Bagian 2 - Part 10

1.4K 71 0
                                    

"Baa nyo? Lai dapek mangsa?" (Bagaimana? Dapat mangsa?) tanya Niko dari depan pintu surau.

"belum. Tapi saya baru saja menemukan cara yang bisa kita coba"

"apa itu?"

"kalau orang orang disini sudah begitu keras hatinya untuk beribadah, kita ajak mereka yang hatinya masih bersih dan polos" ujar Marhan.

"nng.. ndak mangarati '(ngg gak ngerti) nalar Niko cukup rendah untuk memahami bahasa Marhan..

"kalau belum bisa ajak orang dewasa, kita ajak anak anak. Mereka lebih mudah diajari, dan siapa tau lewat mereka, orang tuanya nanti akan mendapat hidayah!" jelas Marhan dengan mata berbinar.

"SAYA SETUJU CARA ITU. Siapkan cemilan cemilan untuk anak anak. Kita ajak mereka belajar mengaji disini" Niko sama bersemangatnya.

Sesuai dugaan, sholat dzuhur siang itu tetap hanya berisi Marhan dengan Niko tanpa ada tambahan jamaah meskipun adzan serta iqomah sudah dikumandangkan lewat pengeras suara. Tapi Marhan masih optimis cara caranya akan berhasil. Keduanya sudah membeli beberapa jajanan warung untuk rencana esok hari.

Sorenya, sesuai kabar dari Datuak Kayo tadi pagi, sore ini Salma yang mengantarkan makan malam untuk Marhan dan Niko. Melihat Salma datang dan memberikannya makanan terasa begitu berbeda. Rasanya seperti mereka sudah suami istri, dan Salma memberikannya bekal untuk bekerja.

"Makasih ya Salma" ujar Marhan sambil menerima dua bungkus nasi dari Salma.

"Ya, semoga berhasil ya. Jaga kesehatan" pesan Salma yang seketika membuat Marhan melayang.

***

Memasuki waktu Maghrib, adzan kembali menggema memenuhi udara kampung Limau Bareh. Para warga yang pulang dari sawah mendengarkannya dengan begitu meresapi, namun langkah mereka tidak sama sekali tergerak untuk masuk ke dalam.

"rancak suaro muadzinnyo.." (bagus suara muadzinnya) bisik salah satu petani yang Niko bisa dengar karena ia duduk tepat di tepi jalan.

"Iyo.. urang lua nan mauruih surau ko kini. Ndeh sayang bana ndak.." (iya.. orang luar yang sekarang mengurus surau ini. Sayang sekali ya) balas petani yang lain.

Niko tidak memahami apa maksud obrolan tadi. Kenapa orang orang ini mengatakan sayang sekali surau dikelola oleh orang luar?

Sepuluh menit sudah Niko dan Marhan diluar sambil menunggu setidaknya satu orang saja yang akan berjamaah dengan mereka. Namun benar benar tidak ada satupun orang yang muncul.

Sebelum mengumandangkan iqomah, Niko mengambil alih mic dan memberikan pengumuman singkat.

"Assalamualaikum, bapak ibu, sanak sadonyo, pemberitahuan.. mulai besok, Surau Nurul Falah akan mangadakan kegiatan maghrib mengaji untuk anak anak dan remaja. Kegiatannya akan dimulai dari jam lima sampai Maghrib. Bagi yang berminat, bisa datang langsung ke Surau dan pengajian ini gratis.. " ujar Niko lalu mengulangi kalimat yang sama dua kali.

Setelah pengumuman itu, Niko langsung mengumandangkan iqomah tanda dimulainya sholat berjamaah.

Lantunan bacaan al fatihah dan surah surah pendek dari Marhan mengisi keheningan desa malam itu. Suara lantunan Quran yang disimak hampir setiap rumah yang meskipun tertutup, mereka yang ada di dalam rumah sengaja duduk didekat pintu untuk mendengarkan bacaan itu. Air mata mereka jatuh, dada mereka semua bergetar, tapi otak mereka tetap melarang untuk pergi ke Surau apapun yang terjadi.

Penerangan Surau ketika malam ternyata kurang baik. Dari tiga titik lampu di ruang sholat, hanya ada satu yang cukup terang dan berwarna putih. Sedangkan dua lainnya mati. Sehingga hanya bagian imam saja yang disinari lampu. Sementara bagian tengah ke belakang cukup remang remang.

Ketika memasuki isya, Marhan dan Niko sholat berjamaah seperti biasa. Niko berada di kanan Marhan sebagai makmum. Mereka lagi lagi hanya berdua.

Marhan lalu bertakbir dan membaca surah al fatihah..

"..gairil magdhubi alaihim wa laddholiin.."

"AAMIIN"

Marhan tersentak kaget. Suara amin dari belakangnya terdengar berasal dari beberapa orang. Akhirnya ada warga yang tersentuh dan mau mengunjungi surau, pikirnya.

Melihat Niko masih berada di kanannya, Marhan mendorong tubuh sahabatnya itu agar pindah ke belakang. Namun Niko seakan menolak. Ia kembali maju ke posisinya awal sebelum rukuk.

Memasuki rakaat kedua, Marhan kembali memberikan isyarat Niko untuk mundur dan membuat shaf dengan jamaah di belakang. Namun Niko mengeraskan badannya dan enggan untuk mundur.

Khawatir shalatnya batal, Marhan meneruskan sholatnya hingga salam.

"Assalamualaikum warahmatullah.. Assalamualaikum.." wajah Marhan terhenti dalam posisi menoleh salam.

Tidak ada satu orangpun di belakangnya. Marhan memasang wajah keheranan dan kemudian menoleh ke kanan, tempat Niko sholat.

"Iya, saya juga dengar tadi. Asalnya dari belakang" tunjuk Niko ke arah sisi perempuan yang cukup gelap karena bohlam disana mati.

"ada jamaah wanita?" tanya Marhan.

Niko menggeleng.

"saya ragu itu manusia. Suaranya laki laki" jawabnya.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat sambil menghadap tirau hijau setinggi dua meter yang memisahkan jamaah laki laki dan perempuan itu bergerak gerak tertiup angin dari jendela/

"kamu jadi terlalu penakut setelah ketemu pocong Nik" ujar Marhan sambil bangkit dan menyibakkan tirai pemisah antara jamaah laki laki dan perempuan. Namun dibaliknya kosong.

"Gak cuma saya saja kan yang dengar suara aamiin tadi?" Marhan masih tidak percaya.

"Saya juga dengar. Saya juga akan mundur kalau ada tambahan jamaah laki laki tanpa perlu kamu dorong dorong kayak tadi. Tapi sejak awal memang suaranya aja. Wujudnya gak ada Han" jelas Niko.

Sekali lagi keduanya terdiam untuk beberapa saat.

"sudah saya bilang kan.." ujar Niko.

"itu cuma gema suara kita kayaknya. Surau seperti ini tidak ada yang angker. Dia rumah Tuhan dan akan terus suci dari hal hal seperti itu" ujar Marhan sambil menutup lagi tirai pemisah jamaah wanita dan pria itu kembali.

"kamu bisa bicara begitu karena kamu belum lihat apa yang saya lihat.." ujar Niko.

"Sayaakan membuktikannya. Saya akan sholat malam nanti sendirian. Saya akan buktikanbahwa tidak ada yang namanya Surau angker!" balas Marhan.


Bersambung

SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang