Jungna diskors selama seminggu. Tentu saja ia mendapat sanksi karena keributan yang diciptakan oleh Rista. Tidak hanya Jungna, Rista juga diskors seminggu. Walaupun Rista yang mendapat luka yang lebih parah, tapi awal permasalahan karena gadis itu.
Orangtua Jungna dipanggil ke sekolah. Awalnya mama Jungna marah, setelah penjelasan di ruang BK amarahnya mereda. Ini bukan sepenuhnya salah Jungna.
Sekarang Jungna bingung harus apa di rumah selama seminggu. Sebenarnya dia senang, tapi memikirkan catatan yang akan menunpuk karena seminggu tidak masuk sekolah membuatnya pusing.
Sepertinya ia harus menculik Jake untuk meminjam catatan laki-laki itu. Bisa saja ia meminjam catatan Yerin atau Sunghoon. Tapi dua orang itu sibuk menyiapkan persiapan untuk classmeeting kurang lebih seminggu lagi.
Heesung? Jungna tidak yakin catatan Heesung lengkap.
Lalu ia meraih ponsel yang berada di atas nakas, mencari nomor Jake di kontaknya.
Tuan Muda Jake
oitt besti
ntar gue pinjem catatan lo ye
kabarin juga kalo ada tugas
okJungna mendelik. Ramah apanya, cuek begini. Harus dipertanyakan mengapa banyak yang menyukai Jake di sekolah.
Otaknya mulai berpikir. Jake pintar di segala mata pelajaran, selalu mendapat peringkat. Rajin mengikuti lomba. Jago olahraga tapi lebih fokus di akademik. Yerin memberi nama panggilan tuan muda karena pewaris tunggal.
Ya...
Banyak alasan ternyata.
Tidak sedikit yang mengatakan Jake ramah. Bonusnya pemuda itu tampan.
Gadis itu berdecih. Dari semua kelebihan Jake, lantas hal apa yang bisa ia jadikan bahan untuk mengejek. Bukankah manusia tidak ada yang sempurna?
Sekarang dia malah jadi penasaran dengan kekurangan Jake.
"JUNGNA!"
Yang dipanggil terperanjat kaget. Sedang melamun tiba-tiba namanya diteriaki seperti itu. Dasar pemancing emosi.
"Kenapa sih? Biasa aja dong, kaget nih," ia mendengus.
"Katanya lo berantem di sekolah?" Jungkook segera menghampiri Jungna yang duduk kursi belajarnya. Kemudian berlutut memastikan kondisinya.
"Ada yang luka? Apa yang sakit?"
"Ngga usah lebay deh. Gue gapapa, ngga ada yang luka."
"Bener?"
"Liat aja nih ngga ada yang luka kan?"
Jungkook menghela napas lega. Jujur saja ia sampai membolos untuk melihat keadaan Jungna, mengemudikan motornya dengan kecepatan penuh agar segera sampai di rumah.
Mamanya sudah memberi tau jika Jungna baik-baik saja. Jungkook tetap kukuh ingin melihat langsung keadaan Jungna dengan matanya sendiri.
"Tenang aja. Justru orang yang cari masalah sama gue yang luka-luka."
"Lo pukul?"
"Iyalah. Gue ngga bakal mukul kalo bukan dia yang mulai duluan."
Lalu Jungna menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir. Dimana Rista yang datang langsung menuduh dirinya dan membawa keluarga dalam perdebatan mereka.
"Ternyata latihan bela diri berguna juga buat lo. Tapi jangan over, Na."
"Sorry khilaf. Dia bener-bener buat gue emosi."
Jungkook berjalan lesu ke kasur Jungna dan merebahkan tubuhnya disana. Masih mencoba menetralkan jantungnya yang berdegub kencang.
"Ngebut ya pulangnya?" Jungna bertanya. Mamanya baru menelpon Jungkook lima menit yang lalu. Padahal jarak kampus Jungkook ke rumah lumayan jauh.
"Menurut ngana?"
"Dih nanya doang sewot amat."
Hening beberapa saat. Kedua mata Jungkook mulai terpejam.
"Lo ngga balik ke kampus apa?"
"Bolos aja. Dah terlanjur pulang," ia memperbaiki posisi tidurnya agar lebih nyaman sambil menghadap Jungna.
Kebiasaan. Batinnya.
Lalu Jungna ikut merebahkan tubuhnya di samping Jungkook. Menatap wajah kakaknya yang terlelap tidur. Entah sudah berada di alam mimpi atau belum.
Pelipisnya bercucuran keringat sampai poni rambutnya sedikit lepek. Napasnya mulai beraturan yang sebelumnya terlihat sekali kelelahan.
Walaupun mereka sering bertengkar atau melempar makian setiap harinya, tetap saja ada rasa kekhawatiran satu sama lain.
Jungkook sangat menyayangi Jungna lebih dari dirinya sendiri. Rasa sayangnya hanya tertutup gengsi.
Suatu hari Jungna pernah terserempet mobil karena kelalaian pengemudi. Tangan kanan Jungna terluka.
Kecelakaan itu membuat Jungkook merasa sangat bersalah. Sebelumnya Jungna memintanya untuk mengantar ke minimarket, tapi Jungkook menolak karena sedang bermain game.
Laki-laki itu sampai menangis saat meminta maaf kepada Jungna. Jungna tidak tega, berkali-kali ia meyakinkan Jungkook jika itu bukanlah kesalahannya. Ia baik-baik saja. Lukanya akan segera sembuh.
Jungkook membuka matanya, tersenyum kecil ke arah Jungna lalu mendekapnya. Gadis itu bisa merasakan jika tubuh kakaknya sedikit gemetar.
Jungna balas memeluknya. "Gue gapapa, ngga perlu khawatir."
"Jangan sakit..." lirihnya.
"Iya, buktinya gue sehat kan sekarang?"
Pelukannya semakin erat. Ia tersenyum sambil mengusap-usap punggung Jungkook, sadar jika orang ini sedang menangis.
"Udah gapapa, jangan nangis. Ngga ada yang luka kok. Adek lo baik-baik aja."
🧋🧋🧋