Dengan membawa handuk dan sebuah gayung berisi sabun serta perangkat mandi lainnya, Niko berjalan keluar menuju wc untuk mandi pagi itu. Di sudut lain teras surau, Marhan sedang membungkuk sambil menyapu.
"Baru kemarin dibersihin udah kotor lagi?" sapa Niko sambil mendekati Marhan.
"Engga, ini sisa kemarin" ujar Marhan tanpa menoleh.
Kertika Niko sudah dekat, ia merasa kakinya berpasir. Ia melihat telapak kakinya yang kini menumpuk kristal kristal putih.
"Eh? Apanih?"
"air ruqiyah kita kemarin. Garamnya balik lagi gara gara airnya nguap" ujar Marhan sambil terus menyapu. Sudah ada setumpuk garam yang terkumpul di serokan yang ia pegang dengan tangan kirinya.
"Memang harus disapu cara bersihinnya. Kalo disiram siram air doang gabisa ini. Nanti balik lagi, berpasir garam lagi. Pada asin asin kaki kita ahahaha" canda Marhan.
Namun Niko di belakangnya tidak tertawa. Ia memegang kristal kristal garam putih itu dengan jarinya. Sebuah pintasan ingatan lewat di kepalanya. Sesuatu yang familiar baginya, namun ia belum ingat kapan ia merasakan sensasi yang sama.
"ini gapapa kalau dibuang?" tanya Niko.
"gapapa. Kan intinya di doa sama kitanya pas nebarin ini. Gapakai garam juga gapapa kok sebenarnya seingat saya. Kalau pakai kembang kembang, nah baru tuh." jawab Marhan masih meneruskan kegiatannya.
"ruak.. ada ga orang yang pakai air garam buat ngecelakai orang?" tanya Niko.
Marhan berbalik melihat ke arah Niko.
"ga pernah dengar. Biasanya kalau untuk keburukan orang orang pada pakai bunga, dupa, atau ada juga yang pakai tanah kuburan. Itu buat manggil malah katanya" jelas Marhan.
"kenapa?" lanjutnya.
"engga. Saya nanya aja" jawab Niko.
"yaudah. Mandi sana. Nanti gantian. Kamu bersihin dalam juga ya, di tempat tempat yang kamu siram kemarin" pinta Marhan.
"Ya ya" Niko berlalu dan masuk ke wc wudhu untuk mandi di dalamnya.
Setelah Niko selesai, giliran Marhan yang mandi pagi itu. Sementara Niko melanjutkan bersih bersih dari tumpukan garam yang mengkristal di tembok dan lantai Surau.
Saat sedang bersih bersih itu, dari arah belakangnya terdengar suara lembut perempuan yang mengucapkan salam.
Niko sempat tersentak kaget sebelum berbalik dan menjawab salam itu.
"Waalaikumsalam.. eh?.."
..
Marhan masuk Surau sambil menggosok gosok rambutnya dengan handuk kecil dan tubuh bagian bawah hanya dililit handuk tanpa baju. Dari luar sudah terdengar ia mengomeli sesuatu pada Niko.
"Hei Nikoo, kalo mandi busa sabunnya dibilas sampai ngalir keluar dong. Ini baju saya jadi kena sab.." Marhan berhenti mengoceh saat melihat Salma sudah duduk dengan beberapa makanan di hadapannya, begitu juga Niko yang duduk di sampingnya dengan mulut mengunyah nasi.
Pandangan keduanya bertemu. Mata Salma secara refleks melihat ke arah tubuh Marhan yang selama ini selalu dibalut baju lengan panjang itu. Hanya sepersekian detik memang, namun itu sudah cukup membuat pipinya memerah karena malu.
"SALMAAA??? MAAF MAAF" Marhan kalang kabut masuk ke dalam kamar dan segera menutup pintu untuk berganti baju.
Sama seperti Salma, wajah Marhan sama merahnya. Kesegaran air dingin untuk mandi tadi seakan hilang. Keringat mengucur di tubuhnya karena malu.
"SIAL SIAL SIAL SIAL SIAL" ucapnya berulang ulang.
Diluar, Niko kesulitan menyelesaikan kunyahan makannya karena adegan yang baru saja ia lihat. Sedangkan Salma masih duduk kaku tanpa berkata apapun disana.
Setelah berganti baju, Marhan keluar dengan wajah dibuat sedatar mungkin. Ia coba untuk tidak membahas hal tadi lagi dan membiarkan itu sebagai insiden semata.
"eh Ma, tumben pagi banget nganterinnya. Pak Datuak mana?" ujar Marhan sambil duduk di samping Niko.
"lagi mandi. Siang ini aku sama ayah mau pergi keluar, jadi makanannya aku yang antar agak pagi. Maaf ga kabar kabari dulu. Lupa tadi suruh ayah kirim sms ke kalian" ujar Salma.
Salma memang memiliki handphone sendiri, namun nomornya itu tidak ia bagikan ke Marhan maupun Niko. Semua komunikasi hanya dilakukan melalui Datuak Kayo, dan itupun hanya seputar kebutuhan Surau.
"mau kemana Ma?" tanya Niko sambil tiga potong tempe goreng dan mencocolnya ke sambal goreng bawang buatan Salma.
"ke temannya ayah. Kurang tau mau ngapain. Oh iya ini lauk buat sampai malam ya. Jangan dihabisin sekarang. Kayaknya aku pulangnya malam soalnya" ujar Salma.
Kunyahan tempe Niko berhenti. Ia melihat ke wadah tempe yang sekarang sudah tinggal dua potong kecil dan sayur kangkung yang akan habis dalam satu kali sendokan lagi. Sementara Marhan yang baru menyendok nasi juga memperhatikan hal yang sama.
"Saya udah cukup ruak, ini lauknya cukup kan ya buat kita sampai sore? Cukup lah ya" ujar Niko dengan wajah tanpa bersalah.
Marhan hanya menatap Niko dengan tatapan sinis.
"Oh iya, gimana Suraunya? Aman? Aku dapat cerita dari ayah kalian kemarin sampai ngeruqiyah ya?" tanya Salma.
Salma lebih komunikatif saat tidak ada Datuak Kayo. Padahal selama ini ia hanya diam dan hanya menjawab apa yang Datuak tanya. Ia tidak pernah ke surau untuk mengajak Marhan dan Niko mengobrol kecuali bersama dengan ayahnya. Salma juga sholat di rumah karena ia mempercayai bahwa sholat wanita lebih utama di rumah.
"Iya Ma.. kami diganggu disini. Kayaknya karena udah lama kosong kali ya. Jadinya ya gitu. Apalagi selama ini kalau malem gaada orang, tiba tiba ada saya sama Niko" ujar Marhan.
"Kalian liat apa emang?.." wajah Salma berubah serius.
"Kamu yakin mau dengar?.." Niko memberat beratkan suaranya agar lebih dramatis.
Salma mengangguk ragu.
"Ini, dibelakang saya kamu liat. Ada keranda kan?.. nah disitu ada pocongnya.." ujar Niko dengan mata terbelalak.
Salma langsung menghindari kontak mata dengan lorong di belakang Niko. Tapi rasa penasarannya meminta Niko untuk lanjut bercerita
"terus terus?.." tanyanya.
"Terus.. disini, ada yang ikutin bacaan sholat Marhan.." ujar Niko lagi sambil menunjuk lantai di hadapannya.
"Hii.." Salma bergidik.
Namun Marhan justru salah fokus terhadap tingkah laku Salma yang menurutnya begitu menggemaskan itu. Baru kali ini mereka terlibat obrolan sesantai ini.
"kalau kamu Han, apa yang kamu liat disini selain yang Niko bilang?" tanya Salma.
"Ang. Em.. nggak ada sih. Sama kayak Niko aja. Kayaknya setannya juga takut ganggu saya ehehe" ujar Marhan.
"Alhamdulillah kalo gitu.." ujar Salma.
Niko memandangi Marhan dengan wajah kesal lalu segera mengambil sisa kangkung dan memasukan langsung ke mulutnya tanpa sisa.
"nanti sore makan nasi lauknya sambal goreng aja ya bang sholeh" ledek Niko menelan kangkung itu.
Marhan hanya memelototi kelakuan Niko.
"semoga abis diruqiyah pada pergi deh jinnya. Sayang Suraunya kalau terbengkalai begini" ujar Salma sambil memandangi sekeliling Surau itu yang memang sudah lebih bersih dari yang terakhir ia ingat, namun tetap tidak menghilangkan kesan suram dan terbengkalainya.
"Aamiin ma.. dan semoga habis itu pak Datuak me.. res... tu.. i. hm.. hehe" ujar Marhan tersipu.
Senyum tipis tersungging di bibir Salma. Pipi putihnya berubah kembali kemerahan. Ia tidak bisa memandang mata Marhan lagi.
"AAMIIN gitu" bentak Niko.
"HUH!" ketus Salma.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAU
HorrorKisah dari sebuah Surau yang menjadi lokasi seseorang mengakhiri hidupnya sendiri di Sumatera Barat. Marhan dan Niko, ditugaskan meramaikan kembali Surau ini setelah kosong dan dicap terkutuk oleh warga setempat selama bertahun tahun..