Bagian 1 - Part 5

1.6K 89 0
                                    

Seusai sholat, keduanya meneruskan perjalanan hingga bertemu dengan rumah berciri ciri persis dengan petunjuk yang diberikan sebelumnya.

"assalamualaikum.." panggil Marhan.

"waalaikumsalam warahmatullah, ah sudah sampai. Masuk masuk" Datuak Kayo muncul dari ambang pintu dan segera membukakan pagar untuk keduanya.

Dengan sedikit malu malu, Marhan dan Niko masuk ke dalam rumah itu. Rumah itu terbilang cukup mewah dibanding rata rata rumah lainnya di kampung ini.

Datuak Kayo lalu mempersilakan mereka duduk dan membukakan beberapa toples kue yang ada di atas meja.

"Salma, baoan minum ka muko nak. Marhan jo Niko lah tibo" (Salma, bawa minum ke depan nak. Marhan sama Niko udah datang) panggil Datuak pada anaknya.

"Yo yah.." (Iya yah..)

Tak lama Salma muncul dari arah dapur dengan membawa baki berisi dua gelas sirup jeruk dan segelas kopi hitam yang masih mengeluarkan uap.

"silakan diminum, Han, Nik" ujar Salma sambil menaruh gelas gelas minuman itu di hadapan masing masing peminumnya.

"Ya, makasih.." jawab Marhan tersipu..

Sementara Niko tanpa canggung mengambil minum dan beberapa buah kue kering dari toples, Marhan lebih fokus kepada beberapa foto yang terpajang di dinding ruang tengah. Ada foto keluarga yang terdiri dari Datuak Kayo, istrinya, dan Salma yang sepertinya baru sekolah dasar. Salma terlihat imut di foto itu.

Datuak Kayo menyadari pandangan Marhan mengarah pada foto itu dan segera menyapanya.

"itu mendiang ibunya Salma. Mirip kan? Salma cetakan ibunya sekali" ujar Datuak Kayo.

"iya pak. Mirip banget" jawab Marhan sedikit canggung saat ia ketahuan memandangi foto itu.

"Iya, Salma juga dekat sama ibunya daripada sama ayahnya. Waktu ibunya meninggal pas dia baru masuk pesantren dulu, setelah pemakaman, dia udah gamau pulang lagi kesini. Harus saya yang kesana. Katanya gakuat pulang ke rumah ini karena kehadiran ibunya masih kerasa"

Salma di ujung kursi hanya menunduk. Datuak Kayo lalu mengusap tangan anaknya itu dengan lembut.

"Harus kuat ya sekarang Ma, biar ibu juga tenang disana" ujar Datuak Kayo.

Salma mengangguk pelan walau matanya nampak seperti akan mengeluarkan air.

Seketika pembicaraan berubah menjadi kaku. Marhan tidak ingin mencampuri urusan keluarga itu lebih dalam lagi. Kecanggungan itu baru berakhir setelah Datuak Kayo kembali pada pembahasan tujuan ia mengundang Marhan kesini sebagai bentuk pembuktiannya.

"jadi.. kamu masih ada keinginan dengan Salma, Marhan?"

"InsyaAllah iya pak" jawab Marhan mantap. Ia sudah mempersiapkan tampang terbaik dan penuh keyakinan itu dari rumah Niko.

"kalau begitu, sesuai yang bapak bilang waktu wisuda kemarin, bapak sebagai orang tua satu satunya Salma tentunya ingin Salma dapat pria terbaik. Jadi istri seseorang yang shalih, tau agama, taat beribadah dan bisa bawa Salma ke surga, benar?" ujar Datuak.

"Iya pak.." jawab Marhan.

"Jadi apa yang kamu punya sehingga bapak yakin bahwa Salma tepat untukmu?"

Sama seperti jawaban penuh keyakinan tadi, pertanyaan inipun sudah ditebak Marhan sebelumnya dan iapun juga sudah mempersiapkan jawaban terbaik sebagai senjata pamungkasnya.

"saya InsyaAllah sholeh pak. Saya fasih membaca dan hapal 30 juz Quran. Saya juga selama di pondok berprestasi, saya juara tilawah, debat, dan pernah jadi juara umum juga. Selain itu saya diterima di Mesir, satu diantara 5 orang dari Indonesia yang dikirim secara beasiswa tahun ini" papar Marhan menyebutkan sederet prestasinya.

Datuak Kayo tersenyum.

"Baiklah, sepertinya kamu memang cukup sholeh. Dari bapak sebenarnya sudah suka, tapi tentunya semua butuh pembuktian. Ucapan saja belum cukup.. Salma, ambilkan Quran bapak di kamar" ujar Datuak pada anaknya.

Salma pergi ke belakang dan kembali dengan sebuah Quran besar. Ia memberikannya kepada Marhan.

"coba bacakan ayat apa saja.." ujar Datuak.

Marhan mengangguk, ia membolak balik Quran itu mencari ayat favoritnya. Ayat yang menurutnya paling ia sukai karena mudah mengatur iramanya. Surat itu adalah surah sajadah.

Lantunan bacaan Quran itu mengisi ruang tamu rumah Datuak Kayo. Ketenangan itu tersebar ke setiap orang yang mendengarnya. Bahkan Niko berhenti mengunyah keripik bawang kesukaannya agar suara giginya tidak menghalangi masuknya bacaan Quran dari Marhan ke telinganya.

Ketika bacaannya selesai, Marhan menutup Qurannya. Di hadapannya, Datuk memperhatikannya dengan pandangan yang berbeda. Ada senyum tipis yang daritadi tidak ia lihat.

"Ayo, ikut bapak.." ajak Datuk sambil bangun dari duduknya.

Marhan, Niko dan Salma mengikuti langkah Datuk. Beliau berjalan keluar rumah dan menuju arah Marhan dan Niko tadi tiba. Mereka menuju ke arah surau setengah rampung tadi.


Bersambung

SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang