"Gue bosen." ucap seorang gadis yang sedang menidurkan kepalanya di atas meja. Matanya menatap kosong ke arah luar jendela.Panas. Matahari terlalu bersemangat memancarkan sinarnya.
Jake yang berada di sampingnya menoleh. Terlihat jelas betapa frustasinya Jungna melawan rasa bosannya.
Bisa saja mereka pulang lebih dulu. Mulai dari jam pelajaran ke lima sampai terakhir jamkos. Tapi mereka harus adu mulut dengan satpam yang mulutnya seperti pedasnya omongan tetangga.
Yerin dan Sunghoon sibuk MPK. Heesung entah berkeliaran dimana. Orang modelan Heesung mana betah berdiam diri di kelas jika jamkos.
Tersisa Jungna dan Jake yang hanya berdiam diri di kelas. Jake membaca buku, sedangkan Jungna terus mengeluh bosan.
Untuk kesekian kalinya Jungna menghela napas panjang. Jake tersenyum, tangannya terulur mengusap kepala Jungna.
"Kantin aja ayok."
"Ngapain?"
"Ya beli makan, masa mau antri minyak."
Kepalanya menoleh ke arah Jake, wajah bosannya masih kentara. Tidak begitu tertarik dengan ajakan Jake.
"Duit gue habis ditagih uang kas sama Sowon."
"Gue traktir. Udah buruan bangun, kita beli es krim."
"Bentar. Semangat gue belum ada." Jungna kembali menutup mata.
Jake mencoba meredakan amarahnya yang mulai terkumpul. Ia harus ekstra sabar menghadapi Jungna.
Ia kembali berjalan mendeketi meja. Menunggu gadis itu bangun dengan kedua tangan bersidekap di depan dada.
"Bangun oi!"
"Orang yang Anda tuju sedang menuju alam mimpi, silahkan tinggalkan pesan setelah nada biipp..." balasnya mengikuti gaya bicara operator.
"Jeon Jungna."
Masih tidak bergeming.
Akhirnya Jake menggendong paksa orang itu agar bisa bangun. Tangan kanannya berada di tungkai kakinya dan tangan kiri di punggung Jungna. Dasar tidak tau diri. Padahal dirinya sudah berbaik hati mencarikan solusi untuk menghilangkan rasa bosannya.
Jungna yang kaget, ia sampai tersentak dan reflek mengalungkan tangannya di leher Jake.
Untuk sesaat kedua mata mereka saling menatap. Jungna lebih dulu mengambil kesadarannya, memukul punggung Jake bertubi-tubi.
"Kenapa si anziiirrr. Gausa gendong kan juga bisa!" ketusnya.
"Tu mulut mau gue pukul apa gimana?"
"Iya maap, gue mau turun ini."
"Kalo balik tidur gue lempar keluar jendela lu." Jake mengancam.
"Serem amat, santuy dong."
Jungna sudah berdiri dengan kedua kakinya lagi. Jujur ia sudah hampir terlelap tadi. Tapi karena tubuhnya tiba-tiba melayang rasanya nyawanya terombang-ambing.
Di kantin Jake bertanya es krim apa yang Jungna mau. Semuanya enak, Jungna jadi bingung.
"Ini enak tapi gue bosen. Coba ini aja kali ya? Belum pernah nyoba." gumamnya yang masih bisa didengar Jake.
"Dua-duanya aja."
"Mubazir, satu aja."
"Ambil dua. Ntar kalo ngga suka kasih ke gue."
Jungna kaget, menoleh dengan tatapan tidak percaya, "mana bisa kayak gitu."
"Bisa." Jake menjawab enteng.
"Jake jadi gini. Masa iya lo makan bekas gue, emang—"
"Asal lo ngga terinfeksi rabies gue ngga masalah."
"Kampret."
"Milih es krim aja lama."
Jake mengambil dua es krim yang Jungna tunjuk tadi. Setelah membayar, Jake kembali bertanya mana yang lebih dulu ingin Jungna coba.
Tanpa pikir panjang Jungna mengambil es krim yang biasa ia makan, es krim berbentuk cup rasa coklat. Jake es krim cone rasa biskuit.
"Rasain ini dulu coba." Ia menawarkan es krim conenya, Jungna menggeleng. "Ini aja cukup."
"Blom gue gigit kok, rasain aja biar ngga penasaran lagi."
Daripada perdebatan semakin panjang, ia hanya menurut dan melahap sedikit es krim yang Jake sodorkan untuknya.
"Enak?" tanyanya
Jungna mengangguk, "enak, tapi masih lebih suka rasa coklat daripada ini."
Jake mengangguk mengerti. Gantian sekarang ia yang memakan es krimnya. Entah makannya yang terlalu cepat atau Jungna yang terlalu lama, es krimnya lebih dulu habis. Padahal jika dilihat dari ukuran es krim, punya Jake lebih banyak.
"Makasih Jake."
"Iya."
Jangan lupa vote komennyaaaa