Dua menit Jake menunggu di depan pintu tapi tidak ada jawaban dari Jungna. Tidak ada suara juga. Tidur?
Pelan-pelan Jake membuka pintunya. Benar saja, dilihatnya Jungna masih tertidur dengan selimut yang menutup hanya sampai perutnya saja. Keringat bercucuran di pelipisnya, sepertinya gadis ini kepanasan.
Berjalan menuju meja belajar untuk meletakkan nampan yang dibawanya, kemudian mencari remot AC untuk menurunkan suhunya.
Ia berencana untuk meletakkan nampan yang dibawanya di meja belajar kemudian pergi. Tidak sopan ada di kamar orang lain saat pemiliknya sedang tidur. Apalagi perempuan.
Saat rencananya sudah matang tiba-tiba Jungna memanggil. Jake benar-benar terkejut sampai terperanjat. Tangannya memegangi dadanya saat detak jantungnya berdetak lebih cepat.
Mata Jungna masih setengah terbuka. Masih memastikan apa benar yang ia lihat sekarang.
"Jake?"
"Ini gue bawain makanan."
Gadis itu langsung terbangun. Pikirnya tadi hanya mimpi, ternyata Jake benar-benar ada dihadapannya. Kesadarannya sudah kembali.
"Lo kok bisa disini?!" tanyanya setengah berteriak.
"Gue ketuk pintunya lo ngga nyaut, yaudah gue masuk."
"Ngapain kesini?"
"Bawain makanan."
"Kenapa?"
"Banyak nanya, makan dulu sana."
"Bawa apa?" Jungna masih bertanya.
"Salad buah, martabak keju susu, sama jus alpukat."
"Makasih, tapi gue lagi ngga selera makan," ia kembali merebahkan tubuhnya.
"Lo diet?"
Tidak ada jawaban. Berarti benar.
"Kalo lo makan gue temenin lo belanja."
Tetap tidak ada jawaban.
"Gue bayarin."
Jungna bangun menatap Jake dengan raut kesal. Kenapa teman-temannya jadi ikut-ikutan memaksanya makan?
"Beneran deh gue lagi ngga mood makan. Bukan diet."
Jake tidak menjawab. Ia mengambil salad buah dari nampan, menarik kursi belajar Jungna agar bisa duduk berhadapan dengan gadis ini. Mengambil potongan buah lalu disodorkan kepada Jungna.
"Gue makan, lo makan. Jadi kita gendut bareng."
"Cowo kayak lo berat badannya ga secepet gue naiknya."
"Aaa dulu cantik."
Jungna patuh membuka mulutnya dan melahap buah yang disodorkan Jake. Pemuda itu tersenyum senang, sekarang ia menyuapkannya untuk diri sendiri.
Sampai tersisa setengah, Jake melihat Jungna yang tampak tidak nyaman karena rambutnya yang berantakan. Bahkan masuk ke dalam mulutnya. Jadi sedaritadi rambutnya seperti ini?
Jake meletakkan salad buahnya di meja. Kemudian berdiri dihadapan Jungna untuk mengikat rambut gadis itu dengan rapi.
"Lain kali kalo tidur dilepas aja ikat rambutnya."
"Ketiduran, lupa dilepas."
"Siapa yang bilang lo gendut kali ini?" tatapan Jake turun menatap netra Jungna yang kebetulan Jungna juga menatapnya.
Ibu jari Jake mengusap pelan pipi lembut Jungna, "hm?"
"Temen SD gue dulu... Dua hari lalu kita reuni, dia bilang gue gemukan." Jungna bercerita dan tanpa sadar rautnya kembali sedih.
"Udah lama ngga ketemu kan? Makanya dia bilang ke lo kayak gitu. Kecuali kalian ngga ketemu sehari dua hari."
"Tapi dia bilang gue gendut."
"Ngga sayang, sudut pandang gue lo ngga gendut. Gue yakin yang lain bakal bilang hal yang sama. Lagipula kalo lo chubby artinya lo bahagia kan?"
"Tapi gue tetep kepikiran."
"Ngga usah dipikirin, bisa aja kan dia bilang gitu bukan bermaksud ngelejekin lo."
Jungna mengangguk dan tersenyum tipis. Jake kembali ke kursi belajar gadis ini.
"Kok dingin? Perasaan tadi panas."
"Gw turunin suhu AC-nya. Lo keringetan tadi."
"Pantesan."
"Dilanjut makannya, ntar habis magrib kita jalan."
Vote komen jangan lupa manieezz