"Ssssttt, auhhh, tidak bisakah kau pelan-pelan? " Erang Rose memejamkan mata menahan ngilu.
Pundaknya di tekan sangat kuat dengan kain dan dililitkan begitu kuat hingga pundak nya benar-benar kaku.
"Dengar, aku sekarang sedang mengikat pundak mu yang terkilir, bukan kado ulang tahun, tentu saja ini harus kuat agar tulang mu yang bergeser kembali ke tempat nya, ck......, aku baru saja mengikat kaki Jennie Unnie, tapi dia tidak banyak bicara seperti mu"
"Kau pikir aku tidak lihat bagaimana kau memperlakukan Jennie unnie, kau memperlakukan nya sangat lembut seperti sedang mengelap piring porselen kesayangan eomma, sedangkan ketika kau menangani aku, tangan mu sangat kasar seperti sedang mengganti ban mobil Appa"
Lisa hanya cemberut, lagi-lagi ia dengan sengaja memberi tekanan sedikit kuat di pundak Rose, membuat gadis itu mengerang hendak menangis.
"Aku yakin kau melihat nya dengan
mata tertutup, aku memperlakukan semua orang sama, asal kau tau, keahlian ku ini aku palajari sejak sekolah menengah pertama, jadi... ""Jidi tidik dirigikin ligi kemimpiin ki ini, yakkkkkk sialan Lisa yaaaa"
Lisa segera berlari dari kemarahan kembarannya, meninggalkan Rose mengumpat seperti hantu setelah berhasil menampar lengannya yang sakit, betapa kesal nya Lisa karna telah di cemooh, Lisa melompat kesana kemari menjulurkan lidah ketika Rose membombardir nya dengan kerikil dan bahkan batu sebesar tinju.
"Jika kau ingin membunuhku, lempar batu sungai sebesar kepala itu kalau kau bisa" Lisa memprovokasi Rose membuat gadis itu benar-benar naik pitam.
"Yaaaaaaa, aku akan menenggelamkan mu ketika tidur ke sungai, dan membiarkan mayat mu hanyut dan jatuh ke air terjun"
"Ewww, psikopat....Tidak kena, tidak kena"
Jennie menggelengkan kepala diam-diam ketika mendengar pertengkaran dua orang di dekat nya, tangannya masih fokus membersihkan luka-luka yang ada di pipi kanan Jisoo.
Betapa malang kulit halusnya yang tergores, kecelakaan mereka tidak bisa di bilang biasa saja ketika kulit mereka yang bahkan tidak pernah di gigit nyamuk harus terluka dan berdarah.
Jisoo terkekeh ketika tiba-tiba merasa geli dengan apa yang ia lihat, wajah frustasi Jennie tak jauh berbeda dengan dirinya saat ini.
"Apa yang lucu? " Tanya Jennie dengan suara serak nyaris menghilang di bawa angin, beberapa kali ia tercekat merasakan tenggorokan nya pahit dan kering.
Jisoo mengulum senyum dan menggelengkan kepala.
"Ku pikir kau adalah yang paling pemarah di antara kami, tapi sejauh ini hanya aku yang sering berteriak"
Jennie menghela nafas panjang, kembali fokus pada luka-luka Jisoo.
"Aku hanya sedang demam, aku bisa langsung mati jika menanggapi mereka sekarang"
Jisoo menatap wajah adiknya yang hanya berjarak lima jari dari nya, mengamati fitur wajah pucat dan mata kucing yang tajam, sesuatu darinya yang selalu menjadi daya tarik utama yang ia miliki.
Ntah kapan terakhir kali mereka berada sedekat ini, apakah mereka masih memiliki kesamaan seperti bernyanyi atau bermain bersama seperti dulu.
"Apa yang kau lihat unnie? "
Jennie membuat jarak di antara mereka, membereskan semua peralatan obat-obatan di tangan nya.
semua luka-luka Jisoo sudah selesai di obati dengan sempurna begitu juga dengan lukanya sendiri, semua di tutup dengan plaster berwarna coklat yang di potong pas seukuran luka mereka, karna si bungsu terus mengoceh tentang mereka perlu menghemat ketika menggunakan semua alat pengobatan itu .
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO WEEKS
Фанфик"kita perlu memikirkan bagaimana cara membuat mereka akur layaknya saudara pada umum nya, yeobo" Honey Lee menumpu kepala nya dengan satu tangan di kening, sebab merasa pusing dengan tingkah ke empat putri nya, yang tak pernah akur bahkan sedetik pu...