Jungna melemparkan bantalnya tapi tidak tepat sasaran. Lalu Jake menahan kedua tangan Jungna. Hendak memukulnya.
"Ngga boleh mukul."
"Lo ngeselin."
"Iya gue ngeselin, udah duduk manis."
"Nggak!"
"Nurut ya sayang."
Ia tidak melawan lagi. Tetapi wajahnya masih dengan raut kesal dan juga tangan yang menyilang di depan dada.
Jake mengulum senyum menahan tawa. Jika tertawa sekarang Jungna akan kembali tantrum. Fyi, gadis ini tidak suka jika sedang marah ditertawakan, katanya merasa diledek. Padahal maksud Jake bukan meledek, hanya saja Jungna terlihat sangat lucu jika sedang marah atau mengomel.
Kemudian ia merapikan rambut panjang Jungna yang berantakan. Menyisir dengan jari-jarinya lalu mengikatnya menggunakan karet hitam yang ada di pergelangan tangannya.
Pemuda itu selalu menggunakan ikat rambut di tangannya. Karena ia tau jika gadis ini selalu lupa meletakkan ikat rambut atau jepit rambutnya sendiri. Jadi Jake selalu menyediakan.
Entah sudah berapa banyak yang Jungna hilangkan, Jake sudah tidak bisa menghitungnya lagi.
"Ih gamau diiket rambutnya." omelnya.
"Biar rapi Jungna."
"Nggak!" tangannya menarik ikat rambut tersebut dan meletakkannya di atas meja.
"Yaudah, tapi nanti pas makan rambutnya diiket ya?"
Ucap Jake demikian. Tetap tersenyum sembari mengelus lembut pucuk kepala Jungna yang masih kesal.
Vote komennya juseyo🙏🏻🙏🏻
Jujur pengen banget tau reaksi kalian pas baca ini walaupun biasa aja:')
Gwenchanaa....
Okayy see u👋🏻