Masih terus terisak, kini Jungna tertunduk tidak berani menatap Jake lagi. Berpikir Jake sudah marah besar kepadanya.Lalu tangannya yang sedang menutup wajahnya perlahan diturunkan. Sekarang dihadapannya sudah ada Jake.
Jungna meraung kembali mengucapkan kata maaf. Jake mengusap pipi gadis itu dan menyeka keringat di kening yang membuat poninya menjadi lepek.
"Iyaa dimaafin. Tapi lain kali ngga boleh bentak gitu ya sayang? Ngga sopan."
"Minta ma–maaf udah bentak..."
"Sstt udah jangan nangis lagi. Gapapa," Jake membawanya ke pelukannya, mengusap-usap pucuk kepala Jungna untuk menenangkannya.
"Jangan marah," ucapnya yang membalas pelukan hangat Jake.
"Ngga marah, udah dimaafin kok. Tapi lain kali jangan gitu ya ke siapapun. Walaupun temen juga ngga boleh, paham sayang?"
Jungna hanya mengangguk, tidak sanggup untuk membalas.
"Maaf juga ya udah diemin tadi."
Tentu Jake berat hati mendiami Jungna yang tengah menangis. Tapi yang dilakukannya adalah agar Jungna paham apa yang dilakukannya tidak bagus.
Jake tidak masalah dibentak seperti tadi. Hanya saja ini jadi pelajaran untuk Jungna agar tidak kelepasan kepada orang lain.
Ia selalu memperhatikan gerak gerik Jungna. Gadis ini sering membentak jika emosinya sudah memuncak.
Jake juga paham jika apa yang dilakukan Jungna diluar kendalinya, kadang sampai tidak menyadari jika sudah membentak. Jake hanya ingin Jungna tidak membiasakan membentak seperti itu kepada siapapun.
Bel rumah berbunyi, Jake menoleh kebelakang. Makanannya sudah sampai. Ya, dia memesan makanan untuk dirinya sendiri agar Jungna mau makan.
"Itu gofoodnya udah dateng, gue ambil dulu sebentar."
Lagi-lagi Jungna menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya.
"Sebentar aja kok, kasian omnya nunggu di depan."
"Nanti marah lagi, ngga mau."
"Ngga marah, cantik. Lepas dulu ya?"
Akhirnya Jungna melepas pelukannya. Dengan segera Jake membuka pintu untuk mengambil makanan yang sudah ia pesan.
"Nah ayo makan bareng. Cuci dulu tangannya," Jake menarik pelan tangan Jungna untuk berdiri.
Setelah mencuci tangan, keduanya kembali ke ruang tamu dan mulai makan. Jungna masih terlihat tidak selera. Makannya sangat pelan.
"Kenapa? Ngga enak?" tanyanya yang hanya mendapatkan gelengan sebagai jawaban.
Jake paham jika Jungna masih memikirkan kejadian tadi. Bahkan baru satu suap yang masuk ke mulutnya. Sedangkan makanan Jake sudah tersisa setengah.
"Na, ngga perlu kepikiran soal tadi oke? Gue ngga marah sama sekali, gue cuma mau lo paham kalo bentak gitu gak bagus. Dan gamau itu jadi kebiasaan buat lo."
Jungna mengangguk paham. Lalu menyuapkan makanan ke mulutnya. Jake tersenyum senang, tangan kirinya mengusap lembut pucuk kepala gadis disampingnya.
🧋🧋🧋
Bonus
Vote and komennya manteman^^